Mohon tunggu...
Ekel Sadsuitubun
Ekel Sadsuitubun Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Elektronika dan Komputer, Filsafat Serta Musik

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Kritik terhadap Kekuasaan Negarawi Dan Implikasinya Bagi Ormas di Indonesia

18 November 2022   19:46 Diperbarui: 23 November 2022   12:10 284
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Namun, bagaimana mengahadapi pangeran Bismarc dan Kanselir Jerman? kekuatan Gereja, Paus dan Patriarkal? Gereja melalui Paus sendiri mengutuk organisasi-organisasi Internasional yang mulai bergerak melawan negara. Kedua lembaga ini begitu kuat karena masing-masing memiliki kepentingan yang sama dan memiliki kekuatan yang begitu besar. Hal ini semaikin menguatkan keyakinan politik Bakunin untuk menolak sistem kekuasaan negarawi dan hierarkis dalam nama dan bentuk apa pun, dari ide Tuhan ke bawah, dan setiap bentuk otoritas hierarki, baik berasal dari kehendak badan berdaulat atau bahkan dari negara yang memungkinkan hak pilih universal.[4] Melihat hal ini dan dengan keterlibatannya secara aktif dalam organisasi Politik Internasional, bagi Bakunin negara beserta prinsip otoritas kenegaraan, hanya memperbudak, mengeskploitasi, menghancurkan manusia dan kebebasanya. Bakunin mengartikan kebebasan bukan sebagai cita-cita yang abstrak tetapi realitas konkret yang berdasarkan kebebasan orang lain. Dalam satu arti, kebebasan terdiri dari "pengembangan penuh atas semua kekuatan setiap manusia, lewat pendidikan, kursus ilmiah, dan kemakmuran secara material." Konsepsi kebebasan macam ini "sungguh bersifat sosial, karena hanya dapat direalisasikan dalam masyarakat," tidak dalam isolasi. Dalam arti lainnya, kebebasan adalah "pemberontakan individu terhadap semua otoritas ilahi, kolektif, dan individu. Oleh karena itu negara dan semua prinsip otoritasnya harus di musnahkan, karena kemunafikan negara ingin membuat manusia bermoral dan berbudaya tetapi sampai sekarang manusia selalu di perbudak, dieksploitasi, kaum buruh, tani semakin dihancurkan hak-hak dan kewajiban manusiawinya. Bakunin juga menolak gagasan keistimewaan posisi atau kelas apa pun, karena kesenjangan social dan ekonomi akibat sistem kelas serta sistem penindasan nasional dan gender, semuanya ini bertentangan dengan kebebasan individu. Saat liberalisme bersikeras bahwa pasar bebas dan pemerintah konstitusional memungkinkan kebebasan individu, Bakunin bersikeras bahwa kapitalisme dan negara, dalam bentuk apa pun, bertentangan dengan kebebasan individu buruh dan kaum tani. Keyakinan politik Bakunin didasarkan pada beberapa konsep yang saling terkait: Pertama, kebebasan. Kedua, sosialisme. Ketiga, federalism. Keempat, anti-teisme. Kelima, materialisme. Ia juga mengembangkan kritik prediktif yang tepat terhadap Marxisme, memprediksi bahwa jika Marxis berhasil merebut kekuasaan ia akan menciptakan kediktatoran partai yang lebih berbahaya karena muncul sebagai ekspresi palsu atas kehendak rakyat.[5]

Bakunin dengan paham anarkisme melegalkan gerakan-gerakan dalam bentuk aksi langsung oleh masyarakat. Kekalahan Prancis dan runtuhnya kekuatan politiknya turut mempengaruhi kekuatan politik partai politik radikal Thiers yang dipimpin Gambeta, mengalami kehilangan harapan dan cita-cita mereka untuk membangun Prancis kembali. Pada masa yang mengkhawatirkan ini, negara yang kuat dapat memiliki suatu suara mendasar yaitu sentralisasi militer dan birokrasi antara kekaisaran dan republik paling demokratis hanya ada satu perbedaan penting: pertama para pejabat yang menindas dan merampas kekayaan rakyat demi meraup keuntungan yang lebih besar bagi kelas pemilik hak istimewa dan tuan tanah, juga mengisi saku mereka sendiri atas nama raja. Kedua menindas dan merampas hak milik rakyat dan cara yang sama untuk kepentingan kelas yang sama dan kantong yang sama, atas nama kehendak rakyat. Maka dalam republik rakyat fiktif, "bangsa berlandaskan hukum" yang seharusnya diwakili negara, menyembunyikan kenyataan, menyembunyikan kehidupan rakyat dan mengekang kebebasanya namun akan menjadi lebih mudah untuk mengatasi rakyat ketika tersedia pentungan yang digunakan untuk memukuli mereka atau dapat kita sebut juga sebagai pentungan rakyat.[6] 

Bakunin kemudian menegaskan bahwa, persoalan sosial, kebebasan individu, yang dialami rakyat dan semangat revolusi sosial, ekonomi yang hendak diusahakan, semangat yang harus dikobarkan itu seharusnya menggelegak atau sebaliknya malah dikekang dan ditundukan oleh negara. Aspirasi rakyat ini dapat terpenuhi hanya ketika kekuasaan negara, sebagai benteng terakhir kepentingan borjuis runtuh. Itu berarti tidak ada negara, apapun bentuknya entah dalam bentuk demokrasi atau republik politik redest (komunis) sebab jika ada rakyat, maka mereka hanya merasakan dan menikmati kebohongan dari apa yang dikenal sebagai perwakilan umum. Terpenting disini adalah kebebasan sosial dan ekonomilah yang mampu memberi kepada rakyat apa yang mereka butuhkan. Terbentuknya organisasi yang bebas dari kepentingan mereka sendiri dengan prinsip bergerak dari bawah keatas tanpa campur tangan, bimbingan atau paksaan dari atas. Itu bisa saja terjadi karena tidak ada negara, baik yang tidak berbentuk republik dan demokratis, bahkan negara semu-populer yang dimaksudkan Karl Marx, pada dasarnya mewakili bukan perintah rakyat dari atas kebawah, oleh orang yang berpendidikan dan memiliki hak istimewa yang seharusnya memahami kepentingan rakyat lebih baik dari pada rakyat itu sendiri. Jadi sangat mustahil bagi kelas tuan tanah dan pemerintah untuk memenuhi keinginan dan tuntutan rakyat. Satu instrument tetap pemaksaan negara, dalam kata negara, untuk negara berarti pemaksaan yang mendominasi dengan cara memaksa, disamarkan jika itu memungkinkan, tetapi tidak resmi dan terang-terangan jika diperlukan.[7] 

Perbedaan antara Gambeta dan Thiers secara keseluruhan tampak dari fakta bahwa, Thiers dipengaruhi oleh bias dan prasangka yang merebak saat itu untuk memperoleh dukungan dan keselamatan hanya dari borjuis yang kaya raya dan memandang dengan curiga puluhan atau bahkan ratusan ribu borjuis kecil dan kelas buruh (proletariat) yang berbondong-bondong mengajukan tuntutan ke kantor pemerintah, yang bercita-cita untuk menjadi golongan borjuis; sementara Gambeta, ditampik oleh kelas atas yang sampai sekarang telah menjadi penguasa eksklusif Prancis, berusaha mencari dasar kekuasaan politiknya, kediktatoran republic-demokrasi pada sebagian besar kaum borjuis murni yang kini tak lagi menerima penghargaan dan penghormatan dalam urusan administrasi negara. Ini berarti bahwa negara yang dipimpin Gambeta akan menjadi penindas dan penghancur rakyat, terlihat secara jelas, tetapi tidak lebih keji dari negara pendahulunya. Gambeta akan memoles kembali bentuk demokrasi yang luas yang akan membuat kelompok minoritas yang kaya dan rakus menjadi lebih kuat dan ketentraman menjadi lebih terjamin dan intensif memeras para buruh dengan bertumpuh pada perwakilan rakyat fiktif dari kehendak rakyat fiktif.[8] Bagi Bakunin Marx telah membuat kesalahan besar melalui ideology-ideologinya, maka berikut ini akan diuraikan kritik Bakunin terhadap Marxisme. 

3. Kritik Terhadap Marxisme 

 Bakunin dengan gagasan anarkhismenya (anarkisme: paham yang menyuarakan aspirasi secara langsung dengan mengutamakan perdamaian dan fraternity bukan penganiayaan) untuk peniadaan negara. Ia secara gambalang menyindir kaum Marxisisme pada periode awal penyebaran ideology Marxism sebagai berikut;

"pada tahun 1830an dan 1840an, revolusionisme semu mereka, belum teruji dengan cara apapun, mereka menebar kepercayaan ke khalayak luas. Mereka mempercayainya sendiri, meskipun mereka mewujudkan itu sebagian besar dalam tulisan-tulisan dengan karakter yang sangat abstrak, sehingga pemerintahan Prusia sama sekali tidak menghiraukannya. Barangkali pemerintah memahami bahwa mereka bergerak atas nama perintah".[9] 

Awal mula benturan-benturan ini dimulai ketika banyak anggota League of Just ("The establishment of the Kingdom of God on Earth, based on the ideals of love of one's neighbor, equality and justice") yang akhirnya menyeberang haluan dari simpatisan anarkisme menjadi marxisme dan berujung dengan berubahnya League of Just menjadi Communist League. Marx dan Engels berperan besar dalam mempengaruhi perubahan besar ini terutama ketika mengkritik kaum anarkis pada League of Just sebagai kaum yang selalu berpegang pada imajinasi abstrak tanpa rancangan teknis yang pasti untuk mencapai tujuan. Benturan ini tidak hanya berakhir disini, benturan antara Bakunin dan Marx menjadi api ketika kongres International (International Working Men's Association) dilaksanakan di Den Haag Belanda pada tahun 1872. Kongres ini diwarnai oleh pertentangan antara Marx beserta pengikutnya yang menganggap bahwa negara merupakan bagian penting bagi Marxisme (sosialisme), dan Bakunin dengan paham anarkisnya berpendapat bahwa negara harus diganti dengan federasi yang mengatur sendiri tempat kerja dan komunenya. Perselisihan ini diwarnai dengan keluarnya kubu Bakunin dari kongres itu dan berakhir dengan pemecatan Bakunin dari organisasi International.[10]

Lebih lanjut, berikut bagaimana Bakunin mengkritik ide-ide politik Marxisme "Bagi Marxisme, partisipasi kaum proletar dalam kehidupan politik bangsa masing-masing tampak sebagai cara yang efektif dalam mengejar perjuangan kelas dan akhirnya mencapai keunggulan proletariat dan penghapusan negara. Namun bagi kaum anarkis, setiap keterlibatan dalam politik burjois merupakan kerusakan melekat. Seseorang bisa melawan musuh atau yang lain bisa bergabung dengan musuh, tetapi satu orang tidak dapat melakukan keduanya. Berharap menggunakan metode politik dalam menghapus dominasi politik adalah khayalan berbahaya. Penciptaan negara untuk rakyat. Seturut penjelasan mereka, teori itu tidak akan bermakna apa-apa kecuali "kaum proletar diangkat ke tingkatan kelas penguasa". Apabila kaum proletar menjadi kelas penguasa, maka siapa yang akan memerintah? Pasti ada proletariat lain yang belum tunduk kepada aturan baru ini dalam negara baru ini. Barangkali rakyat jelata dari golongan petani misalnya, sebagaimana yang kita tahu tidak suka mendukung Marxis dan proletar lain pada tingkat budaya yang lebih rendah mungkin akan diatur oleh kaum proletar kota dan pabrik.[11]

Apa maksud "kaum proletar diangkat ke tingkatan kelas penguasa?" Seluruh bangsa akan memerintah, tetapi tak ada yang akan diperintah. Kemudian tidak akan ada pemerintah, tidak akan ada negara; tetapi jika ada negara maka ada pula orang-orang yang memerintah dan diperintah. Marxis menjawab dengan secara sederhana bahwa pemerintah rakyat dipimpin oleh sejumlah kecil wakil yang dipilih oleh rakyat. Kebohongan tersembunyi di balik penindasan yang dilakukan kelompok minoritas berkuasa menjadikan dirinya sendiri sebagai perwakilan dari ekspresi palsu keinginan rakyat. Mayoritas rakyat akan diperintah oleh minoritas yang istimewa. Namun, minoritas ini kata kaum Marxis, akan terdiri dari buruh. Atas jawaban itu Bakunin menjawab itu mungkin, tetapi bekas buruh, yang segera setelah mereka menjadi penguasa atau wakil rakyat akan berhenti menjadi buruh dan akan mulai memandang seluruh dunia buruh dari menara tinggi negara. Mereka tidak akan lagi mewakili rakyat kecuali diri mereka sendiri dan hasrat mereka sendiri dalam memerintah rakyat. Siapa pun yang meragukan ini berarti tidak akrab dengan sifat-sifat manusiawi.[12]

Kaum marxis melihat bahwa aksi demonstrasi atau aksi langsung lain dari kaum anarkis adalah sebuah penindasan negara, kediktatoran ini diperlukan sebagai perangkat transisi untuk mencapai pembebasan rakyat sepenuhnya. Anarki atau kebebasan adalah tujuan dan dengan demikian, rakyat yang akan dibebaskan harus diperbudak terlebih dahulu. Atas pernyataan tersebut kaum anarkis berargumentasi bahwa tidak ada kediktatoran yang dapat menciptakan kebebasan rakyat. Bagi kaum anarkis tak ada kediktatoran yang mungkin memiliki tujuan selain untuk mengabadikan dirinya sendiri, dan hal itu dapat menimbulkan dan memupuk perbudakan di tengah rakyat yang menanggungnya. Kebebasan hanya dapat diciptakan dengan kebebasan, oleh pemberontakan semua rakyat dan organisasi sukarela para buruh dari bawah ke atas."Pada bagian ini, Bakunin bersikukuh bahwa apa yang ditawarkan oleh Marxisme hanyalah sebuah ilusi mengenai pembebasan rakyat. Pemusatan kekuasaan secara absolut serta pensakralan sebuah otoritas atas nama rakyat, tentu sebuah hal yang sangat berbahaya. Semua hal dapat dilakukan atas nama rakyat dan meniadakan semua penghalang dalam versi pimpinan rakyat. Peniadaan ruang-ruang komunikasi dua arah antara rakyat bawah dengan minoritas penguasa, kemudian atas dasar merekalah yang paling mengerti keinginan rakyat melahirkan kediktatoran semu dalam balutan proletariat. Seperti yang dikatakan oleh Bakunin "Siapa pun yang meragukan ini berarti tidak akrab dengan sifat-sifat manusia". Slogan-slogan pemerintah atas nama rakyat menjadi semu belaka ketika semua kebebasan dan protes yang dilontarkan oleh rakyat dihapuskan dan dibatasi atas nama rakyat juga. Pemerintah atas nama rakyat berubah menjadi pemerintah atas nama minoritas yang "paling mengerti" rakyat.[13] 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun