Mohon tunggu...
Eka Nawa Dwi Sapta
Eka Nawa Dwi Sapta Mohon Tunggu... Penulis - Penulis lepas

Penulis lepas, pelahap buku, pencinta dongeng. Menulis apa pun yang sedang ingin ditulis.

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Pesona Surga Hijau di Tanah Pagaralam

29 Desember 2019   21:06 Diperbarui: 29 Desember 2019   21:08 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Saya yang disensor numpang foto di spot gratis hehe (Dok. Pribadi)

Pagaralam kini tengah ramai dibicarakan. Baik karena teror harimau yang sempat menjatuhkan korban atau kecelakaan bus Sriwijaya jurusan Bengkulu-Palembang senin lalu (23/12) yang terjadi di Desa Prahu Dipo, Pagaralam.

Dua berita besar ini tentu membuat Pagaralam diingat masyarakat luar sebagai wilayah 'tidak aman', terbukti dengan menurunnya jumlah penyewa vila menjelang pergantian tahun.

Gubernur Sumatera Selatan sampai-sampai ikut turun tangan menyampaikan mengenai kondisi terakhir Kota Pagaralam. Menurutnya, pasca konflik antara harimau dan warga, kini keadaan wilayah Pagaralam tidak lagi meresahkan.

Dilansir dari laman Kompas (27/12) Herman Deru memberikan keterangan soal teror harimau, "Menurut BKSDA, harimau itu mempunyai daya ingat yang luar biasa. Bahkan di kejadian pertama, penebang kayu yang pakai chainsaw itu adalah orang yang diterkam pertama, karena dianggap merusak kandangnya,."

Keterangan yang disampaikan Gubernur Sumatera Selatan itu memang bisa dibenarkan. Harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) meskipun karnivora, bukanlah binatang yang menyerang manusia tanpa alasan. Satwa kritis yang dilindungi itu masih berada di wilayah habitat aslinya.

Sangat disayangkan media yang memframing seolah-olah harimau bertindak brutal, padahal aslinya populasi mereka yang terancam.

Selama ini hubungan antara suku Besemah (Pasemah people) dan harimau sumatera di kawasan tersebut sebenarnya harmonis. Ada ikatan budaya tersendiri nan amat kental yang dipercayai penduduk setempat, seperti mempercayai bahwasanya harimau-harimau itu "puyang" yang dihormati.

Suatu kali saya berkunjung ke Pagaralam untuk berwisata, saya mendapati adat-istiadat masih tercermin dari kehidupan masyarakat lokal. Orang tua teman saya, penduduk asli Pagaralam memberikan beberapa wejangan-wejangan penting sebelum saya dan teman-teman saya menjajaki kota yang punya bentang alam menakjubkan itu.


Tugu Rimau
Ada satu pantangan yang saya ingat ketika akan berwisata ke Tugu Rimau, salah satu ikon wisata favorit di kota serba hijau itu. Letaknya berada di kaki gunung dempo dan merupakan titik awal pendakian. Pantangan yang diberikan oleh orang tua sahabat saya kala itu begini, 

"Jangan berpikiran buruk dan mencela apapun yang dilihat, kalau ada yang kurang mengena cukup simpan dalam hati."

Pesan itu saya terima dengan baik, begitupun teman-teman saya. Kami memang berniat untuk liburan, jadi sudah seharusnya semua pikiran negatif dibuang jauh-jauh.

Lokasi Tugu Rimau (Dok. Pribadi)
Lokasi Tugu Rimau (Dok. Pribadi)

Tiba di lokasi, sebuah tulisan besar PAGARALAM mengingatkan saya dengan Hollywood Sign, sebuah landmark terkenal di Amerika. Saya juga melihat patung rimau berpakaian adat Sumatera Selatan sambil membawa obor sedang berdiri gagah. Itulah sambutan yang menarik hati ketika sampai di bekas lokasi venue cabang olahraga paralayang  PON XVI itu.

Alangkah indahnya kuasa Tuhan! Hanya itu yang tergambar di kepala saya saat berada di ketinggian 1820 dpl itu. Kebun teh yang rapi dan sejajar mendatangkan ketenangan yang tak terhingga. Ada kesan mendalam di sana, selain karena berangkat dengan teman seperjuangan, di sana saya menyadari kenyataan bahwa memang sedang di pagari oleh bentang alam. Kata 'pagar' bermakna melindungi. Di lindungi oleh alam, menyatu dengan alam, dan saya adalah partikel pembentuk alam.  

Pemandangan dari atas Tugu Rimau (Dok. Pribadi)
Pemandangan dari atas Tugu Rimau (Dok. Pribadi)

Merasakan udara segar 14 derajat celcius itu masuk ke lubang hidung dan menerpa pori-pori kulit adalah sesuatu yang jarang saya dapatkan. Maka saya setelah berswafoto, lebih memilih duduk di atas rumput sembari menyaksikan kabut yang perlahan menutup panorama.

Tugu Rimau hanya cuplikan kecil dari "Surga Pagaralam". Masih ada lokasi wajib yang harus didatangi, yaitu curug. Curug dalam bahasa Jawa berarti air terjun. Di Pagaralam ada beberapa curug, kebetulan yang kami kunjungi hanya Curug Embun dan Curug Mangkok.  

Curug Embun dan Curug Mangkok
Cughup Embun berada di Desa Pematang Bango, kaki Gunung Dempo, Pagaralam. Berjarak hanya dua kilometer dari pusat kota atau membutuhkan waktu sekitar 15 menit. Untuk sampai ke sana, kita harus melewati hutan dan beberapa perkebunan kopi milik warga. Pemandangan yang sangat memanjakan mata.

Setelah sampai di lokasi, kita mesti tracking menurun, melewati tangga-tangga yang lumayan curam. Sesuatu yang wajar, mengingat Curug Embun adalah curug tertinggi di Pagaralam yang memiliki ketinggian pancuran sampai 100 meter. Kata embun merujuk terhadap karakter unik si curug, di mana embun terbentuk akibat tumpahan air yang jatuh dari ketinggian.

Curug Embun (Dok. Pribadi)
Curug Embun (Dok. Pribadi)

Sensasi embun, percikan air,  dan sekumpulan bebatuan menjadikan wisata murah meriah ini layak dikunjungi. Wisatawan bisa berendam di genangan air jernih atau eksis dengan background kenampakan alam tersebut.

Bagi saya, nuansa alami dan fresh akan sangat terasa ketika saya duduk bersandar di atas batuan besar. Kemudian menutup mata, mendengarkan suara air memercik di antara bebatuan, suara burung, lalu menikmati udara segar dan dingin yang membuat tubuh menggeligi.

Saya melihat Tuhan setiap memandang dunia. Saya menemukan Tuhan setiap saya memejamkan mata.

Mengunjungi Cughup Embun tanpa singgah ke Cughup mangkok dan Dempo Park sungguh perbuatan yang merugi. Keduanya masih di kawasan Pematang Bango, tak jauh dari Cughup Embun.  Untuk sampai ke lokasi, perlu melewati jalan yang menanjak dengan sepanjang perjalanan berupa pepohonan rimbun. Dan sampai di sana juga menuruni tanjakan dengan kemiringan yang sedikit membuat was-was. Jalan itu dapat dilewati mobil dan langsung parkir di area dekat telaga air terjun.

Cughup Mangkok memiliki ciri khas tersendiri seperti namanya. Di bawah air terjun yang mengalir terdapat sebuah kolam alam besar. Ceruk dangkal itu mengingatkan saya pada bentuk mangkuk yang diisi air.

Curup Mangkok via jelajahpagaralam.wordpress.com
Curup Mangkok via jelajahpagaralam.wordpress.com

Rata-rata wisatawan memilih untuk rehat dan mandi di kolam. Bagi yang ingin berenang juga bisa menyewa ban karet sebagai pelampung. Berhubung saya sampai di sana sudah capek, jadi saya cuma foto-foto tanpa sempat mandi di kolam yang dihias bebatuan itu. Oh ya, biaya masuk ke sini juga termasuk murah. Anda hanya perlu merogoh uang Rp. 5000 saja sudah bisa mendapatkan pemandangan yang menenangkan.

Dempo Park

Sebenarnya, beberapa meter dari Cughup Mangkok ada wisata yang enggak kalah menarik. Namanya Dempo Park. Tempat ini instagramable banget buat Anda yang suka foto-foto. Karena taman tertinggi (1800 mdpl) di Sumatera Selatan ini menyediakan banyak pilihan spot foto unik. Selain itu, terdapat juga taman bunga, area bermain anak, dan penginapan bagi wisatawan yang hendak bermalam.

Saya yang disensor numpang foto di spot gratis hehe (Dok. Pribadi)
Saya yang disensor numpang foto di spot gratis hehe (Dok. Pribadi)

Berapa biaya tiket untuk masuk ke lokasi? Tenang murah banget kok, hanya Rp. 5.000 untuk dewasa, dan Rp. 2000 untuk anak-anak. Eits, kalau spot foto tertentu ada juga yang berbayar lho, kalau saya sih mending yang gratisan hehe, soalnya yang gratis saja sudah cukup memenuhi galeri ponsel.

Ok, apa cerita tentang wisata Pagaralam ini sudah selesai?

Sebaiknya Anda mengambil air minum sebentar atau menarik nafas dalam-dalam, karena saya akan melanjutkan ke beberapa tempat yang nyesek bila dilewatkan.

Green Paradise
Siapa sih di dunia ini yang tidak mau masuk surga? Mendengar kata surga pun, maka orang-orang akan membayangkan tempat yang indah, di mana sungai yang mengalir jernih, kedamaian, dan perasaan bahagia. Berimajinasi tentang surga sungguh menarik. Tapi kurang lengkap kalau belum melihat langsung "surga kecil dunia" yang ada di Pagaralam.

Objek wisata Green Paradise terletak di Dusun Sukarame, Kel. Bumi Agung, Kecamatan Dempo Utara. Untuk sampai ke sana butuh waktu hanya 11 menit dari kota Pagaralam. Ketika pertama kali tiba di lokasi, kami parkir di sebuah halaman besar dekat rumah penduduk. Di sebelah rumah itu, ada sebuah pos jaga yang merupakan gerbang masuk menuju lokasi.

Pintu Masuk Green Paradise (Dok. Pribadi)
Pintu Masuk Green Paradise (Dok. Pribadi)

Biaya masuk tidak berbeda dengan lokasi yang sebelumnya saya ceritakan. Kecuali di sini kita mendapatkan dua kantong berisi pakan ikan. Nantinya saat masuk ke area kolam, kita diizinkan memberi makan puluhan ikan-ikan mas koi yang cantik.

Sebelum masuk ke area kolam, ada beberapa satwa yang sengaja dipelihara di situ. Mulai dari elang, kukang, beruk, dan beberapa hewan lainnya. Di sebelahnya terdapat pondok kayu seperti rumah kurcaci dan sebuah mushala untuk shalat.

Elang Hitam di Green Paradise (Dok. Pribadi)
Elang Hitam di Green Paradise (Dok. Pribadi)

Pertama kali melintasi pinggiran kolam kita akan menemukan hamparan hijau selada air yang rapat. Suara bergemericik dari aliran air menyambut kami ke sebuah kolam besar yang teramat jernih. Saking jernihnya kita bisa menyaksikan dasar kolam dan ikan-ikan mas koi bergerombol sesaat dilempari makanan.

Air terjun mini di Green Paradise (Dok. Pribadi)
Air terjun mini di Green Paradise (Dok. Pribadi)

Di sekitar kolam besar itu terdapat miniatur air terjun. Walau kecil, aliran air dari pegunungan itu sia-sia bila tak diabadikan. Menurut saya disitulah sense surga yang sebenarnya, seperti saya masuk ke dunia lain dan berhenti memikirkan problematika hidup tak berkesudahan.

***

Saya tak mampu menjabarkan semua perasaan yang hinggap di kepala saya sewaktu berkunjung ke Pagaralam. Menjajaki tiap-tiap wisata yang indah, membuat saya lupa waktu. Tiga hari di sana rasanya seperti hanya sehari saja terlewat.

Harapan saya, semoga Pagaralam tak kehilangan nyawanya. Kearifan lokal yang telah lama dibangun orang-orang Basemah harus tetap dijaga. Mereka membuktikan selama bertahun-tahun mampu hidup berdampingan dengan harimau. Berkat cerita yang diwariskan secara turun temurun oleh leluhurlah, sehingga eksistensi hewan terancam punah tersebut masih terlindungi.

Bagi Anda yang masih ragu-ragu soal keamanan kawasan ini sebaiknya berpikirlah dengan bijak dan adil. Saya kira penjelasan Pemerintah setempat sudah cukup menjawab rasa kebimbangan Anda. Yakinlah, selagi kita tak melampaui batasan dan niat kita baik-baik, maka hal-hal buruk tersebut tak akan pernah terjadi. Sangat tidak etis menganggap harimau sebagai anacaman atau musuh manusia yang harus disingkirkan.

Ah! saya lupa satu hal lagi. Tangga Seribu, ini objek wisata yang keren dan tepat bagi yang ingin berfoto dengan latar Gunung Dempo dan kebun teh, seperti yang ada pada foto paling atas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun