Mohon tunggu...
Eko Irawan
Eko Irawan Mohon Tunggu... Penulis - Menulis itu Hidup
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pantang mundur seperti Ikan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

"Nyadran", Tradisi Jawa Kuno yang Lestari hingga Milenial

3 Mei 2019   10:48 Diperbarui: 3 Mei 2019   10:57 210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar dari kompasiana.com/sulistyo

Nyadran? Banyak Yang tidak Tahu makna dan arti dari kata ini. Di Kota Malang khususnya diseputaran Kampus, Iseng iseng nanya mahasiswa yang lewat. "Mbak, Minta Waktu sebentar, mungkin bisa jelaskan apa sih Nyadran itu?" Dari Mahasiswa yang non Jawa malah tidak bisa menjawab. 

Yang Kelahiran jawa masih berpikir, terutama yang tinggal di kota kota yang sudah modern di Jawa. Dari 20an mahasiswa yang tak isengi tanya tanya, hanya 2 orang yang bisa menjelaskan. Maklum, satu dari Jurusan Sejarah Universitas Negeri Malang dan Satunya dari Fakultas Ilmu Budaya Unibraw. 

Mencari Makna Nyadran

Perjalanan Mencari Makna Nyadran ibarat mencari Kitab suci jaman Pendekar. Langkah pertama mendatangi para sesepuh. Yang saya datangi adalah Ibu saya sendiri. Ibu Sri Suryani, 68 Tahun. Makna Nyadran,  beliau terjemahkan sebagai nyekar ke Makam Kakek di Kuburan Janti Kota Malang pada hari terakhir bulan ruwah dalam penanggalan jawa dan besoknya masuk satu  ramadhan. 

Jika nyekar setiap 35 hari sekali pada Jumat legi disebut nyekar. Jadi Nyadran dilakukan setahun sekali dalam rangka menyambut bulan suci Ramadhan. 

Ternyata kegiatan Nyadran ini sudah saya lakukan sejak saya balita semenjak Kakek Meninggal di Tahun 1976. Prakteknya pernah dilakukan, tapi baru tahu genah setelah penasaran mencari makna nyadran berpuluh tahun kemudian.

 Nyadran adalah keyakinan, dan dalam ajaran Hindu mereka mendasari keyakinannya yang berjumlah lima dengan Panca Sradha. Panca Sradha itu meliputi: 1) Brahman --- Widhi Tattwa, keyakinan terhadap Tuhan. 2) Atman --- Atma Tattwa, keyakinan terhadap Atman. 3) Karmaphala --- Karmaphala Tattwa, keyakinan pada Karmaphala (hukum sebab-akibat). 4) Punarbhawa --- Keyakinan pada kelahiran kembali. 5) Moksha --- Keyakinan akan bersatunya Atman dengan Brahman. (https://id.wikipedia.org/wiki/Sradha) 

Dari arti diatas, bisa dilacak jika sejarah nyadran ternyata sejak jaman hindu budha dan di era wali songo tradisi ini dikemas lebih islami dengan pembacaan tahlil, yasin dan doa doa dari Nabi Muhammad SAW.

Nyadran sampai ke Generasi Milenial

Terlepas dari Pro kontra bab hukum nyadran ini bagaimana, sebagai warisan leluhur jawa kuno ternyata Nyadran sampai juga ke generasi milenial. Kita bisa menyaksikannya kembali Menjelang Ramadhan di Pemakaman Umum di seluruh Indonesia. 

Para anak cucu membersihkan makam keluarga masing masing dan mendoakan arwah mereka yang telah meninggal agar di terima di sisiNya. Untuk daerah Malang raya acara nyadran ini tidak semeriah di daerah Jawa tengahan. Namun Kesakralan Nyadran masih bisa dirasakan. Apalagi menjelang Ramadhan.

Bagaimana Tradisi Nyadran di sekitarmu?

Marhaban Ya Ramadhan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun