Mohon tunggu...
Eka Nawa Dwi Sapta
Eka Nawa Dwi Sapta Mohon Tunggu... Penulis - Penulis lepas

Penulis lepas, pelahap buku, pencinta dongeng. Menulis apa pun yang sedang ingin ditulis.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Pengobatan Alternatif Bukan Pilihan, Melainkan Keputusasaan

8 April 2023   17:11 Diperbarui: 8 April 2023   19:31 228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Adanya orang-orang yang yakin pada dunia klenik dan mistik merupakan kelaziman di komunal kita sekarang. Barangkali profesi 'dukun' setali tiga uang dengan dokter di mata mereka.

Biarpun demikian, tak serta-merta kita mengira asal-usulnya berangkat dari hal itu saja. Mengidap penyakit berbahaya dan mematikan, atau cedera parah seperti patah tulang, sesungguhnya dekat dengan 'biaya' pengobatan dan perawatan yang mahal. 

Sementara itu, dari tahun ke tahun biaya berobat di negara kita kian sulit dijangkau oleh rakyat kelas menengah ke bawah dan miskin, kecuali dengan jalan asuransi atau sokongan pelbagai pihak. 

Terkadang asuransi kesehatan yang dibayarkan melalui BPJS atau disubsidi pemerintah lewat JKN-KIS pun masih sering ditemukan hambatan di lapangan. Bahkan pasien kerap mengadu karena mengalami 'diskriminasi' di rumah sakit pemerintah atau puskesmas daerah. Baru-baru ini malahan muncul konten viral yang menyinggung situasi tersebut sehingga dikecam berbagai pihak.

Di samping itu, umumnya prosedur administrasi untuk mengakses layanan kesehatan baik di rumah sakit pemerintah maupun puskesmas acap kali berbelit-belit. 

Ketika pasien hendak berobat dalam kondisi darurat, mereka mesti dihadang dahulu oleh isian dokumen-dokumen dan persyaratan yang menyusahkan. Belum lagi oknum nakes malas di beberapa tempat dengan sengaja menutup puskesmas lebih awal. Makanya tak jarang ada kasus-kasus pasien meninggal sebelum sempat ditangani oleh nakes.

Bukti paling nyata betapa masih jauhnya akses layanan kesehatan memadai dengan masyarakat miskin, yakni beberapa pasien penyakit kronis harus membuka donasi di media sosial. 

Salah seorang yang saya kenal terpaksa membuka donasi untuk pengobatan ayahnya. Sedihnya, sebelum dana sempat terkumpul, sang ayah sudah tak tertolong dan gagal dioperasi.

Sebaliknya, teman sekolah saya bernasib lebih beruntung. Setelah hampir setahun tidak dapat bangkit dari kasurnya, ia akhirnya berhasil dioperasi berkat sokongan dana dari banyak orang di medsos dan platform fundraising.

Sesungguhnya ini semua sudah menunjukkan masih banyak pe-er yang harus dibenahi pemerintah kita dan dijadikan bahan evaluasi untuk kebijakan di masa mendatang. 

Dan bagi para nakes, ketimbang meledek rakyat yang belum teredukasi dan masih percaya perklenikan di medsos, mungkin ada baiknya kalian ikut berbenah dan fokus menyebarluaskan informasi-informasi yang dapat membuka wawasan masyarakat secara luas, tidak hanya di kalangan terdidik, melainkan para marjinal dan kelompok nonterdidik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun