Mohon tunggu...
Eko N Thomas Marbun
Eko N Thomas Marbun Mohon Tunggu... Penulis - I Kerani di Medan Merdeka Utara I

Tertarik pada sepak bola, politik dan sastra

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Onan, Pasar Rakyat Batak yang Terlupakan

27 Januari 2017   16:22 Diperbarui: 27 Januari 2017   16:32 752
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apakah Onan Itu?

Padanan kata dalam Bahas Batak yang bersamaan dengan Pasar Rakyat adalah Onan. Onan adalah pusat keramaian yang harinya sudah tertentu. Bahkan dari zaman dahulu sampai saat ini, di daerah-daerah Tapanuli, pola yang sama masih berlaku. Balige misalnya, di ibukota Kabupaten Toba Samosir itu, Hari Onan adalah Hari Jumat. Maka setiap hari Jumat, orang-orang akan berdatangan dari berbagai kecamatan di sekitarnya. Bahkan dari kabupaten tetangga. Apakah hal itu melulu untuk berdagang? Untuk saat ini, mungkin jawabannya iya. Tapi tidak untuk zaman dulu.

Onan memiliki posisi yang strategis dalam tatanan hidup orang batak. Hal ini disebabkan oleh fungsi-fungsi yang melekat di dalamnya. Onan tidak melulu berfungsi sebagai tempat jual-beli yang mencerminkan fungsi ekonomi yang melekat di dalamnya. Melainkan fungsinya lebih luas seperti fungsi sosial, politik dan kebudayaan. Nilai-nilai yang sebenarnya saat ini perlu digali kembali.

Pada zaman dulu, orang-orang dari berbagai tempat akan kesulitan untuk saling bertemu secara teratur. Bahkan untuk sekedar bertukar informasi tidak ada tempat lain selain Onan. Terkadang memang ada peristiwa-peristiwa tertentu yang menciptakan keramaian seperti horja dan pesta tetapi tidak rutin seperti Onan. Maka orang-orang berangkat ke pasar tidak melulu untuk berniaga.

Lantas Nilai-Nilai Apa Yang Bisa Kita Pelajari Dari Onan?

Sebelum berbicara nilai-nilai, mari kita hilangkan bayangan pasar yang ada toko-toko dari pikiran kita. Bayangkan saja kerumunan yang terdiri 200 sampai 500 orang di satu tanah lapang yang di kanan-kirinya ada pohon beringin. Ada beberapa orang yang melakukan jual beli beras, ikan asin dan garam. Kebutuhan paling pokok saat itu. Ada pula yang hilir-mudik atau saling bercengkerama. Lalu, dibawah pohon beringin ada para tetua yang sedang bermusyawarah. Itulah sekilas gambaran Onan pada zaman dahulu.

Onan adalah lembaga yang memiliki hukum sendiri atas segala aktivitas yang ada di dalamnya. Hukum yang bertujuan untuk menciptakan ketertiban dan yang menjamin keamanan serta kebebasan lalu lintas perdagangan antar wilayah dan dunia luar termasuk meliputi norma-norma moral sosial.

Di dalam onan, selalu berlaku hukum kesamaan sukatan atau ukuran yang telah ditentukan standarnya (sudah baku) dan harga yang sudah ditentukan berlaku umum. Oleh karena itu, setiap pelanggaran akan dianggap perbuatan melawan hukum dan orang yang melakukannya harus dihukum. Kalau kita tarik ke zaman ini maka kekuatannya adalah ‘kesepakatan’ yang seringkali bagi pihak-pihak yang kekurangan informasi seringkali menjadi korban bagi ‘kelihaian’ orang lain.

Menariknya lagi, ada hukum perdamaian yang melindungi orang-orang yang beraktivitas di Onan. Konon, sehari sebelum dan sesudah Hari Onan, setiap pengunjung pasar tidak boleh diganggu oleh siapa pun atau dengan alasan apa pun. Selama tiga hari itu setiap bentuk konflik yang menjurus kepada kekerasan harus dihentikan. Konflik yang timbul harus disampaikan kepada Pengurus Lembaga Onan yang akan bertindak sebagai “pendamai” atas setiap perselisihan.

Pihak yang mengabaikan hukum perdamaian akan ditindak oleh Pengurus Lembaga Onan yang terdiri dari raja-raja. Lantas saat ini, apa yang kita lihat dengan ‘kedamaian pasar’? Pasar adalah tempat dimana kita dengan mudah menemukan pencuri, pencopet, renteinir, tukang palak, dan penipu. Maka tidak heran orang-orang takut ke pasar.

Selain hukum niaga tersebut, Lembaga Onan juga membentuk standar moral yang ketat yang melindungi orang-orang yang ada di dalamnya. Pertama, orang-orang tidak boleh (pantang) menagih piutang pada hari onan. Hutang-piutang harus diselesaikan di luar hari onan. Kedua,Onan adalah wilayah yang dilindungi. Seseorang yang merasa terancam oleh tindakan di luar hukum, ia dapat mencari suaka ke Onan, tempat resmi mencari perlindungan dan mengajukan persoalannya maka dia tidak boleh diganggu lagi oleh si penuntut sampai menanti proses wajar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun