Mohon tunggu...
Eka Swardhana
Eka Swardhana Mohon Tunggu... -

Sweet seventen telah berlalu hihi :) blog: ekaswardhana.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Dia Mengulum Senyum

4 November 2014   19:36 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:41 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_371878" align="aligncenter" width="300" caption="orgeldvaradisflay.org"][/caption]

Dia mengulum senyum padaku saat kami di depan gerbang sekolah. Walau hanya suatu senyum biasa entah mengapa hatiku mengangapnya lebih. Aku berjalan menuju ruang kelasku, pikiranku terus digerayangi olehnya, aku masih memikirkannya. “Brugg!!” tiba-tiba saja buku-buku di tanganku terjatuh, Aku tertabrak seseorang.

“Maaf.. maaf” ucapnya padaku.

“Iya gak papa,,,”

Seseorangmerapikan bukuku yang terjatuh, namun bukan orang yang menabrakku, melainkan orang lain. Sedari tadi aku tidak memperhatikan siapa yang membantuku membereskan buku-bukuku, baru kutahu saat ia memberikan bukuku yang tadi terjatuh. Apa ini karena mataku yang minus sehingga tak bisa melihat dengan jelas atau, akh bukan. Ternyata, orang yang membantuku adalah orang yang mengulum senyum padaku tadi.

“ini bukunya, kalau jalan hati-hati yah! Jangan melamun, nanti ketabrak orang lagi” ia tersenyum seraya memberikan separuh bukuku. Aku malu sekali, benar-benar malu padanya. Pasti tadi aku telihat tak karuan, bengong tak jelas di hadapannya. Namun tahukah kau, aku beginipun karenamu. Semakin ekspresi wajahku seperti orang bodoh.

Sejak kejadian itu aku semakin tersihir jika bertemu dengannya, aku jadi melongo, gagu, akh pokoknya seperti orang gila. Diam-diam juga aku menaruh hati padanya, namun cukup kupendam dalam hati saja. Biarkan dia peka dengan sendirinya. Aku masih cukup sabar menjaga rasa ini hingga ia tahu yang sebenarnya tentangku. Aku tak berani untuk mengungkapkan seisi hatiku padanya. Dengan budaya yang sudah mendarah daging, tak mungkin seorang wanita memulai duluan. Kecuali jika wanita itu bermental baja, itu bisa saja terjadi. Walau setiap hari aku merasakan kerinduan yang begitu manderu akan ku tepis jauh-jauh. Terkadang aku ingin memutar takdir tuhan, aku ingin menjadi seorang pria dan ia menjadi seorang wanita. Supaya aku takmemendam perasan ini terlalu lama lagi.

Diperahu yang sama

Hari-hariku telah dipenuhi olehnya, begitu penuhnya sampai-sampai tak ada lagi ruang untuk diriku sendiri. Setelah ku sadari itu, aku mulai menata hidupku lagi sesuai dengan selayaknya. Tentang dia, mungkin harus ku sisihkan sejenak. Ada proyek lain menantiku,

“Lia, kamu harus belajar kebih giat lagi yah! Akhir bulan ini kamu ikut lomba cerdas cermat!” ucap Ibu Resti padaku.

“Emm,, kenapa harus aku bu?” aku butuh kepastian,

“Karena nilai biologimu bagus-bagus, dan ibu percaya padamu!”

Ibu resti memilihku untuk mengikuti lomba cerdas cermat biologi. Awalnya aku menolak. Namun setelah tahu bahwa Farhanpun ikut, aku mulai menerimanya. Dia adalah Farhan. Aku amat senang, sangat senang. Saking senangnya aku loncat berjingkrak-jingkrak tak jelas. Sampai-sampai teman-teman di kelas keheranan melihat tingkahku itu. Masa bodoh, yang penting sekarang aku merasa senang. Bukankah hak setiap orang untuk mengekspresikan apa yang ia rasakan? Sejauh itu tak mengganggu kepentingan orang lain. Yaa! Aku senang sekali. Bisa dibilang ini kesempatan yang sangat bagus untuk lebih dekat dengannya. Istilahnya sambil menyelam minum air. Aku benar-benar tak sabar untuk belajar dengannya dan bersama- sama dalam podium lomba.Menyelami seluk-beluk dirinya, kepribadiannya, pokoknya semua tentangnya. Sungguh aku tak sabar mendapatkan mandat dari Ibu Resti ini.

Bukannya mengesampingkan Farhan, malahan aku jadi dekat dengannya. Sesuatu yang bertolak belakang dengan komitmenku saat awal aku di tunjuk oleh Ibu Resti dahulu. Aku telah terinjeksi virus Farhan. Virus yang begitu ganas, jasad renik yang begitu kecil tetapi sanggup mengrogoti hatiku. Tapi biarlah, bukannya menyenangkan bisa dekat dengan orang yang kita sayang? Sejauh itu masih positif, kenapa tidak? Karenanya pula aku lebih mudah menghapal istilah-istilah ilmiah. Istilah-istilah yang selama ini sulit untuk ku kuasai.

Ternyata Farhan orang yang menyenangkan, ramah, baik, perhatian dan semua kebaikan ada padanya. Sebenarnya aku ingin mengulur waktu lebih lama lagi untuk kebersamaanku bersamanya. Itu sangat menggembirakan. Membuat hatiku selalu berbunga-bunga setiap harinya. Andai saja waktu bisa ku tunda, aku ingin kebersamaan ini tetap ada. Namun kenyataan berkata lain. Besok adalah hari terakhirku bersama Farhan, dan setelah itu aku akan menjalani keseharian seperti sebelum kami dalam perlombaan ini.

“Lia, kamu harus siap-siap buat besok yah! Jaga kesehatan! Semangat!” Farhan menggodaku dengan tangan yang mengepal, tanda memberi semangat padaku.

“Kamu juga yah!” aku membalas kepalan tagannya yang sedikit membengkok itu.

Ia tersenyum padaku bukannya membalas ucapanku malahan melenggang pergi. Tanpa mengambil ancang-ancang terlebih dahulu, aku pun berbalik arah darinya seraya melambaikan tangan yang jelas-jelas ia hiraukan.

Aku rapopo (porak poranda)

Baru selangkah kumelaju, terdengar seseorang memanggil nama Farhan yang tak jauh di belakangku. Suaranya begitu lembut menyapa pendengaranku, namun cukup mampu megusik ketenangaku. Suara itu milik seorang wanita. Yah! Aku tidak salah, itu suara wanita. Karena reflek, kuhentikan langkah kakiku diam di tempat dan dalam hitungan detik, kuputar kepalaku 900 ke belakang. Adegan yang sugguh mustahil kulihat. Ia memeluk Farhan saat itu juga, pelukan yang begitu erat dan hangat. #1 Mereka terlihat seperti berabad- abad tak bertemu. Kumengucuk-ngucek mataku, meyakinkan lagi bahwa itu memang benar Farhan yang kukenal. Sepertinya wanita itu benar-benar orang yang sangat spesial. Aku bagai terhempas ke dalam jurang yang paling curam. Tubuhku goyah, lemas, dadaku menderu-deru. Mungkin jika tak ada pagar di sisiku, aku akan terkulai jatuh. Bagaimana bisa ia melakukan itu pada Farhan orang yang aku sayang. Berjuta tanya menyembul dalam hati dan pikirku. Siapa dia? Kenapa dia? Bagaimana bisa? semua tanya. Apakah ia adik Farhan? Tidak, yang kutahu Farhan tak punya adik yang sekolah di sini. Tapi mengapa Farhan membalas pelukan wanita itu? perbuatannya membuatku semakin terbujur kaku, rasanya kakiku tak menginjak bumi lagi. Langit seakan runtuh bagiku. Tanganku semakin erat mencengkram badan pagar. Aku mulai sulit berafas, dadaku terasa sesak. Akh!

Bukannya pergi aku malah menguntit mereka, mengumpulkan semua tenaga yang tersisa untuk menggeser puing-puing badanku ke sisi tembok. Mereka nampak terlihat akrab, wanita itu sangat manja pada Farhan. Meski agak jauh, suara mereka masih terdegar jelas olehku. Farhan mengajak wanita itu menepi untuk berteduh di bawah pohon mangga. Mereka duduk berdua.

“Kamu kangen yah sama aku dek?”

“Iya, aku kangen mas!” gadis itu bersuara,

“Kenapa kamu kesini? Nantikan abis pulang sekolah, mas main ke tempat adek? Hayo kenapa hehe ?” Farhan mulai membalas sikap manja gadis itu.

“Soalnya adek kangen banget sama mas, bolehkan mas?” kepala gadis itu bersandar di bahu Farhan. Melihat itu, hatiku semakin panas saja.

Hatiku menjerit. Kucoba mengelus dada dengan maksud meringankan beban hatiku, tapi aku tetap tak bisa. Tak terasa air mataku merembes, sakit hatiku tak bisa di ungkapkan dengan kata-kata lagi. Cukup dengan air mata yang mewakili segala yang ada di hatiku. Sebenarnya aku masih ingin lebih lama menguping pembicaraan mereka, namun aku tak sampai hati lagi untuk mendengarnya. Aku terlalu cemburu untuk menyaksikan kemesraan mereka berdua. Hati ini terlalu getir, sakit, sembilu. Menggantungkan semua harapanku sejak amat lama pada Farhan, harapan kebahagiaan yang ternyata kandas sebelum di mulai, bahkan berbonus sebuah luka tak berkesudahan. Terlalu gamang berdiri melihat mereka berdua. Maka kuputuskan untuk angkat kaki, pergi sejauh yang kubisa. Pergi membawa setumpuk luka yang entah kapan bisa terobati.

Meski hatiku sudah tertoreh luka, dalam hati kecilku, aku masih menaruh kemungkinan yang terdengar sangar amat mustahil. Aku butuh kepastian. Siapa gadis itu? kekasih ataukah adik Farhan? Dalam suasana segenting ini aku masih saja mengharapkannya. Aku memang bodoh, amat bodoh. Cintalah yang membuatku semalang ini.

Malam ini akan menjadi malam terpanjang dalam hidupku, malam yang teramat kelam. Mataku yang setengah bengkak sulit terpejam. Kejadian tadi siang amat sangat menggoncang jiwa dan akal sehatku. Menangis semalaman pun sudah tak ada gunanya lagi. Farhan sudah menjadi milik orang lain. Hatiku teramat kalut, mataku sudah tak bisa mengeluarkan setetes air pun, sudah kering. Hatiku ini tandus, tak ada satupun oase yang membasahi. Lebih kering dan panas dari gurun sahara. Terlebih lagi setelah aku tahu bahwa Farhan sudah jadian dengan gadis itu setahun yang lalu. Aku semakin marah dengan diriku sendiri, “Udah selama itu? kenapa kamu sama sekali enggak tau Lia?” hatiku membatin.

Aku menyalahkan mata, telinga, dan hatiku, mereka tak berfungsi dengan semestinya. Sampai-sampai aku tak tahu kalau Farhan sudah punya pacar. Aku sangat kecewa dengan diriku sendiri. Mereka sudah berhubungan selama itu dan aku tak mendengar kabarnya sedikitpun. Seingatku, aku mulai menyukai Farhan delapan bulan yang lalu. Itu berarti jauh setelah mereka jadian. Ya Tuhan kenapa aku ini? Kenapa juga kau tak memberi firasat sedikitpun padaku. Akh, ini sudah terlanjur, tak ada gunanya menyesali hal yang sudah terjadi. Aku sudah terlanjur cemburu, sudah terlanjur kecewa, sudah terlanjur sakit hati, sudah terlanjur patah hati. Yah! patah hati, tanpa kujelaskan bagaimana rasanya kalian pasti sudah mengerti. Hati ini serasa dicabik-cabik.

Ku merasa menopang beban yang sangat berat pagi ini. Pergi kesekolah dengan mata yang merah. Jika saja aku tak memakai kacamata, pasti sembab di mataku akan semakin terlihat jelas. Orang-orang sudah berkumpul di aula sekolah. Satu hal yang kulupakan, perlombaan tepat di adakan hari ini. Terlihat Farhan tersenyum padaku di sudut sana, nyaris tak ada yang berbeda darinya. #2

Semuanya tak ada artinya

“Liaaa!!!” ia berteriak dan berlari menghampiriku,

“Lombanya udah mau di mulai yah?” tanyaku sedikit lesu padanya

“Iyah masih sejam lagi. Kayanya hari ini ada yang beda dari kamu, emm mata kamu kenapa?”

“Enggak kenapa-kenapa kok, Cuma kelilipan aja!” aku sedikit mengelak,

“Yang bener? Kalau kamu sakit, kita ke ruang UKS aja, mumpung lombanya belum di mulai?”

“Iyah benaran, aku gak kenapa-kenapa kok!”

“Yaudah ikut aku!” ia memaksaku untuk ikut dengannya dan menarik tanganku.

Ia amat perhatian padaku. Andai saja ia belum menjadi milik siapa-siapa, aku pasti akan menjadi orang yang paling bahagia sedunia.

“Ini obatnya, kamu tetesin. Mata kamu kayanya iritasi!” Farhan menyodorkan obat mata tetes.

“Gimana mataku gak iritasi? Semaleman aku nangisin kamu, kamu tau gak sih?” aku berbicara dalam hati, kesal sekali. “Ihh gak usah deh, kan aku udah bilang gak kenapa-kenapa!”

“Yaudah sini aku yang netesin, buka mata kamu lebar-lebar” ia meneteskan obat pada mataku. Ia menatapku dengan mata seksinya itu, terlihat serius sekali. Hatiku jadi luluh lagi padanya, akhh!!

“Nah selesai, Cuma sebentar kan? Udah jangang di kucek-kucek lagi, nanti jadi tambah merah!”

“Iyah makasih!!”

“Sama-sama”

Ya Tuhan, dia lembut banget sih! Tiba-tiba hatiku penuh tanya, “Apa bener yah cewek yang kemaren itu ceweknya Farhan?” aku masih belum percaya, kalau memang benar, kenapa dia baikbanget.

“Farhan, aku boleh nanya enggak sama kamu?”

“Emmm,,,, boleh, asal jangan tanya soal mikrobakterium yang kemaren yah! Hehe”

“Emm bukan, ini yang lain!” seketika suasana menjadi hening dan serius, aku pun tak mengerti.

“Iyah, “

“Perempuan yang kemaren kamu peluk itu siapa? Cewek kamu yah??“ aku berkata pelan, menatapnya penuh harap,

“Ouh, kirain mau nanya apaan. Hehe emang kenapa?”

“Ihh malah ketawa lagi, enggak kenapa-kenapa sih, cuma kepingin tau aja!”

“Penasaran yah? Hehe” gelagatnya membuatku semakin penasaran,

“Enggak juga!” sebenarnya aku ingin berkata iya, tapi gengsi akh!

“Ouh yaudah. Yaudah yuk keluar, nanti lombanya keburu di mulai!”

“Kan belum di kasih tau? Ih, nyebelin!”

“Katanya tadi gak penasaran hehe kok malah ngambek sih? Kamu cemburu yah!!! Hehe dia cuma adik misanku. Udah lama aku gak ketemu dia semenjak ikut bimbel biologi, kita deket banget. Aku gak sembarang meluk perempuan kali Lia!!!”

“Oh kirain cewek kamu! Tapi aku denger kamu udah jadian sama dia dari setahun yang lalu?”

“Ya bukan lah. Setahun yang lalu itu waktu dia pindah ke sekolah ini. Kan aku udah bilang, aku tuh deket banget sama dia. Mungkin karena itu orang-orang kira, dia cewek aku. Jangan-jangan kamu kepingin di peluk aku yahhh??? Haha” Farhan berlari meninggalkanku,

Wajahku memerah bak udang rebus, “Engak, enggak ko!!” teriakku padanya, ia malah mengejekku. Aku berlari mengejarnya. #3

Tak kusangka perempuan itu hanya adik misannya saja, aku terlalu cemburu buta yang pada akhirnya membuatku berpikiran pendek, akalku waktu itu terasa buntu, dangkal sekali. Setelah mendengar yang sebenarnya dari Farhan hatiku benar-benar lega, rasanya tak ada lagi yang mengganjal. Namun sekarang aku berfikir, apa Farhan juga menyukaiku? Akh gelap!

Senyum yang manis

Perlombaan akan segera di mulai, aku teramat gugup, tanganku dingin seperti bongkahan es. Saat itu ku tatap Farhan tepat di sebelahku, ada rasa ragu yang tiba-tiba muncul. Baiklah kuanggap Farhan sekedar patner saja, tak lebih. Sorak-sorai suporterku membuatku bersemangat lagi. Ya! Aku harus semangat!

Pertanyaan demi pertanyaan sudah kami lahap nyaris habis tak ada yang tak terjawab. Walau begitu kami tak boleh berbangga hati karena masih ada dua babak lagi, babak lemparan dan babak rebutan. Kami berdua memang patner kerja yang baik, di saat aku tak bisa menjawab pertanyaan, Farhan menutupi ketidaktahuanku, begitupun sebaliknya. Maka jadilah kami yang terunggul saat ini. Ibu Resti terus menyemangati kami “Ayo! Semangat!”

Babak rebutan akan segera berakhir dan poin kami masih yang paling tertinggi, dan akhirnya kami menjadi pemenang, senangnya hati ini. Seperti biasa Farhan tersenyum padaku. Pada detik-detik ini terjadi hal yang tak terduga sebuah keajaiban bagiku, kau tahu apa? Sesuatu yang membuatku mengawang, mengambang di udara bahkan mengangkasa.

Farhan sedikit membungkukan badannya dan membisikan kata “Aku suka kamu!” tepat di telingaku. Akh! Akhirnya misi sambil menyelam minum airku berhasil. Bahkan sekali mendayung 2 pulau terampaui. “Aku juga!” aku tenggelam dalam buai kata-katanya, terjerembab masuk kedalam palung laut yang paling dalam. Aku bahagia!

***

Hal terindah :)

Hari ini adalah ujung semua kebahagianku, kebahagian yang tak pelak kurasa percuma. Farhan telah menjadi mantan pacarku karena hari ini aku sah menjadi pendamping abadi seorang pria yang aku sayangi, pria yang akan hidup denganku seumur hidupnya dengan saling berbagi kasih sampai ujung waktu nanti. Kasih dan cinta yang tak akan pudar karena kami selalu memupuknya untuk tubuh subur tak peduli dengan aral yang tak sejalan. Menjaga buah hati kami. Kami berjanji akan selalu menjaga satu sama lain baik dalam suka maupun duka.

“Kau sudah menjadi milikku seutuhnya! Tak terasa waktu begitu cepat berlalu, padahal rasanya baru kemarin kita berkenalan” ucapnya padaku,

“Sekarang aku bolehkan memanggilmu, sayang? Kau begitu menjaga dirimu,”

“Tentu saja! Aku hanya ingin menjaga kehormatanku sebelum pendampingku datang. Kau pasti senang mendengarnya” kami berhadapan menatap satu sama lain,

“Sayang, kau sangat cantik, bolehkah aku memelukmu?”

“Tentu sayang, aku sudah menjadi satu-satunya milikmu!.... Aku mencintaimu!” Farhan mendekat padaku, seraya membuka tangannya mendekap tubuhku yang haus akan kasihnya. Pelukan yang sudah lama aku rindukan sejak lama sekali, sebuah pelukan hangat. Di pelukannya aku bisa merasakan kasih sayang dan aroma tubuhnya yang begitu khas, yang sejak dahulu belum sempat aku rasakan.

“Bahkan aku boleh mengecup keningmu sayang?” tanyanya padaku lagi, kujawab dengan sebuah anggukan. Farhan mengecup keningku dengan lembut, sebuah rasa muncul. Ia mendesah pelan, membisikkan suatu kata “Aku juga mencintaimu!”

Bukankah indah jika bisa memiliki seseorang yang kau inginkan dengan tepat waktu? Sebelumnya aku dan Farhan terpisah antara jarak dan waktu untuk mengejar mimpi-mimpi kami. Namun kami percaya Tuhan tidak buta dan tidak tuli, ia tahu apa yang kami inginkan dan dia tahu apa yang terbaik untuk kita.

SELESAI

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun