Aku seperti lalat kecil. Tak berarti. Terbang mengganggu. Tapi aku ada. Mengurai sampah sampah kata. Berguna dari yang telah dibuang.
Tempat ini aku menjaja kata. Sastra pinggiran. Sastra miskin. Bukan pujangga besar. Tapi aku ada, mengikuti kata hati.
Mengeluh riskan. Sombong apa lagi. Hanya liputan orang kecil. Melihat dunia. Melihat apa yang bisa melihat. Menulis apa yang bisa ditulis. Merasa apa yang bisa dirasa. Berbagi kata demi kata. Dalam waktu demi waktu.
Lalat kecil bagai alien. Asing. Dari negeri tak dikenal. Tak dibutuhkan. Hanya dilihat. Kadang diusir. Kadang dipertanyakan. Â
Dia berkarya. Sumbangsih kecil. Penjaga ekosistem. Seperti itulah diriku hadir. Menyapa. Menjawab. Dan coba memberi makna.Â
syair tanpa teori. Mengalir saja. Jika seperti lalat bisa menginspirasi, terus mana karyamu? Yang spektakuler? Jika lalat bisa ada, kenapa aku tidak?
Malang, 30 November 2020 oleh Eko Irawan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H