Bima sembari mata berkaca-kaca menceritakan keadaan orang tuanya yang kabarnya mengalami intimidasi. Ia juga menambahkan bahwa polisi datang ke rumah, memeriksa sejumlah dokumen-dokumen pribadinya miliknya.
Mendengar pengakuan Bima, sontak saja netizen berang dan ramai-ramai mendukung usaha Bima.Â
Semula viralnya Bima hanya di TikTok, tetapi dengan cepat merambah ke media sosial lain, seperti trending di platform Facebook dan Twitter. Dukungan kepada Bima tidak hanya berasal dari warga Lampung, tetapi datang dari pelbagai penjuru negeri.Â
Para aktivis, pemengaruh, dan tokoh publik tak ketinggalan ikut-ikutan berkomentar membela Bima. Media pun turut meliput kasus Bima. Semua mata kini mengarah pada kasus tersebut. Rasanya sudah pantas fenomena ini kita kenang dengan istilah baru. Saya menyebutnya Bimaisme.
Bimaisme: Mengapa Bima Viral?
Bimaisme adalah gerakan mengkritik yang dilakukan anak muda secara mandiri dan terbuka lewat bantuan media sosial dan mendapatkan dukungan penuh dari masyarakat.Â
Bimaisme bukan fenomena baru dan pertama kali terjadi. Sebelum Bima, tentu sudah ada influencer dan warganet pendahulu yang pernah melakukan gerakan serupa, tapi dilakukan lewat platform yang berbeda.Â
Namun, sayangnya kebanyakan mereka tidak seberuntung nasib Bima. Beberapa di antara mereka berakhir menjadi tahanan, kehilangan pekerjaan, atau kritiknya justru tenggelam oleh isu lain.
Sebelum viralnya Bima, sejumlah BEM kampus di Indonesia misalnya, pernah melakukan protes kepada DPR RI dan pemerintah soal pengesahan UU Cipta Kerja dengan meme video "tikus, Puan, dan senayan " yang diunggah lewat platform asal China itu.Â
Pertanyaannya mengapa kritik Bima gaungnya lebih cepat menyebar dan menyentuh banyak pihak?
Penjabaran yang Berani, Frontal, dan Mudah Diterima Publik