Mohon tunggu...
Eki Saputra
Eki Saputra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis lepas

Seorang penikmat karya fiksi dan film pendek. Suka membaca dan menulis fiksi. Akun kedua ini khusus untuk tulisan fiksi. https://ekisaputra.my.id/

Selanjutnya

Tutup

Book

Ketika Ilalang dan Kebun Menjadi Saksi Bisu

27 Februari 2023   12:28 Diperbarui: 27 Februari 2023   12:35 412
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

KSIB dituturkan melalui dua sudut pandang (point of view/POV), yakni sudut pandang orang pertama untuk penuturan maupun surat-surat dari Nirwan, dan sudut pandang orang ketiga untuk tokoh-tokoh lainnya, seperti Widura (pengacara dan juga kekasih Puti Kasi), Awan, Teguh, Musni, Sumi, Yulina, dan yang lainnya. 

Di satu sisi, kedua POV ini terkadang membuat saya sebagai pembaca pusing karena harus konsentrasi penuh untuk dapat mengikuti alur waktu maupun kejadian. 

Gemas juga, karena saat di bab tertentu emosi sedang diaduk, hingga rasanya ingin berteriak memberi tahu dunia tentang kemunafikan dan kejahatan orang-orang tertentu, perasaan tersebut dipaksa berhenti karena pada bab berikutnya POV kembali berganti. Di sisi lain, penggunaan POV ganda ini sungguh tepat untuk mendeskripsikan kisah dan karakter para tokoh secara menyeluruh.

Gaya penulis di dalam KSIB begitu kental akan rasa sastrawi. Deskripsinya dalam menggambarkan latar tempat dan suasana, narasinya dalam pendalaman karakter tiap tokoh, serta penggunaan diksi yang memuat cukup banyak kosakata lokal daerah, semakin menguatkan posisi KSIB layak bersanding dengan karya-karya sastra lama. 

Saya merasa seolah ditarik kembali ke masa remaja saat waktu-waktu malam setelah belajar, saya habiskan untuk segera menuntaskan Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari dan Harimau! Harimau! karya Mochtar Lubis yang saya pinjam dari perpustakaan. KSIB membuat saya bernostalgia ke masa lampau sekaligus memberi warna baru sastra masa kini.

KSIB juga mengingatkan kepada karya-karya salah satu penulis favorit saya, Khaled Hosseini. Novel-novelnya yang berlatar Afghanistan, begitu kental dan berkesan kuat oleh penggambaran latar tempat dan waktu tertentu. 

Sama seperti KSIB pula, The Kite Runner dan A Thousand Splendid Suns (dua judul pertama Hosseini) mengangkat isu sosial politik dan budaya daerah setempat. Namun, sedikit berbeda dengan karya Hosseini, KSIB tidak mengembangkan hubungan antar-karakter menjadi terlalu dalam. 

Kisah kasih romantika ataupun kejadian traumatik yang dialami oleh para tokoh di dalam cerita, disampaikan secara halus dan natural oleh penulis. Meskipun hal-hal tersebut mampu mengarahkan imajinasi ke arah emosi yang dalam, tetapi tidak sampai menjadi emosi kuat yang meletup-letup.

Akhir ulasan, saya ingin mengangkat penghargaan kepada penulis, Eki Saputra, yang telah mengangkat kisah ini menjadi sebuah karya fiksi yang sangat keren. Sebagai pembaca, saya memberikan nilai 9 dari skala 10. Tentunya tidak ada gading yang tak retak, dan kesempurnaan hanyalah milik Yang Mahakuasa saja, bukan? Semoga Eki bisa terus produktif dan menjadi sastrawan negeri yang turut mencerdaskan literasi anak bangsa melalui karya-karyanya.

Depok, 20 November 2022

Resensi ditulis pertama kali di media sosial Opinia. Publikasi ulang telah mendapatkan izin dari penulis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun