Apa yang anda bayangkan tentang "peran pers" di era dimana kita (pembaca) sudah tahu informasi bahkan sebelum naik meja redaksi?
Kita Semua Insan Pers
Pada peringatan Hari Pers Nasional 2020, rasanya tidak tepat tanpa melihat dari konteks kekinian. Hal itu, kita mulai dari teknologi internet yang terus berkembang. Digitalisasi dan media sosial, sejak itu pulalah medan perang pers berubah.
 Tugas pers itu sendiri diambil alih! Orang-orang (tanpa harus menjadi jurnalis) sudah melakukan kegiatan jurnalistik. Mereka mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya.Sarana yang dimanfaatkan beragam media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.
Sederhana saja, katakanlah ada seorang pengendara motor melihat ada kecelakaan, merekam sambil dia bercerita lalu hasilnya dikirim ke grub whatsap. Informasi tersampaikan dalam hitungan detik.Lalu masihkah kita butuh pers? Bukan kita adalah pers itu sendiri?
Disrupsi Si Biang Kerok
Di era saat ini, Kompas yang berkantor di Palmerah yang sehari-hari melakukan kerja-kerja jurnalistik baik cetak dan elektronik ditantang sebut saja si Udin. Udin ini kerjanya muter-muter, main-main gadget dan publish situasi Jakarta di Instagram secara real time jadilah berita. Bisa juga si Togar yang hobi makan sambal ngevlog, ya, influencer. Itulah faktanya! Udin dan Togar melaksanakannya kapan dan di mana pun tanpa proses editing yang ribet. Dia menjadi segalanya yakni perusahaan pers, kantor berita dan jurnalisnya!
Ini memang era disrupsi. Perkembagan Ilmu pengetahuan dan Teknologi telah merobohkan tatanan Pers konvensional. Pers model lama pelan-pelan akan mati. Mungkin masih ada yang setia. Rugi asal tidak mati. Ekosistem pers kekinian telah dijajah platform-platform yang menyerupai media/pers. Mereka mengambilalih ceruk keuntungan media/pers.
Inovasi telah menggantikan cara-cara lama dengan cara baru yang cepat dan murah. Hal potensial lain yakni akan ada pergantian pemain. Mereka yang tua dan old fashion akan digantikan yang muda dan trendy. Kata Clayton Christensen, professor di Harvard Business School, Disrupsi bersifat destruktif dan kreatif.
Garda Penangkal Hoaks, Mestinya Non Partisan