Kupikir melupakan adalah hal yang mudah, ternyata aku salah.
Usai sholat subuh, kulangkahkan kakiku menuju tempat check in pesawat. Hari ini sedang ada meeting di kantor pusat. Namun tak sengaja aku bertemu dengannya. Perempuan yang sedang memakai seragam kerja itu berpapasan denganku.
"Mas Yudha" sapanya
"Lho mau kemana?"
"Ke Surabaya"
"Lah sama"
"Mas Yudha naik pesawat apa?"
Kusebut satu nama maskapai dan ternyata aku dan perempuan itu satu penerbangan dari Jakarta ke Surabaya.
"Sudah Check-in?" tanyaku
"Sudah barusan"
Kalau boleh jujur sebenarnya aku berencana sekalian saja kami check in. Aku memiliki banyak cerita untuk dibagikan dengannya. Aku yakin dia akan tertawa kecil mendengar ceritaku. Namun dia sudah check ini dan buru-buru ijin untuk sholat subuh.
Aku check in kemudian menunggu sebentar di ruang tunggu, lalu segera masuk pesawat. Aku tidak lagi bertemu dengan perempuan itu, namun sebuah wa masuk di ponselku.
'Nanti bareng ya Mas ke kanpusnya' tulis perempuan itu pada whatapps
'Beres' jawabku.
Aku masih berjalan di belakangnya, seperti hal-hal yang dahulu sering kulakukan. Aku suka mengawasinya dari belakang. Perempuan yang tinggi badannya bahkan tidak sampai 1.5 meter dengan berat badan sekitar lima puluh kiloan. Siapa sangka dia sudah memiliki anak yang sehat dan cerdas.Â
Andai saja perempuan itu tahu betapa aku bahagia dia menemukan lelaki yang baik untuk menjadi pendampingnya. Bukan lelaki sepertiku, yang walaupun saat itu sekuat tenaga berusaha hijrah ke arah yang lebih baik, tetap saja bukan aku yang terpilih di kehidupannya.
Kukesampingkan semua egoku tentangnya. Meskipun melupakannya bukanlah hal yang mudah. Senyum, suara bahkan tangisnya seolah sudah terpatri di dalam otakku.
Dari bandara ternyata banyak rekan lainnya yang satu tujuan, di kantor pusat. Akhirnya kami ber -7 menyewa satu mobil menuju ke sana. Jangan tanya mengapa aku duduk di bangku belakang ya. Karena sudah kukatakan dari awal aku suka mengawasinya, seolah dengan berada di belakangnya, aku melindunginya dari segala bahaya.
Sesampai di kantor pusat, kuhampiri perempuan itu, "Ayuk sarapan"
Perempuan itu menggelengkan kepala seraya tersenyum, "Aku shaum Mas"
Ingatanku terus berputar pada tahun-tahun itu. Tahun dimana aku berusaha untuk menjadi lebih baik, ibadahku dan sikapku perlahan berubah. Aku bahkan menghentikan kebiasaanku menggoda wanita-wanita dengan pesona ketampananku.Â
Tapi apalah daya, sekalipun teman-temanku meyakinkanku bahwa aku sangat serasi dengan perempuan itu, toh perempuan itu memilih lelaki lain untuk mendampingi kehidupannya.
Sungguh melupakan bukan hal yang mudah, Meskipun aku sudah banyak berubah. Bagiku kini dia adalah sahabat terbaik. Doaku semoga dia senantiasa bahagia dan aku akan tetap berjalan di belakangnya untuk melindunginya (dari kejauhan saja)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H