Mohon tunggu...
Eka Wartani
Eka Wartani Mohon Tunggu... Guru - Guru Taman Kanak-Kanak/Kepala Sekolah/Mahasiswa Pasca Sarjana Prodi PAUD

Pemerhati pendidikan Anak usia dini

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pemecahan Shohih Uqdah Al Kubro' Terhadap Malaikat, Takdir, Qadha dan Qadar

30 Desember 2023   07:22 Diperbarui: 30 Desember 2023   07:33 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh: Eka Wartani & Himmatul Jazriyah

Uqdah al-kubro’ adalah istilah yang berarti simpul besar atau masalah besar yang berkaitan dengan aqidah atau keyakinan dasar dalam Islam. Uqdah al-kubro’ terdiri dari tiga pertanyaan yang harus dijawab oleh setiap manusia, yaitu dari mana aku berasal? untuk apa aku hidup di dunia ini? Dan ke mana aku akan pergi setelah aku mati

Pertanyaan-pertanyaan ini mencakup tiga dimensi kehidupan manusia, yaitu kehidupan sebelum dunia, kehidupan dunia, dan kehidupan sesudah dunia. Jawaban-jawaban yang benar dan sesuai dengan ajaran Islam akan menentukan arah dan tujuan hidup manusia, serta mengokohkan iman dan ibadahnya kepada Allah Swt. Jawaban-jawaban yang salah dan menyimpang dari ajaran Islam akan menjerumuskan manusia ke dalam kesesatan dan kekufuran.

Uqdah Al-kubro' Terhadap Malaikat

Uqdah al-kubro’ yang berkaitan dengan iman kepada malaikat salah satunya ketika ada sebagian orang yang menganggap bahwa malaikat adalah anak-anak Allah Swt. atau memiliki sifat-sifat Tuhan. Hal ini tentu bertentangan dengan ajaran Islam yang menyatakan bahwa Allah Swt. adalah satu-satunya pencipta dan tidak mempunyai sekutu, anak, atau istri.

Untuk memecahkan masalah ini, kita harus mengacu pada dalil-dalil al-Qur’an dan hadits yang menjelaskan tentang hakikat dan sifat-sifat malaikat. Berikut ini adalah beberapa dalil yang dapat kita gunakan sebagai pemecahan sohih uqdah al-kubro’ terhadap malaikat:

  • Allah Swt. berfirman: “Mereka berkata: “(Allah) Maha Pemurah mengambil seorang anak.” Maha Suci Dia, sebenarnya mereka itu adalah hamba-hamba yang dimuliakan.” (Q.S. al-Anbiya’: 26) Ayat ini menunjukkan bahwa malaikat adalah hamba-hamba Allah Swt. yang dimuliakan, bukan anak-anak-Nya.
  • Allah Swt. berfirman: “Dan mereka berkata: “Maha Suci Rabb kami, sesungguhnya Rabb kami tidak beristri dan tidak (pula) beranak.” (Q.S. ash-Shaffat: 159) Ayat ini menegaskan bahwa Allah Swt. tidak beristri dan tidak beranak, sehingga mustahil bagi-Nya untuk memiliki anak dari malaikat atau makhluk lainnya.
  • Allah Swt. berfirman: “Dan Dia menciptakan malaikat-malaikat sebagai hamba-hamba-Nya, mereka mempunyai sayap-sayap, dua, tiga dan empat. Dia menambahkan pada ciptaan-Nya apa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (Q.S. Fathir: 1). Ayat ini menjelaskan bahwa malaikat diciptakan oleh Allah Swt dari cahaya, dan memiliki sayap-sayap sebagai salah satu bentuk fisik mereka.
  • Rasulullah Saw. bersabda: “Malaikat diciptakan dari cahaya, jin diciptakan dari api yang bergejolak, dan Adam diciptakan dari apa yang telah diceritakan kepadamu.” (HR. Muslim). Hadits ini menegaskan bahwa malaikat, jin, dan manusia memiliki asal-usul yang berbeda, sehingga tidak ada hubungan kekerabatan di antara mereka.

Selain itu Anggapan bahwa malaikat ditugaskan untuk mengatur alam semesta sehingga seolah-olah malaikatlah yang mengatur dan mempunyai alam semsta ini, padahal yang sebenarnya Allah pengatur alam ini sedangkan malaikat menjalankan atau melaksanakan perintah saja. Allah telah mewakilkan kepada para malaikat mengatur langit dan bumi. Mereka (para malaikat itu) bekerja dengan seizin dan atas perintah Allah. Oleh karena itu, Allah di dalam al-Qur'an kadang menyebutkan bahwa pengaturan tersebut diserahkan kepada malaikat, seperti firman-Nya:

  • “Demi para malaikat yang mengatur urusan alam” (QS. an-Nazi'at [79]: 5).
  • Sesungguhnya Tuhanmu adalah Allah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam hari, kemudian ia ber semayam di atas 'Arsy untuk mengatur segala urusannya. (QS. Yunus [10]: 3).
  • Katakanlah, "Siapakah yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan bumi; siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan; siapakah yang mengelu- arkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup; dan siapakah yang mengatur sega- la urusan?" Mereka akan menjawab, "Allah." Lalu kata- kanlah, "Mengapa kalian tidak bertakwa (kepada-Nya)?" (QS. Yunus [10]: 31).
  • Jika datang kematian kepada salah seorang di antara kalian, lalu utusan-utusan Kami mewafatkannya, sedang- kan para utusan (malaikat Kami) itu tidak (pernah) lengah (QS.al-An'am [6]:61).
  • Ibnu al-Qayyim lebih lanjut menjelaskan: Sesungguh- nya para malaikat yang bertugas dengan izin Allah untuk mengatur urusan manusia sejak terjadinya proses pem- buahan di dalam kandungan sampai matinya manusia. Merekalah yang ditugaskan untuk memproses dan mengem- bangkannya tahap demi tahap sampai pada bentuk manusia yang sempurna. Mereka jugalah yang menjaga ketika janin itu masih berada dalam tiga lapisan (chorion, alantion, dan amnion) di dalam kandungan. Mereka yang mencatat rezekinya, amal, ajal, sengsara, bahagia; mengikuti manusia dalam setiap keadaan serta mencatat perkataan dan per buatannya. Mereka melindunginya sewaktu manusia hidup, mencabut nyawanya serta menghantarkan nyawa itu kembali kepada Allah yang menciptakannya.

Dari dalil-dalil di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa pemecahan sohih uqdah al-kubro’ terhadap malaikat adalah dengan meyakini bahwa malaikat adalah makhluk Allah Swt. yang taat dan patuh kepada-Nya, tidak memiliki sifat-sifat Tuhan atau kesamaan dengan-Nya, dan tidak ada hubungan kekerabatan antara Allah Swt., malaikat, dan makhluk lainnya. Dengan demikian, kita dapat menjaga keimanan kita kepada Allah Swt. dan malaikat-Nya dengan benar dan sesuai dengan ajaran Islam. Selain itu manusia juga harus meyakini bahwa Allahlah pengatur alam ini dengan perintah (izin) dan kehendak-Nya, sedangkan malaikat mengatur alam ini hanya menjalankan atau melaksanakan perintah saja.

Uqdah Al-Kubro' Terhadap Takdir, Qadha dan Qadar

Takdir adalah konsep dasar dalam Islam yang mengacu pada pengetahuan dan kehendak Allah tentang segala sesuatu yang akan terjadi di dunia ini. Allah adalah Maha Mengetahui dan Maha Kuasa, sehingga Dia telah menetapkan segala sesuatu yang akan terjadi sejak awal waktu. Dalam pandangan ini, takdir mencakup semua peristiwa yang telah ditentukan sebelumnya, baik yang bersifat baik maupun buruk. Takdir adalah rencana ilahi yang tidak dapat diubah oleh manusia. Semua dicatat di Lawh Al-Mahfuzh

Qadha merujuk pada ketentuan atau keputusan Allah mengenai sesuatu yang sudah terjadi atau tengah terjadi. Ini adalah realisasi dari takdir yang telah ditetapkan oleh Allah. Dengan kata lain, qadha adalah apa yang telah Allah tetapkan untuk terjadi dalam kenyataan, dan ini dapat mencakup berbagai peristiwa dalam kehidupan manusia seperti kelahiran, kematian, penyakit, dan lain sebagainya. Manusia tidak memiliki kendali atas qadha, karena itu adalah hasil dari takdir yang telah ditentukan oleh Allah.

Qadar adalah pemahaman manusia tentang takdir dan qadha. Ini mencakup keyakinan bahwa Allah Maha Mengetahui dan Maha Kuasa, dan Dia telah menetapkan segala sesuatu dengan kebijaksanaan-Nya. Qadar juga mencakup keyakinan bahwa manusia memiliki kebebasan berpilihan dalam tindakan mereka, meskipun Allah telah menetapkan takdir mereka. Dengan kata lain, meskipun manusia memiliki kebebasan untuk membuat pilihan, Allah sudah tahu apa yang akan mereka pilih sejak awal.

Uqdah al-kubro’ yang berkaitan dengan iman kepada takdir, qadha dan qadar adalah munculnya paham-paham dalam memahami takdir qadha dan qadar:

  • Paham Qadariah/Muktazilah
  • Manusia memiliki kehendak, kekuatan, kebebasan untuk berbuat atau tidak berbuat terlepas dari kehendak takdir Allah
  • Paham Jabariah
  • Manusia tidak memiliki kekuasaan untuk memilih, ia harus pasrah dengan ketetapan Allah
  • Paham Asyari’ah/Ahlussunnah
  • Paham ini berpendapat bahwa sesungguhnya pada diri manusia ada kehendak berbuat dan ada khasiat yang melahirkan perbuatan. Semua itu diciptakan Allah tatkala seseorang memulai melakukan suatu perbuatan, sampai pada suatu batas, pada batas itulah Allah menentukan jadi-tidaknya perbuatan tersebut. Jadi, ketika seseorang akan/ sedang berbuat maksiat atau perbuatan terpuji, ketika itulah Allah menciptakan perbuatan tersebut bagi si hamba.

Pemecahan masalah ini bahwa manusia harus memahami bahwa sesungguhnya, jika kita meneliti suatu perbuatan/ kejadian, yang dilakukan atau yang menimpa manusia, akan kita jumpai bahwa manusia itu hidup dan beraktivitas dalam dua jenis perbuatan, yaitu:

  • Perbuatan yang berada di bawah kontrol manusia, yang timbul karena semata-mata pilihan dan keinginannya sendiri. Perbuatan ini akan di hisab dan ada balasan surga dan neraka.
  • Perbuatan yang berada di luar kontrol dan keinginan manusia. Pada bagian ini manusia berbuat atau terkena perbuatan yang berada di luar kemampuan dan ke- hendaknya. Manusia dipaksa menerimanya, tidak ada hisab atas apa yang terjadi.

Qadha dan qadar adalah salah satu rukun iman yang wajib diyakini oleh setiap muslim. Qadha berarti ketetapan Allah SWT terhadap segala sesuatu sebelum terjadi, sedangkan qadar berarti terwujudnya ketetapan tersebut. Dalam hal ini, Allah SWT adalah Maha Mengetahui, Maha Kuasa, dan Maha Bijaksana atas segala ciptaan-Nya.

Namun, ada beberapa orang yang mengalami keraguan atau kebingungan dalam memahami qadha dan qadar. Mereka bertanya-tanya tentang hubungan antara takdir Allah SWT dengan kehendak bebas manusia. Apakah manusia bisa mengubah takdirnya? Apakah manusia bertanggung jawab atas perbuatannya? Apakah manusia harus berusaha atau berserah diri kepada takdir?

Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, kita perlu memahami pemecahan sohih uqdah al- kubro’ terhadap qadha dan qadar. Uqdah al- kubro’ berarti simpul besar yang sulit diurai, yaitu masalah qadha dan qadar. Pemecahan sohih berarti penyelesaian yang benar dan sesuai dengan ajaran Islam.

Pemecahan sohih uqdah al- kubro’ terhadap qadha dan qadar adalah sebagai berikut:

  • Mengimani bahwa Allah SWT telah mengetahui segala sesuatu sejak zaman azali, dan menulisnya di lauh al-mahfuz. Ini menunjukkan sifat ilmu Allah SWT yang sempurna dan tidak terbatas.
  • Mengimani bahwa Allah SWT telah menciptakan segala sesuatu dengan takdir-Nya, baik yang baik maupun yang buruk. Ini menunjukkan sifat qudrah Allah SWT yang mutlak dan tidak terhalang.
  • Mengimani bahwa Allah SWT memberikan kehendak bebas kepada manusia untuk memilih dan bertindak. Ini menunjukkan sifat iradah Allah SWT yang adil dan bijaksana.
  • Mengimani bahwa Allah SWT memberikan balasan atau hukuman kepada manusia sesuai dengan perbuatannya. Ini menunjukkan sifat adl Allah SWT yang maha hakim dan maha pengasih.

Dengan demikian, kita dapat menyimpulkan bahwa qadha dan qadar tidak bertentangan dengan kehendak bebas manusia, melainkan saling berkaitan. Manusia harus berusaha untuk mengubah takdirnya yang muallaq (bisa berubah), tetapi juga harus berserah diri kepada takdirnya yang mubham (tidak bisa berubah). Manusia juga harus bertanggung jawab atas perbuatannya, karena Allah SWT akan memberikan balasan atau hukuman yang sesuai dengan keadilan-Nya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun