Mohon tunggu...
Eka Yuliati
Eka Yuliati Mohon Tunggu... Guru - Pembelajar sepanjang hayat

Saya adalah penulis dan peneliti dengan pengalaman luas dalam literasi dan pendidikan. Dengan gelar Magister di bidang Penelitian dan Evaluasi Pendidikan (cum laude), saya memiliki keahlian mendalam tentang metodologi penelitian dan pengolahan data. Sebagai penulis, saya telah menerbitkan puluhan karya, termasuk buku cerita anak bergambar, modul pelatihan, buku akademis, serta modul pembelajaran untuk kementerian. Salah satu buku saya yang paling serius, *Konstruksi Instrumen*, masih digunakan oleh mahasiswa untuk memahami pengolahan data dari dasar hingga mahir. Karya-karya saya tersedia di platform seperti Let's Read, Literacy Cloud, dan Budi Kemdikbud. Saya juga aktif mengikuti sayembara menulis dan telah memenangkan beberapa kompetisi tingkat nasional. Selama pandemi, saya menulis 25 modul pembelajaran jarak jauh dalam waktu singkat, seperti "membangun candi Borobudur". Menulis adalah bagian dari identitas saya—apapun yang bisa diceritakan dan menghasilkan dampak, saya tuangkan dalam tulisan. Selain sebagai penulis, saya juga seorang pelatih literasi yang berpengalaman dengan lebih dari 1.000 jam sebagai fasilitator dan pembicara. Saya telah melatih lebih dari 500 pendidik di berbagai program literasi yang bekerja sama dengan mitra internasional seperti UNICEF, USAID, Salvation Army, dan Room to Read. Bersama Yayasan Literasi Anak Indonesia (YLAI), saya aktif memfasilitasi program-program literasi di seluruh Indonesia. Teknologi juga menjadi bagian dari keterampilan saya, termasuk penguasaan aplikasi pengolah data seperti SPSS, NVivo, dan Excel.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mengenal Lebih Jauh Tentang Penganiayaan Anak

14 Oktober 2024   09:00 Diperbarui: 14 Oktober 2024   09:14 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dampak buruk penganiayaan bisa dirasakan seumur hidup. Kita tidak mau anak  kita mengalami penganiayaan. Atau karena ketidaktahuan kita, kita malah jadi pelaku penganiayaan? Aduh, bahaya. Yuk, cermati.

Kita sudah sering sekali mendengar tentang penganiayaan anak. Tapi, sudahkah kita mengenalinya? Jika penganiayaan terjadi di sekitar kita, sudahkah kita mengenalinya?  Apa tanda-tanda anak yang mengalami penganiayaan? Mengabaikan hak anak  seperti kesehatan fisik dan mental mereka juga bisa termasuk penganiayaan. Bagaimana cara mengenalinya?

Penganiayaan anak adalah masalah serius yang perlu perhatian khusus dari seluruh anggota masyarakat, terutama komunitas sekolah. Memahami berbagai jenis penganiayaan dan mengenali tanda-tanda peringatannya sangat penting untuk melindungi anak-anak dari dampak buruk yang dapat terjadi. 

Ada empat jenis utama penganiayaan anak yang perlu diketahui, beserta tanda-tanda fisik dan perilaku yang harus diwaspadai.

Salah satu bentuk penganiayaan anak yang paling umum adalah penganiayaan fisik, yaitu tindakan kekerasan yang sengaja dilakukan untuk menunjukkan kekuasaan atau kendali atas seorang anak. Penganiayaan ini bisa melibatkan pemukulan, pembakaran, tendangan, gigitan, hingga tindakan ekstrem seperti mencekik, meracuni, atau menenggelamkan. Ketika penganiayaan ini dilakukan oleh orang tua atau pengasuh, dampaknya bisa sangat menghancurkan kehidupan seorang anak. Satu-satunya pelindung yang mereka harapkan telah mengkhianati mereka.

Tanda-tanda fisik yang sering muncul pada kasus penganiayaan fisik dapat berupa memar, terutama di wajah, bibir, atau mulut. Kadang-kadang memar tersebut membentuk pola yang menunjukkan bentuk benda yang digunakan untuk memukul. Bekas gigitan juga sering menjadi tanda kekerasan, begitu pula dengan patah tulang yang tidak wajar. Luka di bagian tubuh yang biasanya tidak terluka, seperti punggung, leher, paha, atau pantat, juga dapat menjadi indikator bahwa seorang anak telah mengalami penganiayaan. Luka bakar yang tidak bisa dijelaskan, misalnya akibat rokok, atau luka di sekitar wajah, bibir, atau mata, adalah tanda lain yang perlu diwaspadai. Selain itu, kehilangan rambut di bagian tertentu akibat dicabut dan gejala keracunan juga bisa menjadi bukti adanya kekerasan fisik. Jadi mulai waspadai tanda-tanda fisik yang dapat kita amati.

Selain tanda-tanda fisik, perilaku anak juga bisa menunjukkan adanya penganiayaan. Anak yang mengalami kekerasan sering kali memberikan penjelasan yang tidak konsisten atau tidak masuk akal mengenai cedera yang mereka alami. Mereka mungkin juga tampak sangat takut kepada orang tua atau pengasuhnya, atau enggan untuk pulang ke rumah setelah sekolah. Beberapa anak memilih untuk mengenakan pakaian yang tidak sesuai dengan cuaca demi menutupi luka yang mereka miliki. Secara emosional, anak-anak ini sering kali menunjukkan perilaku yang gugup, hiperaktif, atau agresif. Beberapa anak bahkan dapat merusak diri sendiri atau menunjukkan perilaku yang merusak orang lain. Ketidakhadiran yang sering di sekolah tanpa alasan yang jelas, penyalahgunaan obat atau alkohol, hingga pikiran untuk bunuh diri atau menyakiti diri sendiri juga merupakan sinyal bahwa seorang anak mungkin sedang mengalami penganiayaan fisik.

Anak-anak adalah seseorang yang berusia di bawah 18 tahun. Mereka memiliki hak untuk dilindungi tanpa memandang umur, jenis kelamin, kemampuan, ras, agama, kepercayaan, dan identitas seksual. Kekerasan sendiri terdiri dari lima jenis yaitu kekerasan fisik, seksual, emosi, penelantaran, dan eksploitasi.  Subkategori lain mungkin akan dimasukkan. Pada tulisan ini hanya berfokus pada kekerasan fisik. 

Di sekolah, kebijakan sangat diperlukan. Kebijakan ini meliputi penanganan praktik keselamatan yang buruk yang mengakibatkan atau membuka peluang anak untuk celaka. Sebagai guru, kita rentan menjadi pelaku kekerasan karena kurangnya kesadaran kita.

Pernahkah memberikan susu kepada siswa pada acara sekolah? Sudahkah menanyakan anak-anak mana yang alergi susu? Bagaimana jika susunya basi? Apakah sudah siap akan risiko?

Jika mengajak anak-anak karya wisata, apakah mobil yang digunakan sudah memenuhi standar keselamatan? Apakah anak-anak memakai sabuk pengaman?Apakah supirnya merokok? Jangan-jangan Anda pernah membawa siswa karya wisata dengan naik mobil bak terbuka? Aduh, jangan ya dek ya.  Barangkali Anda berpikir bahwa Anda sudah melakukan yang terbaik sesuai sumber daya yang tersedia?Perlu dipikirkan kembali bahwa keselamatan anak adalah yang utama. Banyak juga kebiasaan mendidik kita yang justru membahayakan anak.


Karena anak-anak mungkin tidak selalu menyadari bahwa mereka sedang dilecehkan, atau merasa takut untuk berbicara, penting bagi kita untuk memperhatikan setiap tanda fisik dan perilaku yang mencurigakan. Dengan demikian, kita dapat berperan aktif dalam melindungi anak-anak dari penganiayaan lebih lanjut. Namun, kita perlu bertindak dengan hati-hati dan bijaksana. Panik, memfoto dan memviralkan kekerasan yang dialami seorang anak bukan tindakan yang tepat. Jika Anda belum paham mengenai tindakan yang harus diambil, berkonsultasilah kepada konselor sekolah atau petugas yang ditunjuk untuk menjadi juru keselamatan bagi anak di sekolah. 

Eh, di sekolah sudah ada konselor atau petugas khusus yang memandu keselamatan anak, kah?

Sumber: 

https://www.teachup.org/

https://savethechildren.or.id/kebijakan-perlindungan-anak

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun