Mohon tunggu...
Eka Sulistiyowati
Eka Sulistiyowati Mohon Tunggu... Administrasi - karyawan

aku tahu rezekiku takkan diambil orang lain, karenanya hatiku tenang. aku tahu amal-amalku takkan dikerjakan orang lain, karenanya kusibukkan diri dengan beramal

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tak Mampu Pergi

29 Agustus 2019   13:46 Diperbarui: 15 Februari 2024   10:42 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kupandangi lelaki berkulit sawo matang ini. Di penerbangan ini dia duduk di bersebelahan denganku. Tak ada yang spesial darinya kecuali sifatnya yang pendiam dan terlalu introvert. Sejenak hatiku membandingkannya dengan diriku. Aku lebih berisi dan tinggiku melebihi lelaki ini, kulitku putih bersih. Bisa dikatakan secara ketampanan lebih tampan diriku daripada dirinya. lalu apa yang menarik darinya. Mengapa perempuan itu lebih memilihnya daripada diriku.

Pagi tadi aku bertemu dengan perempuan itu di terminal 3 bandara internasional Soetta. Dengan menggendong anak ketiganya yang masih bayi, perempuan itu mengantar kepergian suaminya selama dua minggu di negara Jepang. Awalnya aku menolak ditugaskan ke luar negeri, tapi apalah daya seorang pegawai sepertiku, aku pun tak bisa menolaknya. Dan ternyata temanku saat di Jepang adalah suami dari perempuan itu.

Kamu mungkin bertanya apa istimewanya perempuan itu hingga hatiku tak mampu pergi darinya. Sepuluh tahun sudah sejak pertemuan aku dengannya, setahun kami lewati suka duka. Di dua tahun berikutnya dia meninggalkan setumpuk luka cinta di dadaku. Aku memang salah telah mencintainya dalam diam. Aku yang biasanya dengan mudah merayu wanita, hanya bisa terdiam dan membisu di depan perempuan ini. Aku yang biasanya lebih banyak menghabiskan waktu dengan cuma-cuma, lalu menjadi lelaki alim yang mengikuti berbagai macam kajian. Aku yang biasanya mudah berkata seenaknya, menjadi lelaki sopan ketika di hadapannya.

Perempuan itu mampu menghapus kesepianku saat berada di kota perantauan. Sikapnya yang luwes dan jujur membuatku nyaman berteman dan bercanda dengannya. Setiap kali kami berbincang seakan seluruh semesta membuat kami terisolasi dengan dunia luar. Sehingga hanya ada aku dan perempuan itu. Hanya ada ceritaku dan tawa perempuan itu. Tawanya begitu renyah, pembawaannya yang santai membuat aku merasakan kebahagiaan saat di dekatnya. Aura perempuan itu terlalu indah untuk digambarkan. Aku sangat menikmati waktu bersamanya. Hanya sekedar memasak bersama di kontrakan, atau berkeliling mall tanpa tujuan. Terkadang malah bersama dengannya menelusuri pasar tradisional kawasan Muara Angke. Merasakan aroma ikan yang dipadu dengan senyuman manisnya. Ah serasa seluruh dunia berpihak padaku untuk mendampinginya.

Semua berubah tatkala sebuah undangan berada di meja kerjaku. Undangan dari lelaki berkulit sawo matang yang sekantor denganku. Lelaki yang mendapatkan hati dan raga perempuan yang kucintai. Bahkan aku kehilangan perempuan itu ketika aku baru menyadari aku tak bisa hidup tanpanya. Aku menjadi berubah seratus delapan puluh derajat. Menjadi diriku yang awal sebelum bertemu dengannya. Bermain cinta dengan lebih dari dua wanita. Tak lagi menghadiri pengajian. Menjadi seorang perokok yang hebat. Aku benar-benar sedih melihat keputusannya menikah dengan lelaki yang baru dikenalnya. Bukankah kebersamaanku dengan perempuan itu jauh lebih lama.

Hatiku masih sakit saat perempuan itu mencium punggung tangan suaminya. Sang suami sepertinya sangat menyayanginya. Lelaki itu mengecup dahi istrinya dan mengatakan betapa dia sangat beruntung memiliki istri shalihah. Aku tersentak saat tatapan perempuan itu beralih padaku. Aku berharap dia mengatakan apa yang sejujurnya, aku bisa melihat di kilasan matanya bahwa ia mencintaiku. 

"Mas Ajun, nitip suamiku ya" katanya.

Aku hanya mengangguk pelan.

"Makasih" sahutnya.

Sudah itu saja. Tidak ada ungkapan sayang dan cinta seperti yang tersirat di matanya. Tak ada ungkapan rindu yang selalu kunantikan. Aku benar-benar menyesal mengapa aku harus bertemu perempuan itu. Aku menyesal mengapa aku jatuh hati padanya. Aku menyesal karena hatiku tak mampu pergi darinya.

Kututup pintu cintaku

Yang sekian lama terbuka untukmu
Lelah hati ini

Apakah selama ini cinta yang ada hanyalah semu
Betapa sakitnya hatiku dan dirimu memilih dirinya
Hingga tak hiraukan cinta kita

Ketika dia yang kau cinta mencintai yang lain
Betapa dalamnya terluka hatiku
Dan bagaimanakah ku harus meyakinkan diriku
Saat ku dengar suaramu ku tak mampu pergi
Ku tak mampu pergi

Lelah rasanya hati untuk ku bertahan
Namun aku sungguh-sungguh tak mampu ooh

Dia yang kau cinta mencintai yang lain
Betapa dalamnya terluka hatiku
Dan bagaimanakah ku harus meyakinkan diriku
Saat ku dengar suaramu hatiku bergetar
Saat ku tatap matamu ku tak mampu pergi 

Lantunan lagu "Tak Mampu Pergi" yang dilantunkan oleh Sammy Simorangkir mengalun lembut di telingaku.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun