(Pencabutan Izin Usaha BPRS Mojo Artho Di Kota Mojokerto, Jawa Timur)
Kasus yang sedang viral terkait hukum ekonomi syariah adalah pencabutan izin usaha Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Mojo Artho di Kota Mojokerto, Jawa Timur. BPRS Mojo Artho dicabut izinnya oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada awal tahun 2024 karena pengelolaan yang dianggap tidak sehat, meskipun upaya penyehatan telah dilakukan sejak beberapa tahun sebelumnya namun gagal memperbaiki kondisi keuangan bank tersebut. Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) juga terlibat dalam proses likuidasi, memastikan dana nasabah tetap terjamin.
Kaidah-kaidah Hukum
1. Pacta Sunt Servanda : Kaidah ini relevan dalam hubungan perbankan dan nasabah, yang menuntut agar perjanjian yang dibuat tetap ditepati, termasuk kewajiban bank kepada nasabah.
2. Lex Specialis Derogat Legi Generali : Peraturan spesifik dari OJK mengenai BPRS akan mengesampingkan peraturan umum perbankan lainnya yang berlaku secara umum.
3. Audi et Alteram Partem : Dalam proses pencabutan izin usaha, BPRS Mojo Artho harus diberikan kesempatan untuk menyampaikan penjelasan atau pembelaannya.
Norma-norma Hukum
Norma hukum yang terlibat dalam kasus ini meliputi:
-Norma Kepatuhan Perbankan : Semua lembaga perbankan, termasuk BPRS, diwajibkan untuk mematuhi peraturan yang mengatur stabilitas keuangan dan kehati-hatian dalam pengelolaan dana nasabah.
-Norma Perlindungan Konsumen : Dalam kasus ini, perlindungan terhadap dana nasabah menjadi salah satu fokus utama OJK dan LPS.
 Aturan-aturan Hukum
-Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah : Mengatur tentang operasi dan manajemen perbankan syariah, termasuk kepatuhan terhadap prinsip syariah.
-Peraturan OJK No. 19/POJK.03/2017 dan No. 32/POJK.03/2019 : Mengatur tentang pengawasan intensif dan langkah-langkah penyelamatan bank yang bermasalah.
-Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) : Mengatur stabilitas sistem keuangan serta langkah-langkah untuk mengelola risiko di sektor keuangan.
Analisis Positivisme Hukum dan Sociological Jurisprudence
-Positivisme Hukum : Positivisme hukum akan melihat kasus ini dari sudut pandang aturan yang berlaku secara tertulis. Pencabutan izin BPRS Mojo Artho oleh OJK dianggap sah karena mengikuti prosedur dan peraturan yang ada. Aliran ini menekankan kepatuhan terhadap peraturan yang dibuat oleh otoritas resmi seperti OJK dan LPS.
-Sociological Jurisprudence : Pendekatan ini akan melihat kasus ini dengan mempertimbangkan dampaknya terhadap masyarakat, terutama nasabah dan pemegang saham. Pencabutan izin oleh OJK dan keputusan LPS untuk melikuidasi BPRS Mojo Artho dapat dianalisis dari segi bagaimana tindakan tersebut mempengaruhi kepercayaan masyarakat terhadap perbankan syariah. Sociological jurisprudence akan mempertanyakan apakah tindakan yang diambil sudah sejalan dengan kesejahteraan sosial dan kepentingan umum.
Dari perspektif positivisme hukum, OJK telah bertindak sesuai hukum formal. Namun, dari perspektif sociological jurisprudence, perhatian akan lebih difokuskan pada dampak pencabutan izin ini terhadap nasabah dan masyarakat luas, termasuk perlindungan atas hak-hak ekonomi mereka.
Eka Wulandari 222111243
mahasiswa HES UIN RMS SURAKARTA
#uinsaidsurakarta2024
#muhammadjulijantoÂ
#prodihesfasyauinsaidsurakarta2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H