Asas kerahasiaan dalam bimbingan konseling penting untuk menciptakan lingkungan aman, percaya, dan terbuka bagi siswa. Melalui asas kerahasiaan, informasi yang disampaikan oleh siswa kepada konselor dijaga kerahasiaannya. Siswa merasa nyaman dan aman untuk berbagi masalah yang mereka hadapi, karena mereka tahu informasi tersebut tidak akan diungkapkan kepada pihak lain kecuali dalam kasus ancaman langsung terhadap keselamatan siswa atau orang lain.
Sebagai seorang mahasiswa asistensi mengajar di SMK PGRI 2 Malang, saya memiliki kesempatan untuk mempelajari dan mengamalkan asas kerahasiaan dalam konteks bimbingan konseling. Salah satu pengalaman yang saya hadapi adalah ketika saya ditugaskan untuk membantu mengatasi masalah siswa kelas X yang dianggap "istimewa" oleh guru pamong saya, yang juga menjabat sebagai wali kelas di kelas tersebut. Kelas ini terdiri dari siswa-siswa yang sulit dikendalikan dan seringkali berbuat masalah dengan teman-teman dan guru-gurunya.
Sebelum memasuki kelas untuk melakukan bimbingan, saya berkesempatan berbincang-bincang dengan para siswa "istimewa" tersebut di ruang Bimbingan Konseling (BK) yang juga berfungsi sebagai ruang Unit Kesehatan Sekolah (UKS). Saat saya memperkenalkan diri di kelas pada hari berikutnya, saya menyadari bahwa para siswa tidak tertarik dan tidak mendengarkan apa yang saya sampaikan. Mereka terlihat terlibat dalam dunia mereka sendiri dan tidak memberikan perhatian pada pembelajaran.
Dalam melihat situasi tersebut, saya memanfaatkan kesempatan yang ada untuk melakukan konseling dengan para siswa "istimewa" tersebut di ruang BK. Guru pamong saya juga berada di ruangan tersebut, namun sedang bersiap-siap untuk urusan lain. Para siswa memberikan komentar yang tidak menyenangkan kepada guru pamong saya sebelum dia pergi. Mereka mengungkapkan ketidakpuasan dan ketidaknyamanan mereka terhadap guru tersebut kepada saya, termasuk ketidaksesuaian antara janji-janji pengajaran dengan realitas yang mereka alami di kelas.
Sebagai konselor, saya memegang teguh asas kerahasiaan dan berusaha untuk tidak membocorkan apa yang dibicarakan oleh para siswa selama sesi konseling. Namun, pada saat yang tidak terduga, guru pamong saya menatap saya dengan ekspresi keputusasaan dan meminta penjelasan tentang apa yang telah kami bicarakan ketika para siswa tersebut pergi dari ruang BK. Saat itu, saya merasa iba dan tergugah untuk memberitahukan apa yang telah kami bicarakan mengenai salah satu alasan yang dikemukakan oleh para siswa, yaitu mengapa guru tersebut tidak pernah mengajar di kelas X.
Guru pamong tersebut dengan penuh emosi menceritakan bahwa dia merasa tidak dihormati dan tidak didengarkan oleh siswa-siswanya di kelas. Sehingga, ia memutuskan untuk tidak mengajar siswa yang tidak mendengarkannya. Rasa kelelahan pun menyelimuti dirinya karena pengalaman tersebut. Ia merasa bahwa upayanya untuk mengajar tidak dihargai sehingga hanya sebagian kecil siswa yang mau mendengarkan diajak ke ruang BK untuk diajari dan diberikan tugas.
Setelah kejadian tersebut, guru pamong saya mengadukan apa yang ia rasakan sebagai guru sekaligus wali kelas yang gagal, dan meminta untuk mengundurkan diri sebagai wali kelas di kelas tersebut kepada kepala sekolah. Kepala sekolah akhirnya memanggil para siswa "istimewa" tersebut untuk disidang dan disuruh meminta maaf kepada wali kelasnya. Para siswa sangat marah kepada saya karena mereka merasa dipanggil oleh kepala sekolah setelah bercerita kepada saya. Saya merasa sangat bingung apakah hal yang saya lakukan adalah benar atau salah.Â
Saya meminta pendapat teman BK lainnya mengenai apa yang telah saya perbuat, dan teman saya tersebut mengatakan bahwa itu tergantung kepada siapa saya harus berpihak. Apakah saya berpihak kepada siswa atau berpihak pada guru.
Setelah dipikir dengan matang, saya memutuskan untuk berpihak pada guru pamong tersebut sebagai mahasiswa yang baru saja terjun langsung ke lapangan dan perlu bimbingan dari guru pamong. Saya menyadari bahwa setiap tindakan yang saya ambil sebagai konselor haruslah didasarkan pada etika dan asas kerahasiaan. Meskipun guru pamong mengetahui informasi yang dibicarakan selama sesi konseling, saya harus memastikan bahwa saya tetap menjaga kerahasiaan para siswa.
Dalam momen tersebut, saya merasakan betapa pentingnya asas kerahasiaan dalam bimbingan konseling. Guru pamong saya menghadapi konflik dan tantangan dalam menjalankan tugasnya sebagai pendidik. Ia telah kehilangan rasa hormat dan mendapatkan perlawanan dari siswa-siswanya di kelas. Kesaksian yang diberikan oleh para siswa selama sesi konseling menjadi pemahaman tambahan bagi saya untuk dapat merasakan dan memahami kondisi guru tersebut. Meskipun pada awalnya siswa marah pada saya karena mengira semua karena saya, namun lambat laun siswa istimewa tersebut menyadari apa yang mereka perbuat dan saling bermaaf-maafan ketika acara halal-bihalal di sekolah.
Kerahasiaan dalam bimbingan konseling menciptakan kepercayaan antara siswa dan konselor. Siswa merasa nyaman membuka diri dan berbagi masalah mereka, serta merasa didengarkan dan dipahami. Menjaga asas kerahasiaan adalah tanggung jawab etis sebagai seorang konselor. Dengan menjaga kerahasiaan, kita menciptakan lingkungan yang memungkinkan siswa mengungkapkan masalah mereka dengan bebas dan percaya diri.