Mohon tunggu...
Eko Wahyudi Antoro
Eko Wahyudi Antoro Mohon Tunggu... Konsultan - Konsultan statistik dan pendidikan

Konsultan, penulis dan pegiat lingkungan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Mulut Licin, Kaki Seret

3 November 2022   20:26 Diperbarui: 3 November 2022   20:54 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Banyak kita mendengar bahwa manusia adalah makhluk sosial yang paling sempurna karena dibekali oleh akal budi yang bisa membedakan diantara makhluk lainnya. 

Namun, dizaman yang semakin maju ini, seolah akal budi manusia seakan tidak bernilai lagi dan bahkan banyak manusia yang bertindak  seperti perilaku binatang. 

Sebagai bukti, ada kasus yang hingga saat ini masih bergulir dan belum nampak titik terang yakni kasus pembunuhan Brigadir "J" oleh tersangka "FS" yang notabene nya adalah orang kumpulan orang-orang intelek dan berpendidikan. 

Bahkan mereka juga tergabung dalam lembaga yang bertugas untuk mengayomi masyarakat.

Dikatakan berperilaku seperti binatang karena pembunuhan yang dilakukan penuh dengan siasat, keji dan tidak mempergunakan hati nurani. Sudah tidak ada welas asih, hanya yang nampak menonjol adalah nafsu dan angkara murka.

Padahal, di ajaran agama Islam ada ungkapan yang diucapkan setiap hari yakni "Inna Sholati Wanusuki Wamahyaya Wamamati Lillahirabbil Alamin " yang artinya "Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam ". 

Namun, dari cerminan kasus tersebut sama sekali tidak mencerminkan kepasrahan sebagai makhluk tuhan. Justru yang ada adalah sebaliknya, manusia berusaha menggantikan peran tuhan.

Manusia saat ini banyak yang mudah silau dengan uang, jabatan, kekuasaan sehingga mulutnya licin dan mudah berucap sesuatu, namun kakinya seret untuk melaksanakan komitmennya. 

Seperti ketika menyatakan bahwa hidupku hanya untuk tuhan, tapi ketika hartanya yang paling receh di minta seseorang yang membutuhkan, kadangkala masih berat untuk melepaskan. 

Atau masih banyak juga contoh-contoh yang lain. Banyak mulut manusia pandai berucap syair dakwah kebaikan, namun dirinya sendiri ibarat lilin yang berasap racun. 

Adanya sangat pandai mencela dan mengkoreksi kesalahan orang, namun tidak pernah merasa dan bisa mengkoreksi kesalahan sendiri.

Licin sekali memang, lidah dan mulut manusia untuk berucap, berdalih dan bersilat lidah. Akan tetapi, belum tentu dirinya sendiri dapat melakukan atau mewujudkan apa yang dia katakan kepada orang lain. 

Ketika sudah seperti itu, mereka lupa atas apa yang mereka katakan, solah-olah kakinya seret untuk melangkah dan mulutnya enggan untuk mengakui kesalahan dan meminta maaf.

JIka sudah demikian, tiada lagi ketentraman, perdamaian dan persaudaraan. Yang terpelihara justru penyakit hati, iri dengki, tebar fitnah dan sejenisnya. Padahal, hanya karena satu kata dan keseleonya lidah, nyawa bisa melayang seperti kasus diatas tadi.

Untuk itu saudaraku, janganlah demikian, perjuangkan takdirmu namun juga imbangi dengan sikap apa adanya, jujur, amanah dan penuh tanggung jawab. Jangan kotori mulutmu dengan celotehan sengkuni, namun percepat langkah kakimu layaknya satria pringgondani.

==Gamboel==

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun