Mohon tunggu...
Eko Irawan
Eko Irawan Mohon Tunggu... Penulis - Menulis itu Hidup
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pantang mundur seperti Ikan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

THR Lebaran? Bar Terimo Terus Lebar

7 Juni 2018   14:09 Diperbarui: 7 Juni 2018   15:44 712
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lebaran sebentar lagi. Musim musim menanti welas asih berupa THR. Sebuah Tradisi dipenghujung Ramadhan. Mudik. Baju Baru. Kue dan manisan Lebaran. Ngecat Rumah. dan Salam salaman pada Hari Ied Nanti. Sungguh Sangat Indonesia Banget

Gimana Sih Sejarah THR?

THR adalah Tunjangan Hari Raya. Sejarah kemunculan THR pertama kali muncul pada masa pemerintahan  presiden Soekarno, tepatnya di era kabinet Soekiman Wirjosandjojo.  Kabinet yang dilantik pada April 1951 tersebut memiliki program kerja  yang salah satunya meningkatkan kesejahteraan pamong pradja, yang kini  disebut Pegawai Negeri Sipil.

Ya, awalnya tunjangan diberikan kepada para aparatur negara saja.  Pemberian tunjangan ini merupakan strategi agar para PNS di masa itu  memberi dukungan kepada kabinet yang sedang berjalan.

Di awal pelaksanannya, Kabinet Soekiman membayarkan tunjangan kepada  para pegawai di akhir bulan Ramadan sebesar Rp 125,-  yang kala itu  setara dengan US$11, sekarang hampir Rp1.100.000,-, hingga Rp 200 atau  US$17,5, sekarang setara Rp1.750.000.-

Selain memberikan tunjangan dalam bentuk uang, pada kabinet Soekiman ini juga memberikan tunjangan lain dalam bentuk beras.

Kebijakan tunjangan yang diperuntukan bagi PNS itu pada gilirannya  mendapat gelombang protes dari kaum buruh. Mereka meminta agar nasib  mereka juga diperhatikan oleh pemerintah. Alhasil para buruh melancarkan  aksi mogok pada 13 Februari 1952, tuntutannya agar diberikan tunjangan  dari pemerintah di setiap akhir bulan ramadhan.

Bagi para buruh, kebijakan dari Kabinet Soekiman tersebut dinilai  pilih kasih. Karena hanya memberikan tunjangan kepada para pamong praja  atau pegawai pemerintah. Dimana seperti diketahui, pada saat itu  aparatus pemerintah Indonesia masih diisi oleh para kaum priyayi,  ningrat dan kalangan atas lainnya.

Sementara bagi para buruh, hal itu dirasa tak adil karena mereka  bekerja keras bagi perusahaan-perusahaan swasta dan milik Negara, namun  mereka tidak mendapatkan perhatian apa pun dari pemerintah.

Namun kebijakan tunjangan dari kabinet Soekiman akhirnya menjadi  titik tolak bagi pemerintah untuk menjadikannya sebagai anggaran rutin  Negara. Kurang lebih begitu Sejarah THR yang menjadi fenomena menjelang Ramadhan berakhir.

ASAL USUL KATA LEBARAN

Kata "lebaran" tentu sudah tidak asing lagi, bahkan tidak terasa  sebentar lagi lebaran akan datang. Namun, tahukah Anda asal usul kata  lebaran tersebut?

Selama ini mungkin kita bertanya-tanya  dari  manakah asal-usul kata "lebaran" karena kata ini ternyata tidak dikenal  di bahasa Arab. Menurut MA Salmun dalam artikelnya yang dimuat dalam  majalah Sunda tahun 1954, istilah tersebut ternyata berasal dari  tradisi Hindu.

Menurut MA Salamun,  kata lebaran berasal dari  tradisi Hindu yang berarti Selesai, Usai, atau Habis. Menandakan  habisnya masa puasa.

Istilah ini mungkin diperkenalkan para Wali  agar umat Hindu yang baru masuk Islam saat itu tidak merasa asing dengan  agama yang baru dianutnya.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia  kata lebaran diartikan sebagai hari raya ummat Islam yang jatuh pada  tanggal 1 Syawal setelah menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan.

Sebagian  orang Jawa mempunyai pendapat berbeda mengenai kata lebaran. Kata  lebaran berasal dari bahasa Jawa yaitu kata "wis bar" yang berarti sudah  selesai. Sudah selesai menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan yang  dimaksud. "bar" sendiri adalah bentuk pendek dari kata "lebar" dalam  bahasa jawa yang artinya selesai.

Namun, orang Jawa sendiri  kenyataannya jarang menggunakan istilah lebaran saat Idul Fitri. Mereka  lebih sering menggunakan istilah "sugeng riyadin" sebagai ungkapan  selamat hari raya Idul Fitri.

Kata lebaran justru lebih banyak  digunakan oleh orang Betawi dengan pemaknaan yang berbeda. Menurut  mereka, kata lebaran berasal dari kata lebar yang dapat diartikan luas  yang merupakan gambaran keluasan atau kelegaan hati setelah melaksanakan  ibadah puasa, serta kegembiraan menyambut hari kemenangan.

FENOMENA LEBARAN

Di akhir Ramadhan Mall dan Pasar mulai berjubel. Fenomenanya adalah belanja dan belanja. THR yang dinanti nanti pada akhirnya adalah gaya hidup konsumtif. dalam bahasa yang simple THR Lebaran artinya Bar terimo terus Lebar 

Sekedar cocokology aja, tapi begitulah real Lebaran dari tahun ke tahun, sebuah fenomena tentang lebaran.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun