Jangan dibaca. Ini hanya puisi tentang bunga ciplukan. Yang gugur. Rontok. Kering terbawa angin. Jatuh dipelataran. Ini hanya sampah tak bermakna.
Begini jadinya. Saat kau bukan siapa siapa. Kadang tersia sia. Tak ada yang pedulikanmu. Saat kau tak dibutuhkan. Dibuang. Bagai sampah.
Seburuk sampah menumpuk. Itu adalah bahan baku pupuk. Yang berguna. Seperti itulah dirimu. Saat jadi sampah sekalipun. Tetaplah menginspirasi, walau hadirmu tak dibutuhkan lagi.
 Hidup kadang tak adil. Kadang terpinggirkan. Tak punya peran. Tak ada tempat. Haruskah kamu mundur? Itu mungkin perasaanmu saja. Maknailah hidupmu dengan syukur. Agar berkah.Â
Tetaplah jaga semangat. Disitu mungkin tak berarti, tapi pasti ada tempat, dimana dirimu dihormati. Hijrah adalah jawaban. Buat apa bertahan, jika kamu disakiti. Dihina. Tidak dianggap ada.Â
Kembara hati, bergeraklah. Songsong jiwa jiwa yang melaju. Beri sinarmu. Menuju terang. Doa tulus ikhlas untuk perubahan. Selamat datang makna baru.
Ditulis oleh : Eko Irawan, di Malang, 4 Desember 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H