Selanjutnya, yakni seni jaranan yang secara umum diperankan oleh laki-laki remaja ataupun pria dewasa. Berdasarkan legenda yang disampaikan nenek moyang, kesenian Jaranan merupakan sebuah kesenian yang berasal dari Kediri yang diciptakan oleh Sunan Wudung. Awalnya kesenian ini diciptakan dengan maksud sebagai alat dakwah dalam Islam.Â
Oleh karena itu, seni tari Jaranan sangat erat kaitannya dengan nilai-nilai religi. Kemudian kesenian Jaranan diadaptasi oleh Setro Asnawi, seorang seniman yang menjadi Jaranan Buto dari Trenggalek. Namun, Jaranan Buto terinspirasi dari sosok raksasa Minak Jinggo. Jadi jika kita memperhatikan kostum para pemainnya, apakah ada tokoh raksasa atau "Buto" dalam bahasa Jawa.
Drama tari buto jarana biasanya menggambarkan atau menceritakan perjalanan hidup seseorang dari lahir sampai meninggal. Menariknya, pelajaran tersebut ditekankan: “Orang yang lahir ke dunia memiliki status yang sama, mereka tidak membawa apa-apa. Namun, saat hidup penuh dengan tugas, sebagian dari mereka lupa diri atau istilah jawanya ndadi.Â
Pertunjukan "Jaranan Buto" Banyuwangi terdiri dari tiga bagian waktu, yaitu pagi, siang, dan malam. Di pagi hari anak-anak mengadakan pertunjukan. Ini bertujuan untuk menggambarkan kehidupan manusia dimulai dari anak-anak. Pada siang hari, para aktor kemudian digantikan oleh anak muda atau remaja. Kami biasanya melihat adegan kerasukan hantu/setan di sore hari.Â
Adegan kesurupan memperjelas bahwa setiap orang memiliki nafsu. Ketika Anda tidak dapat mengendalikan keinginan Anda, Anda akan menjadi terobsesi dan terlibat dalam perilaku yang tidak biasa seperti makan "gelas" atau pecahan kaca pada ayam mentah. Sementara itu, mereka yang bisa mengendalikan nafsu menari dengan normal mengikuti irama.
Mengapa adegan "kesurupan" ini ditampilkan pada siang hari? Ini karena matahari adalah simbol tepat di atas mereka, ketika orang sudah memiliki kekayaan, singgasana dan wanita, mereka menyingkap sisi lain mereka, yaitu kesombongan dan kesombongan. Sore harinya, bisa dikatakan puncak pementasan Jaranan Buto adalah pementasan adegan "perampokan".Â
Ada seorang penari yang memakai kulit babi hutan. Dengan babi hutan tersebut, penari dikejar oleh penari lain yang membawa cambuk, cambuk atau cambuk, simbol orang yang menghadapi kematian atau sekarat.Â
Siap lari ke mana pun mati bersembunyi, di mana pun mereka berada. Lagipula, "celengan" yang dilambangkan dengan "babi hutan" adalah penyelamat di kehidupan selanjutnya. "Bank tabungan" yang disebutkan di sini bersifat amal (referensi cerita ini beberapa disadur dari tulisan  Julita Hasanah dalam Blogspotnya (2022).
Muatan dari tulisan ini dapat kita cerna dan diambil benang merahnya, bahwa paham yang sesat, hanya melihat kesurupan, ritual pembakaran kemenyan dll adalah sebuah perbuatan musyrik dan bersekutu dengan setan. Namun, masih sangat perlu dipahami lebih jauh dan di telaah tafsir maknanya lebih mendalam.Â
Sebab, bahkan di zaman ini banyak orang-orang yang secara sadar berbuat lebih dari seorang yang kesurupan, atau dapat dikatakan, secara fisik sadar, namun secara perilaku lebih dari seseorang yang kesurupan. Beruntunglah bagi yang masih bau berfikir lebih mendalam, dengan berbagai pertimbangan baik secara spiritual maupun universal. Sehingga tidak mudah membuat disclaimer yang sepihak tanpa adanya data dan referensi yang otentik.
Semoga tulisan ini dapat memberikan tambahan informasi dan wawasan bagi kita semua, semua hal yang benar dalam tulisan ini datangnya dari tuhan, sedangkan segala khilaf bersumber dari penulis sendiri. Mohon maaf dan terima kasih.