Mohon tunggu...
Eka Nawa Dwi Sapta
Eka Nawa Dwi Sapta Mohon Tunggu... Penulis - Penulis lepas

Penulis lepas, pelahap buku, pencinta dongeng. Menulis apa pun yang sedang ingin ditulis.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Cara Mudah Menulis Novel dengan Konsisten

18 Oktober 2022   05:51 Diperbarui: 18 Oktober 2022   06:01 438
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi oleh Pexels

"Menulis novel itu seperti makan kue tar. Memakan terlalu banyak, membuat kita mual karena kekenyangan. Tapi mencicip cuma sedikit dapat memancing keinginan buat mencoba dan mencoba lagi."

Tidak konsisten menyelesaikan proyek novel sudah menjadi masalah umum bagi para penulis pemula dan amatiran. Hal ini barangkali karena sebagian dari kita masih bingung dan pasrah dengan kondisi "perasaan" yang kita hadapi ketika sedang menulis. Perasaan yang kerap disalahartikan sebagai mood, padahal itu bukan sepenuhnya mood.

Ada hari ketika kamu merasa tulisan yang kamu kerjakan sudah memuakkan, cukup, dan seharusnya tak pernah ditamatkan, ya, hari ketika kamu merasa baru saja mengerjakan naskah terjelek di dunia. 

Godaan agar kamu segera menghapus draft itu berbisik-bisik di telinga. Jika naskahmu dalam bentuk kertas, saya yakin, kamu bersiap-siap menyatukannya dalam kardus sebelum dibakar tanpa ampun dengan bensin pertalite yang konon harganya sedang naik.

Lain waktu, kamu tiba-tiba merasa jenius seperti J.K Rowling. Naskah yang kamu tulis terlihat keren dan menakjubkan. Kamu pikir, sungguh ini hebat! Tidak ada penerbit yang akan menolak naskah sebagus ini! 

Dalam khayalanmu, kamu kelak menjadi penulis buku best seller dan sibuk menandatangani buku-bukumu, lalu sibuk meladeni puluhan wawancara media dan podcast, menerima penghargaan sastra paling bergengsi di tanah air, dan residensi ke berbagai negara.

Atau mungkin versi pesimis, kamu merasa dirimu mirip seorang Kafka atau Poe yang kelak karyanya baru akan dihargai setelah meninggal dunia. Hari itu kamu bak kesetanan melanjutkan lagi novelmu yang mangkrak menjadi bertambah delapan bab. Tidak tanggung-tanggung, kamu bahkan menulis delapan bab sekaligus!

Begitulah menulis novel. Menulis novel persis remaja yang sedang jatuh cinta. Di awal-awal sedang kasmaran, kita termotivasi melakukan berbagai upaya demi menarik perhatian bakal pasangan itu. Di pertengahan, saat kita merasa tidak ada lagi harapan, kita mulai membenci sang gebetan dan berpikir bagaimana cara mengenyahkan dia dari pikiran kita. Namun, alih-alih berhenti dan menyerah, kita ternyata masih berusaha ingin dekat dan mengobrol intens dengannya. Apakah hubungan kita nanti sampai jadian atau bakal di-php sampai kiamat, itu soal lain, yang penting kita pernah berjuang sampai titik akhir.

Sebenarnya, goals utama dari menulis novel adalah bagaimana kita menyusun cerita agar selesai hingga akhir. Baik itu akhir yang menyenangkan maupun tidak menyenangkan. Draft novel yang kita tulis, tidak peduli penuh dengan cacat cela, payah, atau jauh dari kata layak, seharusnya tetap kita pertahankan. Toh setelah menulis, kita masih punya tahapan lagi, yakni tahap swasunting.

Alasan kita sering merasa malas dan menunda-nunda meneruskan novel yang sedang kita kerjakan sering kali karena didesak pertanyaan dari dalam diri kita sendiri. Pertanyaan-pertanyaan pesimis alias penuh keraguan, misalnya bertanya apakah aku ini bisa menulis? Apakah aku kreatif? Apakah tulisanku layak? Apakah tulisanku jelek? Apakah aku sudah seperti para penulis lain? Bisakah aku menulis dengan tekun? Apa aku punya ketekunan itu? Mungkinkah aku menamatkan naskah ini? Apakah ini akan diterbitkan?

Saat jawabannya IYA, maka kamu akan melanjutkan tulisanmu seperti hari sebelum-sebelumnya tanpa hambatan, tanpa gangguan. Namun, ketika jawabannya TIDAK, sebaliknya kamu akan tenggelam dalam perasaan rendah diri dan gelombang keputusasaan.

Sudah waktunya berhenti meragukan dirimu sendiri. Ambil laptop atau pena dan mulailah mengetik cerita yang ingin kamu buat. Jika pikiran itu muncul lagi, mari abaikan saja dan terulah mengetik. Sadari bahwa perasaan ini hanya sementara.

Besok, lusa, tubin ulangi proses menulis itu terus-menerus. Pikirkan saja, saat ini yang terpenting bagimu adalah menyelesaikan draft. Urusan akan diterbitkan atau tidak, itu soal belakangan.

Satu nasihat yang jelas dan perlu kamu ingat, yakni tak ada satu pun penerbit di dunia ini yang akan menerbitkan novel dalam kepala penulis. Tidak ada. Mereka butuh naskah. Naskah jadi yang sudah disunting berkali-kali. Jadi, berhenti meragukan kemampuan diri dan mulailah menulis. Kurangi berpikir, perbanyak aksi, take action!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun