Mohon tunggu...
Eko N Thomas Marbun
Eko N Thomas Marbun Mohon Tunggu... Penulis - I Kerani di Medan Merdeka Utara I

Tertarik pada sepak bola, politik dan sastra

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Prinsip-Prinsip Pancasila dalam Pidato Bung Karno (1 Juni 1945)

31 Mei 2021   12:03 Diperbarui: 1 Juni 2021   07:13 6188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tepat pada hari ini, sekitar 76 tahun yang lalu. Seorang lelaki berumur 44 tahun sedang berpikir keras. Dia sedang memikirkan jurus pamungkas untuk menyatukan bangsanya yang beraneka ragam. Ya, beragam budaya, bahasa, ras dan agamanya! Belum lagi, secara geografis dipisahkan oleh laut yang luas. Ribuan pulau dari Sabang sampai Merauke. Nah, Jurus Pamungkas itu kemudian dia sebut PANCASILA.

Lelaki itu adalah Ir. Soekarno yang pada 17 Agustus 1945 bersama-sama dengan Drs. Mohammad Hatta memproklamirkan Kemerdekaan Indonesia. Tapi, jauh sebelum itu. Bung Karno bersama-sama dengan tokoh-tokoh kemerdekaan Indonesia yang lain berjuang. Bersama-sama merintis jalan menuju Indonesia Merdeka. Salah satunya merumuskan dasar negara.

Menurut Bung Karno  dalam pidatonya tanggal 1 Juni 1945 di depan Dokuritu Zyunbi Tyoosakai,   Indonesia Merdeka harus memiliki philosofische grondslag, sebagai pundamen, filsafat, pikiran, jiwa, hasrat yang sedalam-dalamnya untuk di atasnya didirikan Indonesia Merdeka yang kekal dan abadi. 5 Prinsip yang kemudian disebutnya Pancasila adalah philosofische grondslag yaitu: 1. Kebangsaan Indonesia; 2. Internasionalisme atau perikemanusiaan; 3. Mufakat atau demokrasi; 4. Kesejahteraan sosial; 5. Bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa.

Tanggal 1 Juni 2021 kita akan memperingati Hari Lahir Pancasila dengan tema Pancasila Dalam Tindakan, Bersatu untuk Indonesia Tangguh. Menarik untuk melihat prinsip-prinsip yang dikemukakan Bung Karno dalam Pancasila yang kita kenal sekarang atau dalam alinea ke-empat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Soal prinsip-prinsip ini, kita perlu melihat sebagai satu kesatuan. Sebab, jika melihatnya sebagai sila yang masing-masing terpisah bukan Pancasila namanya!

Ketuhanan Yang Maha Esa

Dalam pidatonya di depan Dokuritu Zyunbi Tyoosakai, Bung Karno menyampaikan (cuplikan pidato):

"Menyusun Indonesia Merdeka dengan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa. Prinsip Ketuhanan! Bukan saja bangsa Indonesia bertuhan, tetapi masing-masing orang Indonesia hendaknya bertuhan Tuhannya sendiri. Yang Kristen menyembah Tuhan menurut petunjuk Isa al Masih, yang Islam bertuhan menurut petunjuk Nabi Muhammad S.A.W., orang Buddha menjalankan ibadatnya menurut kitab-kitab yang ada padanya. Tetapi marilah kita semuanya ber-Tuhan. Hendaknya negara Indonesia ialah negara yang tiap-tiap orangnya dapat menyembah Tuhannya dengan cara yang leluasa. Segenap rakyat hendaknya ber-Tuhan secara kebudayaan, yakni dengan tiada "egoisme-agama". Dan hendaknya Negara Indonesia satu Negara yang bertuhan!

Marilah kita amalkan, jalankan agama, baik Islam, maupun Kristen, dengan cara yang berkeadaban. Apakah cara yang berkeadaban itu? Ialah hormat-menghormati satu sama lain. Nabi Muhammad S.A.W. telah memberi bukti yang cukup tentang verdraagzaamheid, tentang menghormati agama-agama lain. Nabi Isa pun telah menunjukkan verdraagzaamheid. Marilah kita di dalam Indonesia Merdeka yang kita susun ini, sesuai dengan itu, menyatakan: bahwa prinsip kelima dari pada Negara kita, ialah Ketuhanan yang berkebudayaan, Ketuhanan yang berbudi pekerti yang luhur, Ketuhanan yang hormat-menghormati satu sama lain. Hatiku akan berpesta raya, jikalau saudara-saudara menyetujui bahwa Negara Indonesia Merdeka berazaskan Ketuhanan Yang Maha Esa!"

Ketuhanan merupakan tujuan akhir dari sila-sila yang ada. Artinya, puncak dari prinsip-prinsip pemikiran Bung Karno; Kebangsaan Indonesia; Internasionalisme atau perikemanusiaan; Mufakat atau demokrasi dan Kesejahteraan Social merupakan ekspresi kebudayaan yang semuanya harus ditujukan kepada Tuhan Yang Maha Esa sebagai puncak perbuatan manusia Indonesia. Jadi penempatan Sila Ketuhanan diakhir sila bukan berarti merendahkan atau mengabaikan Tuhan Yang Maha Esa, melainkan memuliakan-Nya  sebagai tujuan akhir dari pengamalan keempat sila.

Hal ini dapat dilihat ketika Bung Karno menyampaikan: "disinilah, dalam pangkuan azas yang kelima inilah, saudara- saudara, segenap agama yang ada di Indonesia sekarang ini, akan mendapat tempat yang sebaik-baiknya. Dan Negara kita akan bertuhan pula!"

Kemanusiaan yang Adil dan Beradab

Dalam pidatonya di depan Dokuritu Zyunbi Tyoosakai, Bung Karno menyampaikan (cuplikan pidato):

"Saudara-saudara, tetapi...tetapi...memang prinsip kebangsaan ini ada bahayanya! Bahayanya ialah mungkin orang meruncingkan nasionalisme menjadi chauvinisme, sehingga berfaham "Indonesia uber Alles". Inilah bahayanya! Kita cinta tanah air yang satu, merasa berbangsa yang satu, mempunyai bahasa yang satu. Tetapi Tanah Air kita Indonesia hanya satu bahagian kecil saja dari pada dunia! Ingatlah akan hal ini!

Gandhi berkata: "Saya seorang nasionalis, tetapi kebangsaan saya adalah perikemanusiaan, My nationalism is humanity".

Kebangsaan yang kita anjurkan bukan kebangsaan yang menyendiri, bukan chauvinisme, sebagai dikobar-kobarkan orang di Eropa, yang mengatakan "Deutschland uber Alles", tidak ada yang setinggi Jermania, yang katanya, bangsanya minulyo, berambut jagung dan bermata biru, "bangsa Aria", yang dianggapnya tertinggi diatas dunia, sedang bangsa lain-lain tidak ada harganya. Jangan kita berdiri di atas azas demikian, Tuan-tuan, jangan berkata, bahwa bangsa Indonesialah yang terbagus dan termulya, serta meremehkan bangsa lain. Kita harus menuju persatuan dunia, persaudaraan dunia.

Kita bukan saja harus mendirikan negara Indonesia Merdeka, tetapi kita harus menuju pula kepada kekeluargaan bangsa-bangsa. Justru inilah prinsip saya yang kedua. Inilah filosofisch principe yang nomor dua, yang  saya usulkan kepada Tuan-tuan, yang boleh saya namakan "internasionalisme". Tetapi jikalau saya katakan internasionalisme, bukanlah saya bermaksud kosmopolitisme, yang tidak mau adanya kebangsaan, yang mengatakan tidak ada Indonesia, tidak ada Nippon, tidak ada Birma, tidak ada Inggris, tidak ada Amerika, dan lain-lainnya."

Dalam hal ini yang dimaksud Bung Karno, kemanusiaan adalah nilai universal yang dijungjung tinggi Indonesia sebagai satu bangsa (baik dalam dinamika lokal dan pergaulan internasional).  Maka Indonesia mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Indonesia mengakui persamaan derajat, persamaan hak, dan kewajiban asasi setiap manusia, tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya.

Persatuan Indonesia

Dalam pidatonya di depan Dokuritu Zyunbi Tyoosakai, Bung Karno menyampaikan (cuplikan pidato):

"Saudara-saudara sekalian, kita telah bersidang tiga hari lamanya, banyak pikiran telah dikemukakan, macam-macam , tetapi alangkah benarnya perkataan dr Soekiman, perkataan Ki Bagoes Hadikoesoemo, bahwa kita harus mencari persetujuan, mencari persetujuan faham. Kita bersama-sama mencari persatuan philosophische grondslag, mencari satu weltanschauung yang kita semua setuju. Saya katakan lagi  setuju! Yang saudara Yamin setujui, yang Ki Bagoes setujui, yang Ki  Hajar setujui, yang sdr. Sanoesi setujui, yang sdr. Abikoesno setujui, yang sdr. Lim Koen Hian setujui, pendeknya kita semua mencari satu modus. Tuan Yamin, ini bukan kompromi, tetapi kita bersama-sama mencari satu hal yang kita bersama-sama setujui. Apakah itu? Pertama-tama, saudara-saudara, saya bertanya: Apakah kita hendak mendirikan Indonesia merdeka untuk sesuatu orang, untuk sesuatu golongan?

Pendek kata, bangsa Indonesia, Natie Indonesia, bukanlah sekedar satu golongan orang yang hidup dengan le desir d'etre ensemble diatas daerah kecil seperti Minangkabau, atau Madura, atau Yogya, atau Sunda, atau Bugis, tetapi bangsa Indonesia ialah seluruh manusia-manusia yang, menurut geopolitik yang telah ditentukan oleh Allah S.W.T., tinggal dikesatuannya semua pulau-pulau Indonesia dari ujung Utara Sumatra sampai ke Irian! Seluruhnya!

Kesinilah kita semua harus menuju: mendirikan satu Nationale staat, diatas kesatuan bumi Indonesia dari Ujung Sumatera sampai ke Irian. Saya yakin tidak ada satu golongan diantara tuan-tuan yang tidak mufakat, baik Islam maupun golongan yang dinamakan "golongan kebangsaan". Kesinilah kita harus menuju semuanya.

Karena itu, jikalau tuan-tuan terima baik, marilah kita mengambil sebagai dasar Negara yang pertama: Kebangsaan Indonesia . Kebangsaan Indonesia yang bulat! Bukan kebangsaan Jawa,bukan kebangsaan Sumatera, bukan kebangsaan Borneo, Sulawesi, Bali, atau lainlain,tetapi kebangsaan Indonesia, yang bersama-sama menjadi dasar satu nationale staat."

Dalam konteks ini kita bisa melihat bahwa Bung Karno meyakni bahwa Tuhan Yang Maha Esa telah menakdirkan semua suku-suku yang ada di Indonesia dalam konteks geografisnya adalah satu kesatuan sebagai satu bangsa yakni Indonesia. Kita dapat menafsirkan dalam konteks kebudayaan misalnya, bahwa kebudayaan lokal yang beraneka ragam adalah fundamen budaya Indonesia. Meskipun budaya Jawa berbeda dengan Batak tapi dua-duanya adalah kebudayaan Indonesia.

Indonesia yang utuh adalah perbedaan yang diikat oleh Bhinneka Tunggal Ika!

Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan

Dalam pidatonya di depan Dokuritu Zyunbi Tyoosakai, Bung Karno menyampaikan (cuplikan pidato):

"Kemudian, apakah dasar yang ke-3? Dasar itu ialah dasar mufakat, dasar perwakilan, dasar permusyawaratan. Negara Indonesia bukan satu negara untuk satu orang, bukan satu negara untuk satu golongan, walaupun golongan kaya. Tetapi kita mendirikan negara "semua buat semua", "satu buat semua, semua buat satu".  Saya yakin syarat yang mutlak untuk kuat nya negara Indonesia ialah permusyawaratan perwakilan.

Untuk pihak Islam, inilah tempat yang terbaik untuk memelihara agama. Kita, sayapun, adalah orang Islam, maaf beribu-ribu maaf, keislaman saya jauh belum sempurna, tetapi kalau saudara-saudara membuka saya punya dada, dan melihat saya punya hati, tuan-tuan akan dapati tidak lain tidak bukan hati Islam.

Dan hati Islam Bung karno ini, ingin membela Islam dalam mufakat, dalam permusyawaratan. Dengan cara mufakat, kita perbaiki segala hal, juga keselamatan agama, yaitu dengan jalan pembicaraan atau permusyawaratan di dalam Badan Perwakilan Rakyat

Di dalam perwakilan rakyat saudara-saudara islam dan saudara-saudara kristen bekerjalah sehebat- hebatnya. Kalau misalnya orang Kristen ingin bahwa tiap-tiap letter di dalam peraturan-peraturan negara Indonesia harus menurut Injil, bekerjalah mati-matian, agar suapaya sebagian besar dari pada utusan-utusan yang masuk badan perwakilan Indonesia ialah orang kristen, itu adil, fair play!. Tidak ada satu negara boleh dikatakan negara hidup, kalau tidak ada perjoangan di dalamnya. Jangan kira di Turki tidak ada perjoangan. Jangan kira dalam negara Nippon tidak ada pergeseran pikiran. Allah subhanahuwa Ta'ala memberi pikiran kepada kita, agar supaya dalam pergaulan kita sehari-hari, kita selalu bergosok, seakan-akan menumbuk membersihkan gabah, supaya keluar dari padanya beras, dan beras akan menjadi nasi Indonesia yang sebaik-baiknya. Terimalah saudara-saudara, prinsip nomor 3, yaitu prinsip permusyawaratan."

Dalam konteks ini kita dapat melihat bahwa Bung Karno menekankan bahwa ketika ingin nilai-nilai yang diyakini kelompok tertentu masuk dalam kehidupan bernegara maka harus dilakukan lewat satu permusyawaratan yang diakhir kata mufakat. Hal ini menarik, karena di dalam kata mufakat itu tentu saja bermain nilai-nilai persatuan dan keadilan.

Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Dalam pidatonya di depan Dokuritu Zyunbi Tyoosakai, Bung Karno menyampaikan (cuplikan pidato):

"Apakah kita mau Indonesia Merdeka, yang kaum kapitalnya merajalela, ataukah yang semua rakyat sejahtera, yang semua orang cukup makan, cukup pakaian, hidup dalam kesejahteraan, merasa dipangku oleh Ibu Pertiwi yang cukup memberi sandang-pangan kepadanya? Mana yang kita pilih, saudarasaudara? Jangan saudara kira, bahwa kalau Badan Perwakilan Rakyat sudah ada, kita dengan sendirinya sudah mencapai kesejahteraan ini. Kita sudah lihat, di negara-negara Eropah adalah Badan Perwakilan, adalah parlementaire democracy. Tetapi tidakkah di Eropah justru kaum kapitalis merajalela?

Saudara-saudara, saya usulkan: Kalau kita mencari demokrasi, hendaknya bukan demokrasi barat, tetapi permusyawaratan yang memberi hidup, yakni politiek-ecomische democratie yang mampu mendatangkan kesejahteraan sosial! Rakyat Indonesia sudah lama bicara tentang hal ini. Apakah yang dimaksud dengan Ratu Adil? Yang dimakksud dengan faham Ratu Adil, ialah sociale rechtvaardigheid. Rakyat ingin sejahtera. Rakyat yang tadinya merasa dirinya kurang makan kurang pakaian, menciptakan dunia-baru yang di dalamnya ada keadilan di bawah pimpinan Ratu Adil.

Maka oleh karena itu, jikalau kita memang betul-betul mengerti, mengingat mencinta rakyat Indonesia, marilah kita terima prinsip hal sociale rechtvaardigheid ini, yaitu bukan saja persamaan politiek, saudara-saudara, tetapi pun di atas lapangan ekonomi kita harus mengadakan persamaan, artinya kesejahteraan bersama yang sebaik-baiknya. Saudara-saudara, badan permusyawaratan yang kita akan buat, hendaknya bukan badan permusyawaratan politieke democratie saja, tetapi badan yang bersama dengan masyaraka tedapat mewujudkan dua prinsip: politieke rechtvaardigheid dan sociale rechtvaardigheid."

Dalam konteks ini, Bung Karno menekankan bahwa penyelenggaraan negara harusmenjungjung tinggi persamaan ekonomi bagi seluruh rakyat Indonesia. Kesejahteraan ditujukan bagi seluruh rakyat Indonesia tanpa terkecuali. Oleh karena itu, setiap permusyawaratan dan permufakatan memiliki batasan yakni kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Tidak boleh ada permufakatan yang memenangkan kapitalis dan yang lainnya! 

Referensi: Naskah Pidato 1 Juni 1945

Catatan: Tulisan ini untuk mengenang Hari Lahirnya Pancasila Tanggal 1 Juni. Mohon maaf jika terdapat kesalahan.

Gambar: Dokumentasi Pribadi
Gambar: Dokumentasi Pribadi

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun