Mohon tunggu...
Eka Nawa Dwi Sapta
Eka Nawa Dwi Sapta Mohon Tunggu... Penulis - Penulis lepas

Penulis lepas, pelahap buku, pencinta dongeng. Menulis apa pun yang sedang ingin ditulis.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Cukup! Prank "Sembako Sampah" dan Sejenisnya Harus Diakhiri

4 Mei 2020   13:48 Diperbarui: 4 Mei 2020   13:39 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Bosan dengan prank belakangan yang semakin parah via Pixabay.com (PIXABAY.COM/ROBBINHIGGINS)

Tak dipungkiri lagi, kelakuan youtuber di Indonesia yang kurang bermoral, tentu saja didukung oleh kebiasaan pengguna internet di Indonesia yang masih suka dengan konten-konten semacam itu. Lihat saja, konten asal jadi milik mereka gampang sekali berjajar di trending ketimbang youtuber yang bersusah payah membuat video menarik dan berisi (memiliki nilai manfaat).

Ya, ya, ya, saya tahu kadang manusia butuh hiburan. Tapi enggak juga menghibur diri lewat tontonan menyakiti orang lain atau komedi rendahan semacam itu, lebih-lebih kalau itu terbilang nyata bukan fiktif.  Coba deh, kalau kita yang mengalami hal demikian, kira-kira bakal tertawa enggak?

"Eh, tapi ada juga yang fiktif lho."

 Iya saya tahu, di medsos ada seorang youtuber (yang kemarin nantangin orang supaya makan waktu puasa) ketahuan sering bikin prank dengan subjeknya anggota keluarga sendiri (yang direkayasa jadi seolah-olah orang lain). 

Apa yang bisa kalian petik dari hiburan semacam ini? Sekalian nonton drama, film, atau buat sendiri pengalaman hidupmu kalau penasaran dengan reaksi-reaksi manusia yang beragam.

Kamu penasaran dengan reaksi prank jadi tuna wisma masuk ke hotel? ya kalian pikir sendiri seandainya kalian jadi petugas hotel dan harus berhadapan konflik semacam itu. Para gelandangan pun bahkan enggak akan mau merendahkan diri mereka dengan meminta diejek oleh orang-orang. Kenapa si pembuat konten malah melebih-lebihikan diri, seperti ingin menguji empati orang lain tapi dengan cara salah.

Duh, kalau saya ceritakan perbuatan tak wajar para prankster negara ini, maka bisa keram jari saya mengetik. Padahal hanya untuk menggambarkan betapa seringnya kejahilan bodoh diberi tepuk tangan dan sorak-sorai oleh penduduk bangsa kita (bahkan pernah diundang ke istana dan rumah dewan).  Perbuatan saya pun rasanya turut sia-sia, karena yang sering diingatkan malah makin menjadi-jadi.

Sekali lagi, dan terakhir kali,  saya memberi teguran keras kepada semua kreator untuk berhenti membuat "konten sampah". Berhenti rusak generasi kita dengan perbuatan kalian yang tidak bermoral. Cukup sudah kasus stafsus milenial yang mencoreng milenial, tolong jangan ditambah-tambahi lagi dengan ulah kalian.

Harapan saya, semoga prank sembako isi sampah dan batu ini adalah pertanda tamatnya aksi prank sejenis. Pihak berwenang juga diharapkan turut serta memberikan hukuman yang pantas kepada oknum. Bukan sekadar penjara atau denda. Karena hukuman semacam itu nyatanya tidak serta merta bisa mengubah pola pikir mereka. Suruh saja turun jadi relawan sosial atau aksi tanggap bencana. Minimal bisa mendidik kepala sekaligus hati agar bisa berempati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun