Mohon tunggu...
Ekel Sadsuitubun
Ekel Sadsuitubun Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Elektronika dan Komputer, Filsafat Serta Musik

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Penciptaan Budaya dan Penerimaan Budaya

22 November 2022   08:03 Diperbarui: 22 November 2022   16:29 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

PENCIPTAAN DAN PENERIMAAN BUDAYA

Mikael Ekel Sadsuitubun - Mahasiswa Sekolah Tinggi Filsafat Seminari Pineleng Manado

Pengantar

          Penelitian tentang penciptaan dan penerimaan budaya mencakup sejumlah bidang seperti komunikasi massa, studi film dan televisi, serta sosiologi, yang mana pandangan-pandangan ini bersifat otonom. Memang pada dasarnya ada rupa-rupa paradigma teoretis, tetapi terdapat beberapa prinsip umum yang  menghidupkan perspektif tersebut.

Definisi budaya begitu luas dan tak dapat disangkal. Budaya mewujudkan dirinya yang nyata dalam produk seperti karya seni, buku, atau siaran. Ini dapat dialami dan diukur secara langsung dan memiliki lokasi spasial atau durasi temporal tertentu. Diana Crane (1992) dalam bukunya The Production of Culture berbicara tentang "budaya rekaman" dan "produk budaya" dan Wendy Griswold (1986) menggunakan istilah "benda budaya". Pendekatan semacam itu berbeda dari pendekatan yang melihat budaya sebagai kekuatan yang tersebar, abstrak, dan tidak berwujud yang merasuki masyarakat. Tujuan utama dari analisis adalah untuk mengungkap dampak dari masing-masingnya dan untuk mengetahui bagaimana komunikasi sosial tersebut memberikan pengaruh.

Fokus utamanya adalah agen konkrit dari para aktor dan institusi. Jauh dari hasil kekuatan sosial yang abstrak, budaya didasarkan pada sistem kausalitas terdekat. Ini lebih mungkin untuk dieksplorasi sebagai keluaran dari penerbit, jaringan penyiaran, atau birokrasi negara, daripada sebagai respon terhadap kebutuhan stabilitas sosial atau terungkapnya tren sejarah jangka panjang.

Bentuk budaya tidak boleh dipelajari hanya sebagai abstraksi. Produksi dan konsumsi mereka terjadi dalam konteks tertentu dan melalui teknologi tertentu. Kita perlu memahami ini jika kita ingin memahami format, pesan, dan efek politik dari barang budaya.

A. Mempelajari Pengaruh Media Massa

         Komunikasi biasanya dilihat sebagai proses yang melibatkan pengirim, penerima, dan pesan. Tema sentral dalam penelitian media massa adalah eksplorasi hubungan antara elemen-elemen ini. Secara khusus, telah terjadi banyak perdebatan tentang kekuatan relatif pengirim dan penerima untuk menentukan makna pesan.

          Munculnya teknologi TV dan radio ini menunjukkan bahwa industrialisasi dan urbanisasi telah menciptakan "massa" konsumen dan warga negara yang kurang lebih tidak dapat dibedakan. Orang-orang menjadi tertarik pada kesenangan bersama, diatur oleh mentalitas kawanan, dan membutuhkan kepemimpinan. Berbeda dengan massa yang kecil, terpelajar, cerdas, dan seringkali elit manipulatif. Teori komunikasi yang diasosiasikan sebagai model hipodermik "model peluru", karena mengisyaratkan bahwa para elit mampu membangun makna yang kemudian "disuntikkan" secara terpisah ke dalam massa. Teori industri budaya Horkheimer dan Adorno (1972) tentang orang Amerika yang tidak diskriminatif dan paling rendah yang diindoktrinasi oleh produk-produk Hollywood.

          Model-model seperti atas ditantang oleh temuan penelitian awal tentang pengaruh media. Studi tentang pengaruh media bertujuan untuk mengetahui jenis dampak apa yang sebenarnya ditimbulkan media terhadap para pendengar mereka. Pada tahun 1970-an model Lazarsfeld telah menjadi paradigma yang dominan dalam studi media. Seiring berjalannya waktu, model ini menuai kritik. Salah satu pengkritik tersebut adalah Todd Gitlin (1978) yang menegaskan bahwa model "pengaruh" itu cacat karena merupakan ukuran sempit  dalam melihat perubahan jangka pendek pada sikap dan perilaku. Ia menawarkan pengaturan agenda. Menurutnya,  media juga bisa menjadi penting karena membentuk pemikiran akal sehat, bingkai simbolik, dan epistemologi.

            Teknologi media baru dalam beberapa dekade terakhir, yang mencakup televisi satelit dan radio dan Internet, telah mengubah lingkungan media secara substansial dan upaya teoritis untuk menggambarkannya. Gitlin menyebut bahwa lingkungan media kita saat ini dicirikan oleh nomadicity,  yaitu situasi di mana informasi selalu bergerak dan setiap gerakan orang dapat dipantau atau dilacak. Sistem yang mendasar selalu tahu siapa kita, di mana kita berada, dan apa layanan yang kita butuhkan. Arus informasi yang dihasilkan tidak mungkin dapat diatur dan, dalam peristiwa apa pun, sebagian besar berfokus pada hal-hal yang dangkal.

B. Karya Kontemporer tentang Penerimaan Budaya

           Karya kontemporer yang mengeksplorasi konsumsi atau penerimaan budaya cenderung berpusat pada tiga garis besar pengaruh teoretis:

1. Tradisi penelitian komunikasi Amerika yang berasal dari Lazarsfeld. Konsep seperti transmisi informasi dan opini yang ditemukan dalam ilmu politik.

2. Bidang yang sangat dipengaruhi oleh tradisi studi budaya Inggris yang didasarkan pada teori kritis. Ini beroperasi dengan pemahaman tentang media sebagai bagian dari sistem ideologis. Model budayanya juga cenderung lebih semiotik dan hermeneutik daripada pendekatan positivistik, agak sosial-psikologis yang dipelopori oleh Lazarsfeld.

3. Eksplorasi peran pembaca poststruktural dan postmodern. Mendapat penenakannya pada otonomi individu untuk menghasilkan makna pribadi mereka sendiri. Perhatian utama adalah dengan kesenangan, permainan, dan fantasi sebagai tanggapan terhadap teks.

            Studi David Morley (1980) The Nationwide Audience mengeksplorasi argumen Stuart Hall bahwa lokasi kelas akan menentukan cara anggota audiens menerjemahkan program TV. Mark Andrejevic (2003) berpendapat bahwa penampilan partisipatif dan non-panggung merupakan ilusi kerena sengaja dibuat dan memerankan peran mereka dalam program demi program. Di sisi lain Investigasi David Buckingham (1987) terhadap sinetron Eastenders Inggris yang melihat peran kreativitas dan refleksivitas penonton. Studi Janice Radway (1991) tentang wanita dan fiksi romantis yang mengambil perspektif feminis. Dalam sesi diskusinya, Radway menyimpulkan bahwa sulit untuk membuat pernyataan sederhana tentang efek ideologis dari teks semacam itu karena terdapat pengaruh patriarki. Karya Radway menunjuk pada kebutuhan untuk melihat bagaimana teks cocok dengan kehidupan sehari-hari. (hanya ada di dunia fantasi) Selanjutnya karya David Morley Family Television (1986) yang juga mengeksplorasi masalah ini. Dari pada menyelidiki isi dan penerimaannya melalui program khusus, ia melihat cara menonton TV sebagai bagian dari rutinitas keluarga. Morley mendokumentasikan keragaman dalam aktivitas menonton. Orang mungkin berkonsentrasi secara intens pada beberapa program dan terlibat dalam aktivitas lain selama program lain.  Hal ini diperjelas oleh studi empiris pemirsa televisi Amerika (Lembo 2000) dan Inggris (Gauntlett dan Hill 1999) yang telah mendokumentasikan tingkat menonton televisi yang tinggi disertai dengan kegiatan lain (misalnya memasak, membersihkan rumah dll). Lembo menyebut ini tontonan simultan.

C. Rasa Budaya dan Budaya Selebritas

      Herbert Gans (Budaya Populer dan Budaya Tinggi, 1999) menjelaskan lima cara berbeda dalam berpikir dan menghargai budaya estetika/rasa dalam masyarakat Amerika. Setiap rasa budaya pada akhirnya tertanam dalam moral tertentu untuk memandang dunia:

       Budaya tinggi: kelas menengah atas dan atas yang berpendidikan tinggi, terutama profesi dan akademisi, yang melihat karya budaya dari sudut pandang pencipta dan karena itu sangat tertarik pada pertanyaan teknis tentang bentuk dan proses. Mereka menghargai karya yang membahas pertanyaan filosofis abstrak dan menghindari penyelesaian yang mudah.

        Budaya menengah keatas: mayoritas kelas menengah ke atas, tidak berpendidikan tinggi seperti kelompok pertama dan tidak terlatih membaca karya sebagai pencipta atau kritikus, mereka lebih menyukai karya yang kurang abstrak tentang karier dan pencapaian individu.

         Budaya menengah ke bawah: kelas menengah dan menengah ke bawah dalam profesi status rendah yang suka menonton drama populer.

         Budaya rendah: beberapa anggota kelas menengah ke bawah, pekerja industri dan jasa, mereka sering secara eksplisit memusuhi budaya rasa kelas yang lebih tinggi, karena mereka melihat karya tersebut sebagai nilai-nilai tradisional yang tidak stabil.

         Budaya rakyat kuasi rendah: miskin dan relatif tidak berpendidikan dan pekerja kerah biru tidak terampil dan pekerja layanan, dibedakan dari ta sebelumnya mengarahkan publik terutama dengan seringnya pembauran unsur etnis dalam produk budaya yang mereka nikmati. Ini merupakan cerminan dari fakta bahwa kelompok ini terdiri dari banyak etnis minoritas dan kelompok pendatang baru.

          Kemudian akhir-akhir ini muncul fenomena budaya selebriti. Chris Rojek menunjukkan tiga penyebab luas fenomena selebriti dan penggemarnya:

1. Meluasnya Demokratisasi, yang secara bersamaan memperluas lingkup kaum lowbrow dan budaya rasa middlebrow di mana budaya selebriti dimulai dan memperbesar kumpulan selebriti.

2. Penurunan dalam agama, yang telah menarik setidaknya beberapa dari mereka yang berkepentingan panteon menuju cakrawala selebriti.

3. Komodifikasi kehidupan sehari-hari, yang membuat informasi tentang selebriti ada dimana-mana.

       Fenomena itu kini cukup kompleks, ia menelusuri hubungan budaya selebriti dan agama dalam sejumlah bentuk yang menarik. Kultus kematian selebriti sering kali muncul di sekitar bintang tertentu yang telah meninggal. Penggemar meninggalkan pesan tertulis tentang kekaguman, foto, bunga, dan hadiah rokok dan tiket kereta bawah tanah. Penguntit selebriti diartikan oleh Rojek sebagai penyembah yang mencari kekuatan magis dari bintang-bintang dengan mencoba berhubungan dengan para selebriti yang mereka cintai.

D. Penciptaan Budaya

      Karya menciptakan budaya mengeksplorasi faktor budaya dan kelembagaan yang mempengaruhi penciptaan produk budaya, dari pada cara produk budaya itu diterima dan diinterpretasikan oleh penonton. Menurut Janet Wolff, aktivitas praktis dan kreativitas berada dalam hubungan timbal balik yang saling ketergantungan dengan struktur sosial. Howard Becker juga  dalam nada yang sama menjelaskan tentang "seni dunia" yang menopang penciptaan budaya dan menyediakan penonton untuk produk yang di hasilkan. Menurutnya, semua karya seni yang dihasilkan seperti aktivitas manusia, melibatkan aktivitas sejumlah besar orang. Hal ini karena individu seniman" bekerja di tengah jaringan orang-orang yang bekerja sama, sehingga semua karyanya penting untuk hasil akhir. Nah, dalam meluncurkan suatu produk dan isinya, perlu memperhatikan faktor ketersediaan "audiens" misalnya produk baru dalam acara televisi. Jarang sekali seniman atau industri budaya membuat produk dan kemudian menunggu penonton untuk beradaptasi dengannya. Di arena mencari keuntungan, produk budaya dirancang untuk menghasilkan uang dengan memiliki daya tarik penonton yang luas. Bahkan dalam ranah yang kurang komersial seperti seni visual, seni pertunjukan, atau televisi publik, ada harapan bahwa setidaknya beberapa orang akan tertarik dengan apa yang sedang terjadi. Oleh karena itu, produsen budaya akan membentuk produk mereka agar sesuai dengan apa yang mereka anggap sebagai kebutuhan dan minat dari audiens target. Sinetron, misalnya secara tradisional memasukkan tema-tema tentang hubungan intim, karena diyakini menarik bagi penonton wanita yang menjadi tujuan mereka. Budaya yang diterima audiens dirancang sebanyak mungkin untuk mencerminkan selera, minat, dan sikap mereka dan mencerminkan kembali citra dirinya sendiri kepada konsumen. Di bidang ini sering, melihat kesesuaian atau ketidaksesuaian antara perspektif produser dan audiens, cara program televisi tertentu disesuaikan dengan berbagai segmen audiens, atau fakta bahwa genre yang ada berubah dengan cara yang halus untuk memenuhi perubahan dalam kebutuhan dan harapan audiens.

        Untuk memaksimalkan daya tarik audiens terhadap produk yang dihasilkan, maka di perlukan teknologi. Teknologi memberikan batasan penting pada berbagai kemungkinan kreatif. Sebuah komposisi untuk orkestra simfoni tidak akan mungkin, tanpa instrumen yang akan digunakan untuk memainkan karya tersebut. Demikian pula, kecil kemungkinan banyak novel akan ditulis jika bukan karena teknologi percetakan. Keberadaan teknologi membantu pemilik perusahaan memegang kendali dan pembiayaan tentang ekonomi, politik, penciptaan budaya. Dengan demikian perusahaan besar memiliki kekuatan untuk memonopoli setiap penciptaan budaya dan mudah menguasai banyak audiens. Faktor utama yang mempengaruhi tingkat kendali adalah biaya produksi, distribusi, dan promosi barang budaya. Fitur film, misalnya, membutuhkan lebih banyak dana dari pada sebuah situs. Maka perusahaan besar berupaya untuk mengontrol dan mendapatkan keuntungan dari bidang penciptaan budaya marjinal. Misalnya, cara punk dan tren musik lainnya diutamakan oleh industri besar. Perusahaan mencoba untuk mengkooptasi "penjaga gerbang" institusional di luar kendali langsung mereka. Penjaga gerbang adalah kelompok yang menentukan nasib produk budaya dan pasar yang akan diluncurkan atau di pasarkan. Penjaga gerbang di dalam dan di luar perusahaan memilih produk budaya yang mereka harap akan berhasil dan memisahkannya dari produk yang akan disimpan di rak. Ini adalah proses multistage. Misalnya, perusahaan rekaman harus terlebih dahulu memutuskan untuk merekam dan mempromosikan seorang artis. Selanjutnya stasiun radio harus memutuskan untuk memutar disk. Kedua kelompok penjaga gerbang ini, kemudian berperan dalam menentukan nasib rekaman serta penonton, dan mungkin bahkan pemainnya.

          Penjaga gerbang bisa sangat luar biasa kuat dalam membentuk jenis karya yang diproduksi dan diterbitkan. Selain itu "pengusaha budaya, pelindung dan mediator" memainkan peran yang mirip dengan penjaga gerbang organisasi dalam mempromosikan jenis seni tertentu. Biasanya, mereka akan menggunakan modal ekonomi atau sosial mereka untuk mensponsori bentuk kegiatan kreatif tertentu yang mereka yakini layak atau menguntungkan. Misalnya jaringan investor, kritikus, dan dealer yang muncul memberikan kredibilitas budaya dan kelayakan finansial untuk Monet dan rekan-rekannya, memungkinkan mereka untuk terus menghasilkan karya-karya inovatif. Di sini, penjaga gerbang dan sponsor dapat dianggap berguna sebagai pemangku kepentingan dalam penciptaan budaya, karena mereka memiliki minat yang sama terhadap apa yang dibuat atau ditampilkan. Selain itu, "kebijakan pemerintah dan negara" dapat memainkan peran penting dalam mendukung aktivitas budaya. Ini semakin menggantikan perlindungan swasta sebagai sumber utama keuangan untuk kegiatan budaya tinggi. Selain hibah langsung kepada pencipta, negara mendukung tempat-tempat pertunjukan budaya (museum, galeri, teater, festival) dan jenis infrastruktur lainnya. Keterlibatan negara dalam seni secara tradisional berorientasi pada promosi budaya tinggi dan pelestarian tradisi dan industri nasional. Juga yang sering dilupakan dalam semua ini adalah kondisi sosial produksi, yaitu lingkungan kreatif tempat seniman bekerja. Ini dapat berdampak besar pada hasil budaya. Misalnya, kehadiran jaringan, akademi pelatihan, organisasi komunitas, subkultur yang sudah mapan, dan sebagainya sering kali dapat membantu produksi karya budaya, terutama di lingkungan yang inovatif. Seperti jazz, musik rock alternatif, atau teater eksperimental. Dalam kasus produk budaya arus utama, biasanya melihat pentingnya budaya organisasi perusahaan, motivasi keuntungan, dan hubungan kekuasaan sebagai faktor kunci yang membentuk keluaran budaya semacam ini. Sebaliknya, dalam studi tentang dunia seni pinggiran, cenderung memberi penekanan pada jejaring sosial, solidaritas, dan kode estetika bersama.

E. Evaluasi

        Pekerjaan mengeksplorasi produksi dan penerimaan budaya memiliki beberapa kualitas positif. Ini dapat diringkas sebagai berikut: pertama, kaitan dan proses sebab dapat ditelusuri dengan jelas ke lembaga dan aktor tertentu. Kedua, metodologi yang ketat sering digunakan, terutama dalam penelitian khalayak komparatif. Ketiga, Kebudayaan diperlakukan sebagai sesuatu yang konkret dan bukan sebagai sesuatu yang diwujudkan dan di luar hak pilihan manusia. Keempat, proyek penelitian cenderung memiliki temuan penelitian yang jelas dari pada spekulasi dan pernyataan teoretis terbuka. Kelima, Ada banyak sekali konsensus di wilayah tersebut, yang menunjukkan bahwa ini mungkin merupakan bidang di mana pengetahuan inti kumulatif dapat diidentifikasi. Nah, untuk alasan ini, mudah untuk melihat mengapa perspektif terbukti populer, terutama di kalangan peneliti budaya yang terampil secara metodologis. Namun demikian, ada dua kritik umum terhadap area tersebut. Pertama adalah bahwa produk budaya sering kali tampak sebagai dampak dari faktor sosial yang mendasarinya. Isi produksi budaya cenderung diperhitungkan tanpa henti dengan mengacu pada tuntutan penonton, sensor penjaga gerbang, kemajuan teknologi, dan sebagainya. Posisi seperti itu mengancam kemampuan berteori tentang otonomi budaya. Hanya jika gaya analisis sosiologis ini dilengkapi dengan model kode dan struktur estetika yang kuat, budaya dapat menjadi explicans dan explicandum. Kedua adalah bahwa bidang tersebut cenderung bekerja dengan definisi "budaya" tertentu dan terbatas dan memang di seluruh teks, gagasan budaya mengacu pada lebih dari sekadar "seni" atau produk kreatif seperti yang didefinisikan secara konvensional. Bisa juga mencakup kehidupan sehari-hari, ideologi dan ritual. Itu berarti ide tentang produksi dan penerimaan dapat diperluas melampaui eksplorasi "budaya rekaman" seperti yang sudah di jelaskan di atas.

F. Melampaui Seni dan Media

         Teori peristiwa media yang dikemukakan oleh Daniel Dayan dan Elihu Katz menyatakan bahwa acara media yang sukses (acara sipil besar yang disiarkan televisi) membutuhkan persetujuan dan partisipasi dari penyelenggara, penyiar, dan penonton. Mereka berpendapat: Kegagalan mencapai konsensus di antara para mitra yang merundingkan produksi suatu acara media dapat mengakibatkan pembatalan siaran atau salah satu bentuk penyimpangan. Misalnya jika ada kurangnya antusiasme dari salah satu pihak, acara tersebut bisa gagal. Sebab, berbagai pemangku kepentingan dituntut untuk bekerja sama dalam menjaga genre performatif yang benar. Penyelenggara harus mengadakan acara yang dituliskan untuk secara seremonial memberlakukan nilai-nilai inti sipil, baik dalam mode khusyuk atau perayaan. Penyiar harus setuju untuk memperlakukan episode tersebut sebagai "peristiwa" dan bukan hanya sebagai "berita". Mereka perlu menangguhkan jadwal siaran biasa dan memberikan komentar yang menguatkan dan menghormati, bukan kritis. Penonton perlu beralih ke mode "tontonan meriah" dan dengan demikian menunjukkan bahwa episode tersebut memang di luar kebiasaan. Partisipasi massa mereka juga diperlukan untuk memvalidasi klaim bahwa "acara" telah berhasil. Memang, untuk menunjukkan bahwa segala sesuatu yang dianggap penting benar-benar terjadi, peristiwa dipandang sebagai kegagalan ketika salah satu dari kelompok ini gagal untuk memainkan perannya. Penyiar, misalnya, mungkin menolak untuk meliput upacara yang diadakan negara atau memperlakukannya sebagai berita lain. Singkatnya, produksi dan penerimaan budaya dapat memberikan keuntungan nyata dalam eksplorasi sistem kepercayaan utama. Bersama dengan pekerjaan lain tentang produksi pengetahuan dan ide, seperti studi sosiologis dan sains. Ini menunjukkan bahwa tidak pernah hanya pada abstraksi yang mengambang bebas sebab keberadaan mereka selalu berpijak pada aktor nyata, institusi nyata, dan latar sejarah nyata.

G. Kesimpulan

      Akhirnya dapat diberi kesimpulan bahwa penciptaan dan penerimaan budaya tidak serta merta memperlihatkan suatu konsep besar yang besar sebagaimana telah diuraikan pada bagian pengantar. Oleh karena itu, pemahaman budaya yang kompleksitas tersebut kiranya dapat diperjelas dengan teori-teori bebas yang memberikan gambaran - yang kurang lebih jelas - mengenai penciptaan dan penerimaan budaya. Perlu diperjelas kembali bahwa Penelitian tentang penciptaan dan penerimaan budaya mencakup sejumlah bidang seperti komunikasi massa, studi film dan televisi, serta sosiologi dengan begitu tema penciptaan dan penerimaan budaya sebenarnya begitu bebas.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun