Memori tentang mantan memang bukan untuk diratapi atau disesali, melainkan dipetik hikmahnya, didaur-ulang menjadi sesuatu yang lebih baik, ketimbang dijadikan sarana untuk membenci atau memutus semua ikatan yang jauh-jauh dibangun. Kebanyakkan orang memilih mengasingkan diri dan saling memusuhi.
Kenapa kisah perjalanan hubungan itu mesti cepat-cepat dibuang di tengah bab buku kehidupanmu? Bukankah lebih baik ditutup dan disatukan dalam satu bab masa lalu?
Satu-satunya cara menutup bab tentang mantan adalah 'berhenti mencoba melupakannya'. Untuk apa bersusah payah bersembunyi dari kenyataan yang ada. Karena semakin engkau mencoba melupakan, maka semakin kuatlah ingatan itu. Akui saja, pernah ada mantan yang berperan dalam lakon hidupmu. Entah dalam konotasi positif maupun negatif.
Pada akhirnya hidup tidak akan selalu berjalan baik. Dan sejatinya tak mungkin mengikuti harapan-harapan yang kita inginkan. Mau tidak mau kita harus ikhlas menerima 'takdir', termasuk perkara jodoh. Berhenti menghindari mantan dan meratapi masa lalu yang telah dijalani.
Belajar dari Khalil Gibran yang melahirkan karya sastra hebat berkat mantan-mantan kekasihnya. Kita juga bisa meniru Raditya Dika, yang mengubah kisah cintanya jadi novel komedi romantis. Siapa sangka? novel-novelnya itu laris di pasaran sampai-sampai angkat ke layar lebar. Nah, kalau sudah begitu, masihkah kamu menganggap mantan cuma kenangan buruk yang perlu dilupakan?
***
Tulisan estafet perdana sambung menyambung menjadi konten oleh Tim Supernova yang beranggotakan Eki Saputra, Rianyza Gayatri, dan Anggi Nadia Utari.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H