DKI Jakarta termasuk kota padat penduduk dengan sejuta manusia yang punya berbagai jenis kendaraan terlintas, gedung pencakar langit dan polusi, sehingga membuat kita yang lewat bikin kulit terasa panas.
Berlokasi di Jelambar, Jakarta Barat itulah tempat kontrakan saya dari tahun 2013 sampai 2020 dengan hiruk pikuk padat kendaraan, sampah berserakan, rumah dipinggir kali masih banyak, sehingga disaat hujan tiba seringkali jadi langganan banjir.
Namun, semenjak warga setempat kompak ingin menciptakan tempat yang bersih dan meminimalisir banjir, beragam upaya dilakukan seperti membuat tempat sampah organik atau non organik, membersihkan saluran air dan bersosialisasi dengan warga pentingnya menjaga lingkungan tetap bersih.
Langkah pertama ialah membersihkan sampah yang mengalir di sungai. Sebagian orang belum sadar dengan membuang sampah itu banyak dampak negatifnya.
Dampak Negatif Membuang Sampah Sembarangan
"Dilansir dari World Health Organization, air yang tercemar dapat menularkan penyakit seperti diare, kolera, disentri, tipus, dan polio. Adapun air minum yang menyebabkan penyakit diare, diperkirakan bertanggung jawab atas kematian 485 ribu orang setiap tahunnya". (Kumparan, 2021).
Membaca kutipan diatas kita bisa memahami dengan membuang sampah sembarangan di sungai dapat menularkan berbagai penyakit yang berdampak ke lingkungan sekitar.
Kemudian singkat cerita datanglah excavator dari pemprov jakarta, banyak sekali sampah yang ada, dari yang besar hingga kecil pun di sapu bersih sama mesin tersebut. Namun saya sempat berpikir ini harga excavator berapa ya.
Terlepas dari harga, saya bersyukur dan alhamdulillah banget dengan datang satu mobil excavator bisa bantu membersihkan sampah yang mengalir di bantaran sungai. Walaupun hujan deras, kali tetap ngalir lancar, karena tiap hari mobil pengangkut sampah selalu datang.
Menormalisasi Sekitar Sungai
Selain sampah, adapula rumah panggung di sungai yang mengakibatkan aliran sungai sedikit terhambat dan hadirnya sosialisasi, pendekatan dengan warga setempat.
Pembongkaran tersebut pastinya membutuhkan alat berat. Rasa ingin tahu saya meningkat dan makin penasaran sama harga jual excavator, serta ada yang bilang coba cek di scanina. Setelah saya cek harganya masih ratusan juta.
Normalisasi merupakan bentuk terobosan dari pemprov DKI agar memperlancar debit air tetap ngalir deras, terciptanya lingkungan bersih, hidup sehat terjamin, serta adapula pro-kontra yang terjadi pada proses normalisasi kali angke, namun demi kenyamanan bersama proses tersebut lancar.
Ada sebagian warga pindah ketempat yang lebih baik atau di relokasikan ke Rusunawa. Saya termasuk warga yang pindah, kini singgah di daerah kembangan, Jakarta Barat.
Larangan Membuang Sampah
Warga setempat bahu-membahu dan rutin tiap bulannya membersihkan salur air yang masih saja dibuang di tempat tidak semestinya, padahal sudah ada peringatan kalau membuang sampah sembarangan kena denda.
Akhirnya saya dan warga membuat tempat sampah beragam yaitu warna kuning, hijau dan merah untuk memudahkanya kita bisa jelas misalnya tempat sampah warna hijau untuk sampah organik dan warna kuning untuk sampah anorganik.
Sedangkan warna merah untuk sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3). Tiga sampah ini kita rancang untuk mempermudah warga buang sampah sesuai keterangan.
Uniknya sampah yang anorganik kita bisa daur ulang misalnya plastik. Limbah plastik biasanya digunakan sebagai pembungkus barang. Plastik juga digunakan sebagai perabotan rumah tangga seperti ember, piring, gelas dan lain sebagainya.
Dengan edukasi positif dan sosialisasi dari rukun warga setempat, kini saya dapat kabar gembira dari kawan di jelambar kini wilayahnya sudah bersih, tidak jadi langganan banjir, ada penambah pompa baru dan lain sebagainya.
Referensi :
- - https://kumparan.com/lalu-rinaldi/dampak-membuang-sampah-sembarangan-di-sungai-1yHT2kfTbWW
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H