Kecintaannya akan budaya Jawa membuat Lesiya mendapatkan beasiswa untuk belajar di Belanda. Dia juga banyak menerbitkan buku-buku sastra dan budaya. Termasuk terjemahan prasasti yang ada di wilayah Indonesia.
Sebanyak 73 buku sudah diterbitkan dalam bahasa Belanda ataupun Indonesia. Dirinya juga pernah menjadi Dekan di Universitas Gajah Mada dan juga menjadi guru besar Fakultas Sastra Universitas Indonesia dan Universitas Nasional.
Sebelum dia mengusulkan kata tersebut menjadi semboyan yang terpampang di lambang Kota Malang, kata Malangkucecwara pernah disebut-sebut dalam prasasti Kedu yang berangka tahun 907 yang dikeluarkan oleh Raja Balitung dan prasasti di dekat Singosari tahun 908.Â
Diceritakan dalam Piagam jika orang-orang memperoleh piagam tersebut adalah memuja-muja para batara dari Malangkucecwara, Putecwara, Kutusan, Cilabhedecwara, dan Tulecwara.Â
Penyebutan nama tersebut membuktikan jika Malangkuca, Puta, Kudusan dan sebagainya adalah nama raja-raja yang pernah memerintah atau wafat dan dimakamkan di candi-candi lalu disebut Batara.
Yang menarik, tentu saja adalah lokasi keberadaan Candi Malangkucecwara yang hingga kini tidak diketahui dimana tempatnya. Karena bisa jadi berada di luar kota Malang atau mungkin ada di Malang namun masih terpendam.Â
Nama bangunan suci itu sendiri diketemukan dalam dua prasasti Raja Balitung dari Jawa Tengah yakni prasasti Mantyasih tahun 907, dan prasasti 908 yakni diketemukan di satu tempat antara Surabaya-Malang.Â
Namun demikian dimana letak sesungguhnya bangunan suci Malangkucecwara itu, para ahli sejarah masih belum memperoleh kesepakatan. Satu pihak menduga letak bangunan suci itu adalah di daerah gunung Buring, satu pegunungan yang membujur di sebelah timur kota Malang dimana terdapat salah satu puncak gunung yang bernama Malang.Â
Pembuktian atas kebenaran dugaan ini masih terus dilakukan karena ternyata, disebelah barat kota Malang juga terdapat sebuah gunung yang bernama Malang.
Pihak yang lain menduga bahwa letak sesungguhnya dari bangunan suci itu terdapat di daerah Tumpang, satu tempat di sebelah utara kota Malang. Sampai saat ini di daerah tersebut masih terdapat sebuah desa yang bernama Malangsuka, yang oleh sebagian ahli sejarah, diduga berasal dari kata Malankuca yang diucapkan terbalik.Â
Pendapat di atas juga dikuatkan oleh banyaknya bangunan-bangunan purbakala yang berserakan di daerah tersebut, seperti candi Jago dan candi Kidal, yang keduanya merupakan peninggalan zaman kerajaan Singasari.