Mohon tunggu...
Eko Irawan
Eko Irawan Mohon Tunggu... Penulis - Menulis itu Hidup
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pantang mundur seperti Ikan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jelajah Sejarah Malang, Menelusuri Jejak Malangkucekwara

4 April 2019   10:40 Diperbarui: 4 April 2019   10:42 927
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernah Mendengar Malangkucecwara? Ini adalah Semboyan Kota Malang yang akan membawa kita jauh kepada sejarah asal usul Malang dan sejak Kapan Malang dikenal dan memiliki peradaban. 

Hal ini sangat Menarik Untuk ditelusuri mengingat Malang sangat Kaya akan bahan Sejarah. Artikel Berikut mencoba mengurai dari beberapa sumber tentang bahasan ini, semoga artikel ini bisa memberikan gambaran Jelajah Sejarah Malang yang sedang Kami susun. Semoga bermanfaat.

Asal Usul di Sebut Malang

Nama "Malang" sendiri sampai sekarang masih diteliti dan dikaji asal-usulnya oleh ahli-ahli sejarah. Berbagai sumber terus digali guna mendapat jawaban yang paling tepat mengenai asal-usul adanya nama "Malang". 

Malang Berasal dari Nama Bangunan Suci, Malangkucecwara

Tentu banyaknya penelitian menghasilkan beberapa hipotesa, diantaranya adalah nama "Malang" yang berasal dari Malangkucecwara. Kalimat tersebut dapat kita jumpai dalam lambang Kota Malang itu sendiri.

Menurut para ahli, Malangkucecwara merupakan nama dari sebuah bangunan suci. Hipotesa ini dibuat karena nama bangunan suci tersebut telah ditemukan dalam prasasti miliki Raja Balitung (berasal dari Jawa Tengah) yaitu prasasti Mantyasih yang ditulis pada tahun 907 dan 908.

Siapakah Yang pertama Kali mengusulkan Semboyan Malangkucecwara?

semboyan itu yang mengusulkan adalah Prof. Dr. Raden Mas Ngabehi Poerbatjaraka. Dia bukan orang Malang melainkan sosok kelahiran Solo yang cukup dikenal sebagai pakar bahasa Sansekerta dan Jawa Kuno.

Meskipun punya nama depan Mas Ngabehi, dirinya ternyata bukan keturunan Bangsawan, karena dia punya nama kecil Lesiya dan masih keturunan Pujangga Solo Josodipoero. 

Kecintaannya akan budaya Jawa membuat Lesiya mendapatkan beasiswa untuk belajar di Belanda. Dia juga banyak menerbitkan buku-buku sastra dan budaya. Termasuk terjemahan prasasti yang ada di wilayah Indonesia.

Sebanyak 73 buku sudah diterbitkan dalam bahasa Belanda ataupun Indonesia. Dirinya juga pernah menjadi Dekan di Universitas Gajah Mada dan juga menjadi guru besar Fakultas Sastra Universitas Indonesia dan Universitas Nasional.

Sebelum dia mengusulkan kata tersebut menjadi semboyan yang terpampang di lambang Kota Malang, kata Malangkucecwara pernah disebut-sebut dalam prasasti Kedu yang berangka tahun 907 yang dikeluarkan oleh Raja Balitung dan prasasti di dekat Singosari tahun 908. 

Diceritakan dalam Piagam jika orang-orang memperoleh piagam tersebut adalah memuja-muja para batara dari Malangkucecwara, Putecwara, Kutusan, Cilabhedecwara, dan Tulecwara. 

Penyebutan nama tersebut membuktikan jika Malangkuca, Puta, Kudusan dan sebagainya adalah nama raja-raja yang pernah memerintah atau wafat dan dimakamkan di candi-candi lalu disebut Batara.

Yang menarik, tentu saja adalah lokasi keberadaan Candi Malangkucecwara yang hingga kini tidak diketahui dimana tempatnya. Karena bisa jadi berada di luar kota Malang atau mungkin ada di Malang namun masih terpendam. 

Nama bangunan suci itu sendiri diketemukan dalam dua prasasti Raja Balitung dari Jawa Tengah yakni prasasti Mantyasih tahun 907, dan prasasti 908 yakni diketemukan di satu tempat antara Surabaya-Malang. 

Namun demikian dimana letak sesungguhnya bangunan suci Malangkucecwara itu, para ahli sejarah masih belum memperoleh kesepakatan. Satu pihak menduga letak bangunan suci itu adalah di daerah gunung Buring, satu pegunungan yang membujur di sebelah timur kota Malang dimana terdapat salah satu puncak gunung yang bernama Malang. 

Pembuktian atas kebenaran dugaan ini masih terus dilakukan karena ternyata, disebelah barat kota Malang juga terdapat sebuah gunung yang bernama Malang.

Pihak yang lain menduga bahwa letak sesungguhnya dari bangunan suci itu terdapat di daerah Tumpang, satu tempat di sebelah utara kota Malang. Sampai saat ini di daerah tersebut masih terdapat sebuah desa yang bernama Malangsuka, yang oleh sebagian ahli sejarah, diduga berasal dari kata Malankuca yang diucapkan terbalik. 

Pendapat di atas juga dikuatkan oleh banyaknya bangunan-bangunan purbakala yang berserakan di daerah tersebut, seperti candi Jago dan candi Kidal, yang keduanya merupakan peninggalan zaman kerajaan Singasari.

Dari kedua hipotesa tersebut di atas masih juga belum dapat dipastikan manakah kiranya yang terdahulu dikenal dengan nama Malang yang berasal dari nama bangunan suci Malangkucecwara itu. Apakah daerah di sekitar Malang sekarang, ataukah kedua gunung yang bernama Malang di sekitar daerah itu.

Hipotesa-hipotesa terdahulu, barangkali berbeda dengan satu pendapat yang menduga bahwa nama Malang berasal dari kata "Membantah" atau "Menghalang-halangi" (dalam bahasa Jawa berarti Malang).

Alkisah Sunan Mataram yang ingin meluaskan pengaruhnya ke Jawa Timur telah mencoba untuk menduduki daerah Malang. Penduduk daerah itu melakukan perlawanan perang yang hebat. 

Karena itu Sunan Mataram menganggap bahwa rakyat daerah itu menghalang-halangi, membantah atau malang atas maksud Sunan Mataram. Sejak itu pula daerah tersebut bernama Malang.

Timbulnya karajaan Kanjuruhan tersebut, oleh para ahli sejarah dipandang sebagai tonggak awal pertumbuhan pusat pemerintahan yang sampai saat ini, setelah 12 abad berselang, telah berkembang menjadi Kota Malang.

Setelah kerajaan Kanjuruhan, di masa emas kerajaan Singasari (1000 tahun setelah Masehi) di daerah Malang masih ditemukan satu kerajaan yang makmur, banyak penduduknya serta tanah-tanah pertanian yang amat subur.

Kemudian Raden Mas Ngabehi Poerbatjaraka mengusulkan semboyan tersebut karena memiliki arti sebagai berikut:

  • Mala, segala sesuatu yang kotor, kepalsuan, atau kebathilan.
  • Angkuca/angkuc, menghancurkan atau membinasakan.
  • Icwara, Tuhan

Sehingga jika digabungkan maka kata tersebut mempunyai arti Tuhan menghancurkan yang batil.

Penggunakan kata tersebut diresmikan di Malang pada peringatan 50 tahun berdirinya Kotapraja Malang pada 1 April 1964. Keputusan itu dituangkan dalam keputusan DPRD No. 7/DPRDGR tertanggal 10 April 1964 dan dipakai hingga sekarang.

Sebelum tahun 1964, dalam lambang kota Malang terdapat tulisan ; "Malang namaku, maju tujuanku" terjemahan dari "Malang nominor, sursum moveor". Ketika kota ini merayakan hari ulang tahunnya yang ke-50 pada tanggal 1 April 1964, kalimat-kalimat tersebut berubah menjadi : "Malangkucecwara".

Semboyan baru ini diusulkan oleh almarhum Prof. Dr. R. Ng. Poerbatjaraka, karena kata tersebut sangat erat hubungannya dengan asal-usul kota Malang yang pada masa Ken Arok kira-kira 7 abad yang lampau telah menjadi nama dari tempat di sekitar atau dekat candi yang bernama Malangkucecwara.

 

Arti Malang Yang Sesungguhnya

Nama  "Malang" bukan diambil dari bahasa Indonesia yang artinya sial / nasib buruk, melainkan diambil dari nama sebuah candi tempat dimakamkannya para raja zaman dahulu. 

Candi itu bernama Candi Malangkucecwara, sehingga kota tempat candi ini berada oleh masyarakat sekitarnya disebut Malangkucecwara yang lambat laun disebut/disingkat "Malang". Namun, hingga kini, lokasi candi ataupun sisa peninggalan bangunan candi Malangkucecwara itu sendiri, masih belum diketahui jelas. 

Hanya, dari beberapa literatur dan piagam sejarah tahun 907 dan tahun 908, disebutkan ada piagam/prasasti batu Dinoyo pada tahun 907, yang menyebutkan daerah sekitar prasasti ditemukan adalah daerah pusat budaya. 

Nah, Dinoyo sendiri adalah salah satu kelurahan di Kota Malang, yang termasuk dalam Kecamatan Lowokwaru. Akhirnya, jadilah daerah sekitar Dinoyo itu bernama Malang.

Kata "Malang" sendiri mempunyai arti : menghalangi / membentang (bahasa Jawa), dari kata dasar palang. Pada jaman dahulu orang kebanyakan menggunakan palang kayu untuk mengunci pintu/. Mirip dengan seperti pada jaman sekarang di jalan / pintu masuk perumahan,  banyak ditemui palang (portal) yang berguna untuk menghalangi / menahan / menjaga / melindungi komplek perumahan tersebut. Demikianlah arti nama Malang yang sesungguhnya, yaitu sebagai penghalang/pelindung daerahnya dari berbagai bahaya.

Tetapi kebanyakan orang telah salah dalam mengartikan nama tersebut dengan arti sial / nasib buruk, dan hal itu dapat dimaklumi, karena semboyan Kota Malang sebelumnya yang dipakai oleh pemerintah kolonial Belanda, yaitu "Malang Nominor Sursum Moveor" yang memiliki arti "Malang Namaku, Maju Tujuanku". 

Semboyan ini mengisyaratkan mengacu pada makna kata "malang" sebagai nasib yang kurang baik, hal ini bisa dilihat dari kata setelah Malang Namaku yaitu kalimat Maju Tujuanku. Kalimat kedua ini merupakan kalimat yang menegasi kalimat yang pertama, yang tercantum dalam Lambang Kota Malang tahun 1914. 

(Tulisan Jelajah Sejarah Malang Sebelumnya-bersambung)

Diolah dari Beberapa Sumber: Oleh Eko Irawan, Semoga bermanfaat

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun