Mohon tunggu...
Eko Irawan
Eko Irawan Mohon Tunggu... Penulis - Menulis itu Hidup
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pantang mundur seperti Ikan

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi Receh: Langkah Sang Pengamen Puisi

14 Desember 2020   22:26 Diperbarui: 14 Desember 2020   22:43 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jangan sepelekan receh. Tanpa receh, tak genap. Recehan bisa ditabung. Jadi menggunung. Karyamu. Jejakmu. Kreasimu.

Puisi receh. Karena aku belum dikenal. Tak kenal, maka tak sayang. Tak sayang, maka lihatpun bimbang. Apalagi terbayang. 

Puisi yang dilewati. Hak setiap pembaca. Tapi inilah karya. Eksplorasi inovasi. Belajar terus menggali. Tanpa henti. Melatih kepekaan. Berani memulai.

Biarkan bumi jadi saksi. Langit menaungi. Air menyirami. Api membara menyemangati. Angin memberi arti. Setiap jejakmu kini. Setiap langkahmu hari ini. Langkah sang Pengamen Puisi.

Apa artinya diam. Kau tak dianggap. Tak dikenal. Tapi kau berarti, saat berani. Kau punya bukti. Siapa akan pungkiri?

Ini hanya recehan. Tabunganmu. Jejakmu. Mengumpulkan permata. Berharga bagi yang peka. Walau sekarang tak bermakna. Tapi kamu ada.

Terus, dan teruskan karyamu. Kau dikenal bukan karena kau siapa. Itu tak penting. Jadilah pioner, sang martir yang berani.  Walau receh tak terbebani. Berkarya dengan hati. Melangkah dengan pasti.

Recehanmu akan menggunung. Menjadi pondasi abadimu. Yang kokoh tiada Tanding. Kau ada, bicara pada masa depan. Bicara pada jaman. Bicara pada kemajuan. Jika hari ini kau telah toreh sejarah. Yang terbaca untuk selamanya.

Tentang puisi Receh. disepelekan sekarang, dipuja dimasa depan. Tak dibaca kini, dikagumi saatnya nanti. Dianggap sombong dan terlalu percaya diri, tapi itulah bukti. Karyamu sendiri. Jejakmu untuk negeri.

Mana karyamu duhai yang terhebat? Aku hanya semut semut kecil yang pingin berarti. Memaknai. Bahwa hidup ini ada, untuk berkarya. Tanpa henti. 

Walau disepelekan. Seperti taburan recehan dijalankan. Tapi mana buktimu? Karena omongmu hanya berhenti, diujung lorong kepalsuan. Keras sekarang, tapi besok tak terkenang. 

Tulislah, dan tetap abadikan. Karya recehan berbalut permata idaman. Bukan omong tak bermutu, tanpa kearifan. Tapi ini bukti sebuah kesungguhan. Percayalah, hasil tak akan ingkari perjuangan.

Malang, 14 Desember 2020 oleh Eko Irawan

Sebuah curhat penulis puisi Recehan. Semoga menginspirasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun