Mohon tunggu...
Eko AkbarSukmana
Eko AkbarSukmana Mohon Tunggu... Pendidik

Yakin Usaha Sampai

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Batas - Batas Kesetiaan

22 Mei 2024   13:41 Diperbarui: 22 Mei 2024   13:46 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Di balik senyuman manis yang selalu disuguhkan oleh sang istri setiap pagi, ada gejolak perasaan yang membuat hati Arman tak tenang. Arman, seorang manajer di sebuah perusahaan besar, selalu merasa bangga dengan prestasinya di tempat kerja. Namun, kebanggaan itu mulai ternodai ketika seorang sekretaris baru, Rina, bergabung dengan timnya.

Rina, dengan paras yang memikat dan sikap manja yang membuat hati Arman bergetar, adalah magnet bagi perhatian siapa pun di kantor. Mata Rina yang tajam selalu berhasil menembus dinding pertahanan Arman, membuatnya merasakan sesuatu yang sudah lama terkubur sejak ia menikah. Setiap kali Arman melihat Rina, hatinya berbisik, tetapi akal sehatnya berteriak.

Suatu hari, ketika Arman hendak mengucapkan selamat ulang tahun kepada Rina, ia mengetik pesan sederhana, "Selamat ulang tahun, Rina." Tak lama kemudian, ia menerima balasan yang membuatnya bingung: "Terima kasih, Bapak Kesayangan." Arman terdiam sejenak, merasa bingung. Di sisi lain, Rina pun merasa aneh dan tidak mengerti mengapa ia menulis jawaban seperti itu. Rina adalah gadis baik-baik yang tidak mudah jatuh hati, apalagi pada pria yang sudah beristri. Namun, ada sesuatu tentang Arman yang membuat perasaannya tidak menentu.

Sejak saat itu, perasaan mereka semakin sulit diabaikan. Arman sering memikirkan Rina saat malam tiba, teringat senyumnya, sorotan matanya yang tajam, dan sikap manja yang membuatnya merasa hidup kembali. Sementara itu, Rina juga tak luput dari kebingungan. Dia adalah gadis yang pintar dan cantik, yang selalu menjaga batasan dalam berhubungan. Namun, perasaan terhadap Arman, meski ia tahu itu salah, terus tumbuh dan membingungkannya.

Di rumah, Arman melihat senyum istrinya, Sinta, yang selalu setia menantinya. Sinta adalah wanita yang luar biasa, penuh kasih dan perhatian. Namun, bayangan Rina terus menghantui pikiran Arman, membuatnya merasa bersalah. Malam itu, sambil menatap langit-langit kamar, Arman memutuskan untuk mengambil langkah yang benar. Ia harus menjaga komitmennya terhadap keluarga, betapapun sulitnya itu.

Keesokan harinya, Arman mengajak Rina berbicara di ruangannya. Dengan nada tegas namun lembut, Arman berkata, "Rina, aku sangat menghargai hubungan kita di tempat kerja, tetapi kita harus menjaga profesionalisme. Aku sudah berkeluarga, dan aku harus setia pada komitmen itu."

Rina, dengan mata yang berkilau, tersenyum pahit. "Aku mengerti, Pak. Aku juga tidak ingin menghancurkan apa yang sudah Anda bangun dengan istri Anda. Terima kasih telah jujur."

Namun, percakapan itu tidak berhenti di situ. Ada perasaan yang belum tersampaikan, dan mereka tahu bahwa mereka harus menutup bab ini dengan benar.

"Rina, aku harus mengakui sesuatu," kata Arman dengan suara berat. "Perasaan ini... sangat nyata. Tapi aku tidak bisa terus seperti ini. Masa depanmu masih panjang. Kamu cantik dan pintar, dan kamu pantas mendapatkan seseorang yang bisa memberimu seluruh hati mereka, tanpa ada yang tertinggal."

Rina mengangguk, matanya berkaca-kaca. "Aku juga merasakan hal yang sama, Pak. Tapi aku tahu kita tidak bisa melanjutkannya. Ini salah. Masa depan anak-anak Anda dan keluarga Anda lebih penting. Kita harus berpikir rasional."

Arman dan Rina memutuskan untuk membuat komitmen bersama. Mereka berjanji untuk menjaga rahasia kasih sayang yang pernah tumbuh di antara mereka ini seumur hidup. Dengan perasaan berat, mereka menyatakan perasaan sayangnya satu sama lain dan memutuskan untuk mengakhiri hubungan yang hanya beberapa hari saja.

"Terima kasih, Rina. Untuk semuanya," kata Arman, menatap Rina dengan perasaan campur aduk.

"Terima kasih juga, Pak. Saya tidak akan pernah melupakan ini, tapi kita harus melangkah maju," jawab Rina dengan senyum yang dipaksakan.

Hari-hari berlalu, dan meskipun sulit, Arman berusaha keras untuk menjaga jarak dan tetap fokus pada pekerjaannya. Ia menata ulang rutinitasnya, lebih banyak menghabiskan waktu dengan Sinta dan anak-anak mereka. Setiap kali ia merasa tergoda, Arman mengingatkan dirinya akan cinta dan janji yang telah ia buat.

Rina juga menjalani hari-harinya dengan berat hati. Namun, ia terus berusaha mengalihkan pikirannya dengan bekerja keras dan merencanakan masa depan yang cerah. Mereka berdua tahu bahwa perasaan yang pernah tumbuh itu harus disimpan rapat di sudut hati mereka.

Pada suatu malam, saat duduk di teras bersama Sinta, Arman merasakan kedamaian yang telah lama hilang. Sinta meraih tangannya dan berkata, "Terima kasih sudah setia, Mas. Aku tahu ini tidak mudah, tapi aku selalu percaya padamu."

Arman tersenyum dan mencium kening istrinya. Dalam hatinya, ia berjanji untuk terus berjuang menjaga kesetiaan, karena ia tahu bahwa cinta sejati adalah tentang pilihan yang kita buat setiap hari, bukan hanya perasaan sesaat yang datang dan pergi.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun