Mohon tunggu...
Eko Irawan
Eko Irawan Mohon Tunggu... Penulis - Menulis itu Hidup
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pantang mundur seperti Ikan

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Jangan Dibaca

4 Desember 2020   11:20 Diperbarui: 4 Desember 2020   12:43 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokpri foto Eko irawan

Jangan dibaca. Ini hanya puisi tentang bunga ciplukan. Yang gugur. Rontok. Kering terbawa angin. Jatuh dipelataran. Ini hanya sampah tak bermakna.

Begini jadinya. Saat kau bukan siapa siapa. Kadang tersia sia. Tak ada yang pedulikanmu. Saat kau tak dibutuhkan. Dibuang. Bagai sampah.

Seburuk sampah menumpuk. Itu adalah bahan baku pupuk. Yang berguna. Seperti itulah dirimu. Saat jadi sampah sekalipun. Tetaplah menginspirasi, walau hadirmu tak dibutuhkan lagi.

 Hidup kadang tak adil. Kadang terpinggirkan. Tak punya peran. Tak ada tempat. Haruskah kamu mundur? Itu mungkin perasaanmu saja. Maknailah hidupmu dengan syukur. Agar berkah. 

Tetaplah jaga semangat. Disitu mungkin tak berarti, tapi pasti ada tempat, dimana dirimu dihormati. Hijrah adalah jawaban. Buat apa bertahan, jika kamu disakiti. Dihina. Tidak dianggap ada. 

Kembara hati, bergeraklah. Songsong jiwa jiwa yang melaju. Beri sinarmu. Menuju terang. Doa tulus ikhlas untuk perubahan. Selamat datang makna baru.

Ditulis oleh : Eko Irawan, di Malang, 4 Desember 2020

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun