Pihak yang lain di sisi lain menduga bahwa letak sesungguhnya dari bangunan suci tersebut terdapat di daerah Tumpang, Kabupaten Malang. Di daerah tersebut, terdapat sebuah desa bernama Malangsuka, yang menurut para ahli sejarah berasal dari kata Malangkua (diucapkan [malankuo]) yang diucapkan terbalik. Pendapat ini diperkuat oleh keberadaan peninggalan-peninggalan kuno di sekitar Tumpang seperti Candi Jago dan Candi Kidal yang merupakan wilayah Kerajaan Singhasari.[2]
Nama Malangkuewara terdiri atas 3 kata, yakni mala yang berarti kebatilan, kecurangan, kepalsuan, dan kejahatan, angkua (diucapkan [akuo]) yang berarti menghancurkan atau membinasakan, dan iwara (diucapkan [iworo]) yang berarti Tuhan. Oleh karena itu, Malangkuewara berarti "Tuhan telah menghancurkan yang batil".[3]
Hipotesis kedua merujuk sebuah kisah penyerangan pasukan Kesultanan Mataram ke Malang pada 1614 yang dipimpin oleh Tumenggung Alap-Alap.[4] Menurut cerita rakyat, terdapat sebuah percakapan antara Tumenggung Alap-Alap dengan salah satu pembantunya mengenai kondisi wilayah Malang sebelum penyerangan dimulai. Pembantu dari Tumenggung Alap-Alap tersebut menyebut warga dan prajurit dari daerah tersebut sebagai penduduk yang "menghalang-halangi" (malang dalam Bahasa Jawa) kedatangan dari pasukan Mataram. Setelah penaklukan tersebut, pihak Mataram menamakan daerah itu Malang.[5]
Mengolah data dalam Konsep Reenactment
Dari data data tersebut diatas, Kita akan banyak gambaran tentang Malang dalam lintasan sejarah yang sangat panjang. Dimanakah korelasi dengan metode Reenactment? Metode ini secara teori belum banyak dibahas diperguruan Tinggi, tapi banyak diterapkan dalam dunia hobby Reenactor. Para Penghobby sejarah ini memang belum sampai meneliti ke sejarah lampau. Namun ide membuat Reenactment bersumber sejarah pada masa Hindu Budha di Nusantara ini, bukan tidak mungkin dilakukan. Penampilan Tari Topeng Panji adalah bentuk Reenactment, yang sebenarnya mereka tidak menyadari sedang menerapkan metodenya. Â Bukti Reenactment sudah dilakukan dapat kita temukan dalam Relief Candi di Bumi Nusantara. Sebagai Komparasinya dapat kita lihat perbandingan dalam foto sebagai berikut
Foto atas adalah Reka Ulang Peristiwa serangan Umum 1 Maret di Jogjakarta yang diperankan oleh Reenactor Indonesia pada Tanggal 4 Maret 2019 di Jogjakarta bisa terekam Kamera, sementara yang bawah adalah cuplikan relief dari Candi Jago yang mencoba reka Ulang sebuah kisah kisah raja Aridharma yang dibuat dalam relief pada Tahun 1268 Â di candi Jajaghu Tumpang Kabupaten Malang.
Upaya mereka Ulang sejarah ternyata sudah digambarkan dalam relief candi di Nusantara. Jika ada anggapan, Reenactor adalah Konsep baru, Pemahaman tersebut adalah salah. Reenactor sudah diterapkan sejak lampau, namun dengan nama dan pemahaman yang berbeda. Inilah Reenactment yang sedang kita telusuri untuk membangun sebuah pemahaman kesejarahan tentang Reenactor dan sejarah Malang
(bersambung)
Semoga artikel Rintisan ini bermanfaat
ditulis oleh : Eko Irawan