Tahun Baru Imlek atau Festival Musim Semi adalah salah satu perayaan paling penting dalam budaya Tionghoa. Tradisi ini berakar dari zaman Dinasti Shang (1600--1046 SM), ketika masyarakat agraris Tiongkok mulai mengembangkan sistem kalender lunar untuk menentukan waktu bercocok tanam dan panen. Imlek sendiri dirayakan pada hari pertama bulan pertama dalam kalender lunar, yang biasanya jatuh antara akhir Januari hingga pertengahan Februari.
Salah satu legenda yang paling terkenal terkait dengan asal-usul Imlek adalah kisah tentang Nian, makhluk buas yang konon muncul setiap tahun untuk memangsa manusia dan hewan ternak. Masyarakat menemukan cara untuk mengusir Nian dengan suara keras, cahaya terang, dan warna merah. Dari sinilah muncul tradisi menyalakan petasan, memasang lentera merah, dan mengenakan pakaian berwarna merah saat perayaan Imlek.
Selain itu, Imlek juga memiliki makna filosofis yang mendalam. Konsep keseimbangan antara Yin dan Yang serta pengaruh lima unsur (air, kayu, api, tanah, dan logam) diyakini menentukan peruntungan setiap tahun berdasarkan zodiak Tiongkok yang terdiri dari 12 shio.
Tahun Baru Imlek didasarkan pada kalender lunar yang telah digunakan di Tiongkok sejak Dinasti Xia (sekitar 2070--1600 SM). Kalender ini mengikuti siklus bulan dan terdiri dari 12 atau 13 bulan dalam satu tahun. Salah satu perubahan besar dalam sistem  terjadi pada masa Dinasti Han (202 SM -- 220 M), ketika Kaisar Han Wudi mengadopsi sistem kalender yang lebih sistematis dengan siklus 12 shio. Setiap tahun dalam kalender Imlek dikaitkan dengan satu dari 12 hewan dalam zodiak Tionghoa, yaitu: Tikus, Kerbau, Harimau, Kelinci, Naga, Ular, Kuda, Kambing, Monyet, Ayam, Anjing dan Babi.
Sejarah Imlek di Indonesia
Seiring dengan berkembangnya jalur perdagangan dan migrasi orang Tionghoa, budaya Imlek menyebar ke berbagai negara, termasuk Indonesia. Sejarah masuknya perayaan Imlek ke Nusantara erat kaitannya dengan kedatangan pedagang dan perantau dari Tiongkok, terutama dari daerah Fujian dan Guangdong, yang mulai bermigrasi ke kepulauan Indonesia sejak abad ke-7.
Pada masa kerajaan-kerajaan Nusantara, seperti Sriwijaya dan Majapahit, interaksi antara pedagang Tionghoa dan masyarakat setempat semakin erat. Mereka membawa serta budaya, tradisi, dan perayaan Imlek. Seiring waktu, komunitas Tionghoa berkembang di kota-kota pelabuhan seperti Batavia (Jakarta), Semarang, Surabaya, dan Pontianak.
Pada masa kolonial Belanda, komunitas Tionghoa diakui sebagai kelompok masyarakat dengan tradisi yang khas, termasuk perayaan Imlek yang dilakukan dengan meriah. Namun, perubahan signifikan terjadi setelah kemerdekaan Indonesia, terutama pada masa pemerintahan Orde Baru (1967--1998). Melalui Instruksi Presiden No. 14 Tahun 1967, seluruh bentuk perayaan kebudayaan Tionghoa, termasuk Imlek, dilarang di ruang publik.
Setelah reformasi 1998, kebebasan beragama dan budaya kembali diakui. Tahun 2000, Presiden Abdurrahman Wahid mencabut larangan tersebut, dan pada tahun 2003, Presiden Megawati Soekarnoputri menetapkan Imlek sebagai hari libur nasional. Sejak saat itu, perayaan Imlek di Indonesia semakin berkembang, tidak hanya di kalangan masyarakat Tionghoa tetapi juga menjadi bagian dari keberagaman budaya nasional.
Tradisi perayaan Imlek terus berkembang dari waktu ke waktu, baik di Tiongkok maupun di berbagai negara, termasuk Indonesia. Beberapa ritual yang masih dipertahankan hingga saat ini antara lain: Reuni Keluarga dan Makan Malam Tahun Baru, Memberikan Angpao, Pesta Kembang Api dan Barongsai, Sembahyang Leluhur, dan Festival Cap Go Meh.
Di era modern, perayaan Imlek mengalami banyak adaptasi. Selain tradisi yang diwariskan turun-temurun, unsur-unsur budaya lokal juga turut mewarnai perayaan ini. Di Indonesia, banyak pusat perbelanjaan dan tempat wisata yang ikut serta dalam memeriahkan Imlek dengan dekorasi khas, diskon belanja, dan acara budaya.
Lebih dari sekadar perayaan etnis, Imlek kini menjadi simbol pluralisme di Indonesia. Perayaan ini tidak hanya dirayakan oleh masyarakat Tionghoa, tetapi juga menjadi bagian dari kekayaan budaya nasional yang dihargai oleh berbagai kalangan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI