Mohon tunggu...
Ekky Erdiansyah
Ekky Erdiansyah Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Blogger

Sedikit bicara, banyak mengetik.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Apakah Budaya "Spill The Tea" di Media Sosial Itu Positif?

24 Agustus 2020   10:21 Diperbarui: 9 Juni 2021   12:37 1480
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Buat yang belum tau budaya spill the tea itu apa, spill the tea atau yang lebih akrab dengan sebutan budaya spill merupakan suatu budaya buka-bukaan suatu kasus di media sosial (medsos).

Entah kenapa akhir-akhir ini, tren spill ini makin sering aja dilakuin para netizen di medsos macam Twitter, Facebook maupun Instagram. Kasus yang dibongkar pun bermacam-macam, ada kasus pelecehan seksual, terus kasus penipuan, utang-piutang, pemerkosaan, dan masih banyak lagi.

Baca juga: Budaya "Spill The Tea" dan Pengaruhnya terhadap Perilaku Perundungan Online

Nah, ngomong-ngomong soal budaya spill the tea ini, kira-kira budaya ini tuh positif atau enggak sih? Buat yang penasaran sama jawabannya, silahkan baca ulasan di bawah ini.

Positif atau Negatif?

Sumber : teepublic.com
Sumber : teepublic.com
Tanpa berlama-lama lagi, saya akan menjawab kalo budaya spill the tea itu bisa positif, bisa pula negatif. Lho, kok cari aman banget sih jawabannya? Ya simpel aja sih, budaya spill itu emang nyatanya "bermata dua".

Baca juga: Fenomena "Spill The Tea" dalam Kacamata Hukum

Kita bahas yang positifnya dulu yah. Positifnya budaya spill di media sosial ini tentunya bisa membuat kasus yang di-spill tersebut bisa saja lebih cepat ditindak oleh pihak berwajib (sesuai dengan prosedur yang berlaku tentunya) karena seperti yang kita tau, suatu kasus yang sensasional kalo udah di-share di medsos, potensi ramainya bakalan lebih gede aja sih kalo menurut saya.

Kalo dampak negatif dari budaya spill ini sendiri ada dua. Pertama, tukang spill rawan dituntut balik menggunakan pasal 27 ayat 3 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) oleh (terduga) pelaku. 

Baca juga: Spill The Tea Merebak di Twitter: Cyber Bullying atau Tidak?

Lalu yang kedua, tukang spill rawan di-bully juga para netizen kalo penyampaian spill-nya terkesan blunder atau kasus yang di-spill tersebut tau-tau terbukti fitnah seperti kasus spill oleh beberapa netizen terkait rumah sakit yang (katanya) meng-Covid-kan paksa para pasien pada beberapa bulan yang lalu.

Sumber : twitter.com/mazzini_gsp
Sumber : twitter.com/mazzini_gsp
Solusi Terbaik

Saran saya, daripada kalian jadi tukang spill kasus di medsos, kalian mending langsung lapor polisi aja deh kalo kalian merasa dirugikan sama orang lain. Sebelum melapor ke polisi, jangan lupa juga buat sertain bukti-bukti konkret kalo kalian merasa dirugikan supaya kasus kalian kedepannya bisa diselesaikan dengan baik dan cepat, serta kaliannya sendiri juga gak bakalan lagi tuh kena "bumerang" yang bernama UU ITE itu.

Sumber : Opini pribadi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun