Pagi, setelah El pulang sekolah (Usia 5 tahun, sekolah TK kecil), dia berkata " Bunda, tadi disekolah aku siap-siap nangis", dengan wajah murung. "Kenapa?" El geleng-geleng kepala dan menunduk. "cerita nya gimana?", kok siap-siap nangis'?", tidak ada suara dan diam.Â
Sore hari kami pulang bersama memasuki lift kampus tempat saya dan suami bekerja. Kembali saya bertanya, "tadi disekolah, siap-siap nangis, ceritanya gimana?", El menghela nafas dan mengatupkan bibirnya. Ayahnya menatap ke saya dengan satu kata "plek". Plek maksutnya adalah cara anak saya merespon masalah yang berat sama seperti saya " diam". Hari pun larut malam dan semua berjalan seperti biasa.
Pagi kembali datang menyapa mata yang terang, saya memasak dan meyapu, suami saya mencuci piring dan menjemur pakaian, setelah itu kami makan dan mandi. Pagi itu El tidak mau mandi karena tidak mau berangkat sekolah, kami membujuknya.Â
Akhirnya setelah cukup lama El mandi dan setelah itu memakai baju sambil menangis, tetap berangkat sekolah. Sepulang sekolah gurunya berkata kepada ayah bahwa hari ini El sedih terus, kami tidak tau bahwa arti sedih itu menagis hampir sepanjang jam sekolah. Ketika pulang El memakai topi semut buatanya, cerita tentang proses membuat topi, tetap diam tentang apa yang dirasakannya.Â
Hari rabu, EL benar-benar mogok tidak mau sekolah, "aku takut bunda". Katika aku Tanya 'takut apa?" el tidak mau jawab. Â Kami terus membujuk untuk tetap sekolah dan saya berjanji akan menemaninya saat disekolah hingga pulang.Â
Aku gandeng El saat memasuki gerbang sekolah, ketika masuk gerbang El pegang tanganku erat sekali dan melihat ke satu sudut sekolah, aku ajak El menuju kelas untuk menaruh tasnya, kebetulan hari itu aktivitas disekolah adalah olahraga sehingga semua teman-teman beraktivitas didepan sekolah. Menuju ruang kelas tangisnya semakin deras. Guru El mendatangiku dan menceritakan kejadian hari selasa, "El menangis sepanjang sekolah tapi tetap berkegiatan bersama teman-teman dan menjawab pertanyaan" cerita sang guru.Â
Aku sampaikan pada gurunya bahawa el takut, namun  kami sendiri belum memahami apa yang ditakutkan. Kami coba meraba kenapa El terus seperti itu. Aku temani El ditangga sekolah hingga El tenang sambil bercerita apa yang kami lihat pada saat itu, bunga mawar, pohon cabe, kupu-kupu dan semut, hal itu bisa menurunkan ketegangan El. Sampai el bertanya, "mau disini terus bunda?", "El mau sama temen-temen?". "Iya" Jawabnya, "Tapi ditemenin bunda".Â
Kamipun berjalan ke halaman sekolah dan melihat keseruan pertandingan olahraga itu. Sampai ditempat bermain kamipun duduk, aku perhatikan El yang sedang mengamati sekitarnya, ada 1 anak yang sedang bermain El mengatakan , "itu bunda kuatkan orangnya, itu yang jahat", itu, itu" sembari menunjuk beberapa orang, akupun mengangguk.Â
Kemudian El bergegas bermain bersama teman-temanya, mengikuti aktivitas yang sudah disiapkan sekolah. Malam hari saya coba berdiskusi dengan El bersama suami, ditempat tidur kami bertiga bercerita dan mendengar keresahan yang dialami el, sesekali el menangis sambil cerita.
Satu minggu kemudian, saat El sudah mampu menghadapi ketakutannya. El menggambar , gambar seorang anak yang sedang menangis dan seorang anak berbadan besar yang sedang tertawa dan bola-bola disekitarnya. El datang ke saya dan menunjukkan gambar tersebut " bunda ini anak kecil yang lagi nangis, ini ada anak besar main bola, bolanya dua, anak kecil pinjem  bola, gak boleh terus anak kecilnya dipukul" kata El.Â
Aku mengangguk dan berfikir bahwa ternyata ini yang dirasakannya selama ini, kesedihan dan ketakutan. El dapat menggambarkan atau menceritakan perasaannya saat dirinya sudah merasa tenang dan lebih nyaman lewat gambar. Disini dia menyadari bahwa yang sedang dialaminya adalah emosi sedih dan takut.
Ini merupakan sedikit peristiwa dari dinamika kehidupan anak-anak kita yang perlu kita perhatikan. Senang, marah, sedih, takut, jijik, terkejut merupakan emosi dasar. Emosi merupakan " Grammar of Social Living" (Cowen et.al.,2019) bahwa emosi adalah bahasa social manusia  maka sebagai makhluk social, anak perlu belajar hal tersebut. Butuh kesiapan dan kemauan untuk dapat menyadari, memahami dan mengelola emosi tersebut. Peristiwa itu merupakan moment penting untuk kami, terutama El, belajar mengenai emosi takut dan sedih.
El sudah menyadari bahwa dirinya sedang sedih dan juga takut, memahami bahwa ada tangis dalam kesedihan dan ketidaknyamanan dalam ketakutan. Tantangan kami sebagai orang tua adalah mengenalkan El cara menghadapi dan mengelola kesedihan dan rasa takut tersebut.Â
Salah satu cara kami untuk mengenalkan mengelola rasa sedih dan takut dengan permainan " Bubble Breath". Bubble Breath adalah cara untuk mengenalkan kepada anak mengenai teknik relaksasi nafas dengan menggunakan media bubble. Bahan yang dibutuhkan adalah sabun, air, lidi, dan karet (Jika ingin membuatnya sendiri), namun jika ingin membelinya sudah banyak sekali dipasaran dengan harga yang sangat terjangkau. Cara melakukanya dengan langkah sebagai berikut :
- Bunda meniup bubble diruangan agar ruangan terisi banyak gelembung.
- Anak diminta untuk mememecahkan gelembung - gelembung tersebut
- Bunda mencontohkan kepada ananda dengan cara menghirup udara dari hidung dan mengeluarkan udara dari mulut secara berlahan sembari meniup bubble. Kemudian diikuti oleh ananda
- Ananda  diminta untuk meniup gelembung sampai menghasilkan satu gelembung yang besar. Jika gelembung tersebut besar artinya ananda telah melakukan teknik pernafasan dengan benar
- Selanjutnya Bunda menyampaikan kepada ananda bahwa ketika ananda sedang sedih , takut atau merasa tidak nyaman otak memerlukan banyak udara, yang mengakibatkan paru-paru harus bekerja lebih keras untuk menyediakan udara tersebut. Namun, ketika mereka melakukan pernafasan dalam, otak akan memberitahu kepada hati untuk tenang dan paru-paru akan bekerja lebih tenang.
- Terakhir, bunda menyampaikan kepada ananda bahwa jika sedang merasakan sedih, takut atau tidak nyaman maka mereka bisa mengatasinya dengan tarik nafas dalam-dalam dan keluarkan secara perlahan-lahan atau bermain " Bubble Breath". (Hall, et al.,2002).
ReferensiÂ
Hall, Kaduson, and Schaefer, Fifteen Effective Play Therapy Techniques, Professional Psychology: Research and Practice Copyright 2002 by the American Psychological Association, Inc. 2002, Vol. 33, No. 6, 515--522.
Cowen, Kletner, Souter, Tracy, Emotional Expression: Advances in Basic Emotional Theory : Journal of Nonverbal Behavior, June 2019. DOI: 10.1007/s10919-019-00293-3.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI