Aku lowbat. Tinggal hitung angka. Terus mati. Demi cintamu. Sudah berapa lama, terpaksa begini. Kau tahu. Aku butuh kau charger.
Aku sungguh sangat sayang padamu. Jika aku boleh memilih, maka aku pilih dirimu. Jika aku boleh meminta, akan kupinang engkau kasihku. Jujur kamu yang terbaik. Sangat ideal. Sangat kuharapkan.
Rasanya aku ingin pergi bersamamu. Nekad. Tekad. Bersamamu aku nyaman. Kau yang terindah. Tapi. Dan sejuta tapi.
Aku tak pernah bisa memilikimu. Cinta ini ada, tapi tak kumiliki. Cinta ini nyata, tapi hanya khayalan. Seolah dirimu ada. Tapi tak ada.
Semakin lama, aku hanya memaksakan diri. Semakin gila. Semakin tak ada. Semakin tersakiti. Aku tak bisa pergi.Â
Aku semakin dekat. Lebih dekat. Dan dekat lagi. Tapi kau tetap bukan milikku. Aku seperti gadget tanpa sinyal. Panas. Bateraipun terkuras. Hingga lowbat. Berkedip hendak mati. Saatnya kau charger nyawaku. Agar aku bisa bertahan, untuk terus mencintaimu.
Jangan kau usir aku. Aku tetap membawa abadi cinta ini. Sekalipun nanti ada dia, tapi kamulah kekasih utama. Jika aku memaksakan cinta padamu, akan habis hidupku. Terusir dan mati.Â
Aku tetap ingin ada disini. Agar aku bisa dekat denganmu. Agar aku tak terusir dari ini semua, harus ada dia diantara kita. Karena dia charger. Yang menyelamatkan hidup. Agar cinta kita tetap selamat. Abadi. Selamanya.
Seharusnya hanya kita berdua, tapi dia harus jadi takdir diantara kita. Cinta rahasia. Rahasia cinta antara aku, kau dan dia.
Semoga ini jalan terbaik, demi aku dan dirimu, selamanya.Â
Malang, 22 Desember 2020
Oleh Eko Irawan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H