Mohon tunggu...
Eko Irawan
Eko Irawan Mohon Tunggu... Penulis - Menulis itu Hidup
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pantang mundur seperti Ikan

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Paradigma Cagar Budaya dalam Nuansa Wisata Haritage

16 Januari 2019   16:07 Diperbarui: 16 Januari 2019   16:10 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di beberapa kota, nasib bangunan peninggalan kolonial sangat memprihatinkan. ada yang dibiarkan terbengkelai, sehingga berkesan kumuh dan angker. Ada yang dihilangkan tiba tiba untuk dibangun gedung baru diatasnya. ada yang masih berfungsi sebagai tempat tinggal atau tempat usaha. Dan ada pula yang dikelola dengan baik sehingga menjadi wisata heritage yang menarik. Di Kotamu Bagaimana?

Penetapan cagar budaya di Malang

berita harian Surya
berita harian Surya
Langkah maju telah dilakukan kota Malang untuk melindungi bangunan bernuansa haritage. Penetapan seperti ini sangat berarti bagi suatu Kota. disana terekam sejarah panjang kota tersebut melalui jejak bangunan bangunannya. 

Seorang wisatawan datang berkunjung rata rata karena ingin menikmati nuansa haritage sebagaimana diceritakan oleh kakek buyutnya sewaktu bertugas di Indonesia. Mereka ingin mengenangnya di Indonesia. Para turis asing itu tidak kepincut dengan bangunan modern, karena di negeri asalnya bangunan modern lebih canggih dan efisien.

Membangun wisata haritage berarti menghidupkan kembali nuansa aslinya diera kekinian. Perubahan cat dan kontras warna yang dikira modern belum tentu sesuai dengan citra yang ingin dibangun. itu dari sisi cat bangunan. sisi yang lain adalah membangun aktifitas kehidupan tempo dulu disekitarnya. 

Disinilah diperlukan sinergi dari beberapa pihak untuk menghidupkan kembali suatu wilayah kembali pada habitat tempo dulu. Diperlukan juga kajian sejarah dan lintas ilmu terkait, agar konsep yang akan dirancang ditempat tersebut bisa tumbuh sebagai destinasi wisata. 

Para penggagas tidak bisa sembarang mencontoh suatu konsep kawasan haritage lain dan diadopsi mentah mentah ke dalam kawasan yang ingin dikembangkannya. Diperlukan studi modifikasi agar konsep tersebut sinergi, bisa dilaksanakan dan terukur capaiannya. Misal ingin mencontoh kawasan Malioboro, Jogja. 

Tidak bisa serta merta diterima konsep tersebut disuatu kawasan di kota lain. Di Malioboro bisa sinergi toko modern dengan PKL dengan pengaturan yang sangat tertib. Di Kota Lain? Keberadaan PKL harus menjauh dari toko modern, jika tetap nekad, siap siap diangkut Satpol PP. 

Di Malioboro, Delman dan becak bisa sinergi dengan bis trans jogja dan angkutan online. Di Kota Lain? Delman dan becak sudah digusur jauh dari peredarannya. bahkan bisa muncul konflik antara angkot, angkudes, bis sekolah dan angkutan online. 

Banyak hal bisa kita lihat di Jogja, tapi tidak bisa secara mentah mentah diadopsi di kota Lain. Benar kata pepatah, lain lubuk lain ikannya. disinilah dibutuhkan kajian, pendataan potensi dan sinergi dari beberapa pihak terkait.

Branding Kota wisata

jika sebuah pemerintah kota sudah membranding kotanya sebagai kota wisata, maka kota tersebut harus layak dikunjungi dan dikangeni wisatawan. harus ada langkah agar  kawasan yang sudah ditetapkan tersebut bisa menarik bagi wisatawan. Disekitarnya berarti harus ada kegiatan berkala yang bisa dilihat wisatawan. Harus ada daya tariknya berupa sesuatu yang bersifat menghibur, khas dan tidak ada ditempat lain.

Nuansa yang ramah, udara yang sejuk, makanan halal yang sehat dan terjangkau, kenyamanan angkutan umum, tiket wisata terjangkau dan keamanan wisatawan adalah hal hal yang perlu dikaji lebih jauh. 

Wajah terminal juga perlu dibenahi. Karena terminal adalah wajah sebuah kota. Jika terminal kumuh, makanan mahal dan banyak preman gentayangan, maka rasa kangen wisatawan yang seharusnya kembali dimasa mendatang akan menjadi kata "Kapok". Kasus ditipu tarif angkot dan pemerasan berkedok mengantar belanja wisatawan adalah hal hal yang perlu diberantas.

Kemudahan angkutan dan spot kuliner sehat halal murah harus diciptakan dibanyak lokasi. Pusat oleh oleh dan souvenir khas harus disiapkan dan dikelola dengan baik. Branding sebuah kota harus disinergikan dengan pemerintah dan masyarakat di dalamnya. Dan sudahkah warga sekitar spot terwadahi secara baik sehingga bisa tumbuh perekonomiannya? Jika masyarakat kampung disekitarnya tidak terlibat, jangan harap mereka turut sadar wisata. Pemberdayaan kampung perlu ditingkatkan kapasitasnya. 

Komunitas yang tumbuh dikota tersebut harus diberi wadah karya yang inovatif, sehingga mereka terus berkarya. sekarang sudah banyak bertebar kampung tematik yang mengangkat potensinya masing masing. 

Jika sudah ada dan mereka rata rata jalan sendiri sendiri, Kenapa tidak ada yang mewadahi? Mereka itu ada dan jangan dilabeli Kampungan jika mereka berdomisili di kampung. Sekarang sudah Merdeka Brow.. Sudah tidak pantas ada yang membedakan kasta dan menilai yang lain inlander.Kampungpun punya potensi yang bisa diangkat lho. 

Mari Peka Potensi. Jangan semut di seberang lautan nampak jelas dimata, tapi gajah ada di depan pelupuk mata malah dianggap tidak ada. Demikian Tulisan Kami, Semoga bermanfaat dan menginspirasi. Tulisan ini hanya ide dari orang yang bukan siapa siapa dan ingin kotanya Maju.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun