Mohon tunggu...
Eka WahyuAdinata
Eka WahyuAdinata Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa SB IPB University

Menyukai berenang dan bulu tangkis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Halal, Lebih dari Sekadar Sertifikasi: Membangun Ekonomi Industri Halal yang Berintegrasi

11 Juni 2024   19:48 Diperbarui: 11 Juni 2024   19:55 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Halal merupakan kata yang berasal dari bahasa Arab yang berarti "melepaskan" dan "tidak terikat", secara etimologi halal berarti hal-hal yang boleh dan dapat dilakukan karena bebas atau tidak terkait dengan ketentuan-ketentuan yang melarangnya (Shofie Y, 2013). Di era modern ini, halal banyak yang mengarahkannya hanya pada makanan dan minuman, sedangkan halal dapat bercabang ke berbagai sektor, seperti kosmetik, pakaian, hiburan, dll. 

Industri halal di Indonesia telah berkembang pesat hingga Indonesia berhasil masuk tiga besar pada the Global Islamic Economy Indicator (GIEI) dalam State of the Global Islamic Economy (SGIE) Report 2023. Ini membuktikan bahwa industri halal Indonesia sudah melampaui batas sertifikasi dan menjadi sebuah gaya hidup yang digemari banyak orang. Lebih dari sekadar label, halal merupakan sebuah nilai dan prinsip yang harus dijaga dan diterapkan dalam setiap aspek kehidupan.

Bagi umat Islam, halal menjadi pedoman penting dalam memilih produk dan jasa. Namun, makna halal tidak hanya terbatas pada agama, tetapi juga mencakup nilai-nilai universal seperti etika, kesehatan, dan keberlanjutan. Hal inilah yang menjadikan industri halal di Indonesia semakin atraktif dan memiliki potensi besar untuk bersaing di pasar global, hal ini juga didorong oleh beberapa faktor, seperti populasi islam di Indonesia pada 2024, terdapat 236 juta jiwa penduduk yang beragama islam atau sekitar 84,35% dari total populasi nasional, pengeluaran umat Muslim di Indonesia pada tahun 2020, yaitu sekitar USD 184 miliar untuk produk halal. Proyeksi pengeluaran ini diperkirakan akan meningkat hingga USD 281,6 miliar pada tahun 20251, dan Indonesia merupakan konsumen pasar halal terbesar di dunia, dengan 11,34% dari total pengeluaran halal global.

Namun, di tengah pertumbuhan yang pesat, penting untuk diingat bahwa halal bukan hanya tentang sertifikasi. Dibutuhkan komitmen dan integritas yang tinggi dari semua pihak, mulai dari produsen, distributor, hingga konsumen, untuk memastikan bahwa produk dan layanan yang dipasarkan benar-benar halal dan sesuai dengan syariat Islam.

Maka dari itu, artikel ini akan membahas tentang pentingnya membangun ekonomi industri halal yang berintegritas di Indonesia. Kita akan melihat bagaimana penerapan prinsip-prinsip halal yang komprehensif dapat meningkatkan kepercayaan konsumen, mendorong inovasi, dan membuka peluang baru bagi kemajuan ekonomi bangsa.

Sertifikasi halal dapat didefinisikan sebagai proses penilaian dan pemberian label halal pada produk makanan dan minuman yang memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan oleh otoritas agama Islam. Sertifikasi ini bertujuan untuk memastikan bahwa produk tersebut tidak mengandung bahan-bahan yang haram, tidak terkontaminasi dengan bahan haram, dan diproses sesuai dengan prinsip-prinsip agama Islam, sehingga hal ini telah menjadi standar bagi produk dan layanan yang ingin menjangkau pasar Muslim yang terus berkembang. Namun, sertifikasi halal hanyalah langkah awal karena tujuan kita adalah untuk membangun ekonomi industri halal yang berintegritas, sehingga setiap aspek mulai dari produksi hingga konsumsi, menjunjung tinggi nilai-nilai halal.

Integritas adalah kunci utama dalam membangun ekonomi industri halal yang berkelanjutan. Integritas ini harus tertanam dalam setiap langkah, mulai dari proses produksi yang halal dan higienis, hingga pemasaran yang jujur dan transparan. Konsumen harus yakin bahwa produk yang mereka beli benar-benar halal dan sesuai dengan syariat Islam. Untuk itu perlu adanya suatu sistem, yaitu halal supply chain yang merupakan sistem manajemen rantai pasokan yang memastikan bahwa produk halal terjaga kehalalannya dari hulu ke hilir, mulai dari bahan baku, proses produksi, distribusi, hingga penjualan kepada konsumen.

Halal supply chain dilaksanakan dengan tujuan untuk memastikan bahwa produk yang dikonsumsi oleh umat Islam sesuai dengan syariat Islam dan terhindar dari kontaminasi dengan produk non-halal. Sistem halal supply chain terdiri dari beberapa langkah utama, yaitu:

  1. Sertifikasi Halal: Produsen produk halal harus mendapatkan sertifikasi halal dari lembaga yang berwenang, seperti Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) di Indonesia.

  2. Traceability: Sistem traceability memungkinkan untuk melacak asal-usul dan pergerakan produk halal sepanjang rantai pasokan. Hal ini penting untuk memastikan bahwa produk halal tidak terkontaminasi dengan produk non-halal.

  3. Manajemen Risiko: Produsen harus mengidentifikasi, menilai, dan mengelola risiko yang dapat membahayakan kehalalan produk. Risiko ini dapat berasal dari berbagai sumber, seperti bahan baku, proses produksi, dan kontaminasi silang.

  4. HALAMAN :
    1. 1
    2. 2
    3. 3
    Mohon tunggu...

    Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
    Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
    Beri Komentar
    Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

    Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun