Jika ditilik secara teliti, maka kita akan mengetahui bahwa ada tiga sumber yang menghidupkan cita-cita demokrasi sosial. Pertama, paham sosialis Barat, karena dasar-dasar kemanusiaan yang dibelanya dan menjadi tujuannya. Kedua, ajaran agama, yang menuntut kebenaran dan keadilan Ilahi dalam masyarakat serta persaudaraan antara manusia sebagai makhluk Tuhan. Ketiga, pengetahuan bahwa masyarakat Indonesia berdasarkan kolektivisme.
Konsep demokrasi sudah dikenal oleh masyarakat Indonesia sejak masa kolonialisme. Konsep ini berkembang dalam kehidupan masyarakat di pedesaan. Sejak masa feodal, masyarakat Indonesia hidup dalam sistem kolektivisme yang telah mengakar kuat di desa.Â
Hal ini dikarenakan pola dan sistem kehidupan pada saat itu didasarkan pada kehidupan bersama, yang meliputi kepemilikan bersama. Segala bentuk produksi dan usaha yang dilakukan harus melalui kesepakatan bersama dan dikerjakan secara gotong-royong. Hal ini menjadi alasan agar demokrasi desa menjadi dasar terhadap demokrasi Indonesia.Â
Perjuangan Bung Hatta
Untuk mewujudkan pemikiran-pemikirannya ini, Bung Hatta tidak hanya mengemukakan pendapat melainkan juga terlibat aktif dalam menjelaskan kepada para pemimpin lain, supaya dapat diterapkan dan dimasukkan kedalam UUD 1954. Hal ini dilakukan untuk memberikan dasar yang kuat terhadap demokrasi di Indonesia sebagai bentuk jaminan kepada rakyat. Dalam BPUPKI, Hatta memperjuangkan supaya kebebasan-kebebasan demokratis dimasukkan kedalam UUD.Â
Kemudian pada 4 November 1945 ia menandatangani maklumat pemerintah agar mengizinkan pembentukan pluralitas partai. Menurutnya jangan memberikan kekuasaan yang tidak terbatas kepada Negara untuk menjadikan Negara baru diatas Negara kekuasaan.
Perjuangan-perjuangan Bung Hatta dalam memasukkan kebebasan-kebebasan demokratis kedalam UUD tidaklah mudah, karena pemikirannya ini tidak sejalan dengan Bung Karno. Menurut Bung Karno, kebebasan-kebebasan demokratis tidak dimasukkan kedalam UUD karena dinilai berpotensi memberikan kesempatan kepada rakyat nantinya untuk menentang pemerintah. Namun, Hatta bersikeras untuk memasukkan itu kedalam UUD, dengan pemikiran dan penjelasan yang logis serta visioner. Jangan ada lagi pemerintah feudal dan otoriter, untuk mencegah itu maka rakyat harus diberi kebebasan yang juga berlandaskan aturan.
Ironinya, gagasan-gagasan visioner Bung Hatta mengenai demokrasi-kedaulatan rakyat yang mencangkup politik dan ekonomi telah mengalami kemunduran oleh hegemoni politik setelahnya. Kedaulatan rakyat tidak sepenuhnya terlaksana, melainkan "kedaulatan kelompok" lah yang terjadi. Keadaan ini merupakan konsekuensi dari sistem pemerintahan yang lemah dan resistensi dari oligarki. Maka, cita-cita luhur mengenai demokrasi kebangsaan hanya sebatas ekpetasi yang tidak pernah terealisasikan.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H