Mohon tunggu...
Ekel Sadsuitubun
Ekel Sadsuitubun Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Elektronika dan Komputer, Filsafat Serta Musik

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Filsafat Ketuhanan: Refleksi Pribadi tentang Imanku

12 Desember 2022   07:00 Diperbarui: 12 Desember 2022   08:45 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Filsafat Ketuhanan: Refleksi Pribadi Tentan Iman Ku

(Mikael Ekel Sadsuitubun - Mahasiswa Sekolah Tinggi Filsafat Seminari Pineleng)

1.  Ketika pada awal kuliah Filsafat Ketuhanan, perasaan spontan yang muncul adalah tertarik dan termotifasi untuk segera mempelajari dan mendalaminya. Saya merasa tertarik pertama-tama karena judul mata kuliah dan terlebih lagi karena judul buku yang menjadi sumber mata kuliah ini. "Menalar Tuhan...!" (Di tulis Oleh Prof. Magnis Suseno).

 Judul ini membuat saya terus berpikir dan berpikir bagaimana mungkin kita manusia yang  terbatas dapat menalar Tuhan yang tidak terbatas...? Ketertarikan saya ini secara perlahan-lahan mulai terjawab ketika Prof. Yong Ohoitimur menjelaskan secara singkat tentang silabus dan rencana mata kuliah. Melalui silabus itu saya menangkap bahwa mata kuliah ini hendak membantu saya dalam memahami dan mempetanggungjawabkan iman saya. Inilah yang membuat saya tertarik dan termotifasi untuk mempelajari dan mendalaminya.

 Langkah pertama yang saya perbuat adalah mencari buku dengan meminta kepada kakak tingkat dan mulai membacanya. Namun secara keseluruhan, ketika mendengarkan penjelasan Prof. Yong Ohoitimur tentang silabus dan rencana mata kuliah, saya merasakan adanya rasa ketertarikan dan motifasi untuk mempelajari dan mendalaminya. Inilah kesan dan reaksi spontan saya ketika mengikuti kuliah pertama Filsafat Ketuhanan.

2. Filsafat Ketuhanan (Philoshopy of God) merupakan cabang filsafat sistematis yang bertugas untuk merefleksikan pengalaman-penglaman ketuhanan seorang beriman. Inilah pengertian filsafat ketuhanan sebagaimana dijelaskan oleh Prof. Yong Ohoitimur. Berdasarkan pengertian ini, saya menangkap dan memahami filsafat ketuhanan sebagai usaha manusia untuk memahami Allah dengan seluruh keberadaannya. Pemahamana akan Allah diperoleh melalui pengalamannya akan Allah. 

Bagaimana mungkin seseorang memahami tetapi tidak mengalami...? Jikalaupun itu mungkin, ia tidak dapat memahaminya secara utuh. Filsafat Ketuhanan atau dalam bukunya Prof. Frans Magnis Suseno menyebutnya "Menalar Tuhan", merupakan upaya manusia untuk memahami Allah secara rasional. Manusia berusaha menjelaskan secara rasional keberadaan Allah. Melalui penjelasan itu, manusia secara perlahan-lahan mulai memahami dan mengimani Allah. atau sebaliknya mulai mengimani dan memahami Allah. 

Pertanyaannya: mengapa manusia menalar Tuhan dan untuk apa...? Karena sesungguhnya manusia mampu dan bisa bernalar Tuhan. Manusia berbeda dari ciptaan lainnya karena ia pada hakikatnya memiliki akal budi. Malalui akal budi ini, manusia dapat berpikir dan bertanya tentang segala sesuatu termasuk Tuhan. Akhirnya manfaat Filsafat Ketuhanan bagi saya pribadi adalah membantu saya dalam mempertanggungjawabkan iman saya. Pertanggungjawaban iman itu pertama-tama terlihat melalui pemahaman saya akan iman saya. Dengan memahami, maka saya dapat menjelaskan. Tidaklah mungkin menjelaskan apa yang tidak saya pahami. Oleh karena itu, semoga melalui kuliah Filsafat Ketuhanan ini, saya semakin mampu memahami iman saya dan mampu menjelaskannya.

3. Mendengar pandangan demikian, saya dengan spontan akan bertanya kepadanya "Apakah perintah untuk mencungkil mata karena menyesatkan sebagaimana yang tertulis dalam Kitab Suci harus dilaksanakan...?" Inilah pertanyaan spontan yang muncul ketika mendengar argumen itu. Pertanyaan ini hendak menjelaskan bahwa beriman tanpa menggunakan akal sehat akan membawa kita pada kesesatan. 

Mengapa saya katakan kesesatan...? Karena pertama-tama kita tidak memahami maksud sesungguhnya dari penulis Kitab Suci. Jikalau kita memahaminya, maka kita tidak mungkin mencungkil mata. Dan untuk memahami maksud dari penulis itu, dibutuhkan akal sehat untuk berpikir kritis dan rasional. Akal budi membantu kita untuk memahami dengan kritis dan benar iman kita. Dan sumber iman kita adalah Kitab Suci. 

Dengan demikian, akal budi membantu kita untuk membaca dan menafsirkan Kitab Suci secara benar dan tepat. Orang terkadang dengan seenaknya menggunakan Kitab Suci untuk kepentingannya tanpa mencari dan berpikir tentang maksud dari sang penulis. Tindakan demikian membawa orang pada kesesatan beriman. Oleh karena itu, sesungguhnya iman/agama perlu didiskusikan atau dibicarakan secara rasional (tetapi tidak diperdebatkan).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun