Lagi-lagi Bram menggumam pelan. Â Kali ini terlalu banyak temannya yang protes mengenai novel yang dibuatnya. Novel 300 halaman yang diselesaikannya dalam kurun waktu sebulan tersebut bercerita tentang seorang suami yang ternyata masih mencintai perempuan lain, bukan istrinya.Â
Berbagai saran dirinya temukan di baris komentar teman-temannya. Diantara saran yang paling sering dijumpai adalah menyuruhnya untuk senantiasa setia dan membahagiakan istrinya. Â Bukan memikirkan dan menemui perempuan yang pernah menjadi cinta pertamanya.Â
Bukankah setiap orang berhak bahagia, Â pikir Bram. Â Novel itu hanyalah imajinasinya dimana dia akhirnya menemukan perempuan yang merupakan cinta pertamanya. Â Cinta yang tumbuh saat dirinya masih menggunakan seragam putih abu. Cinta yang tulus pada perempuan yang senantiasa membuatnya kagum.Â
Rena, Â adalah nama perempuan yang selalu ada di hatinya. Â Rena tak pernah meninggalkannya. Â Namun dialah yang meninggalkan Rena dengan membuat keputusan yang mengejutkan semua teman-temannya. Dia menikah dengan Indri, Â gadis yang baru terhitung beberapa minggu dikenalnya. Â Jujur, Â sebenarnya dirinya juga merasa heran dengan apa yang dilakukannya. Dia dan Indri awalnya hanya sebatas teman. Â Kerapkali Bram bercerita ke Indri betapa hebatnya seorang Rena, Â anak petani miskin yang akhirnya bisa kuliah di daerah kota. Â Kuliah di perguruan tinggi negeri ternama di Surabaya. Â Dia bercerita betapa cerdasnya Rena yang sewaktu SMA bisa satu kelas dengannya di kelas akselerasi. Kelas dimana seluruh muridnya menyelesaikan SMA hanya dalam kurun waktu dua tahun. Cerita demi cerita meluncur, Â Indri hanya pendengar setianya.Â
Hal yang membuatnya kecewa hanya satu. Â Rena berkuliah di kampus laki-laki. Â Jurusan teknik elektro yang sebagian besar penghuninya adalah laki-laki. Terus terang Bram benci itu. Â Entah mengapa Rena tidak mendampinginya saja kuliah di jurusan kedokteran. Â Bukankah nilai biologi Rena selalu diatas sembilan puluh. Â Rena selalu bersemangat belajar biologi. Â Lalu mengapa dirinya menyerah begitu saja saat pengumuman penerimaan mahasiswa tanpa tes dirinya diterima di jurusan itu.Â
Lagi-lagi Bram menggumam. Â Pilihannya sebagai penulis memang bukan hal yang membelenggunya. Akan tetapi justru bisa membuatnya bebas menjadi siapapun, Â berada di posisi manapun, Â bahkan mendapatkan apapun yang selama ini terlewatkan. Â Rena, Â salahsatunya. Perempuan impian yang sedari dulu dia inginkan. Perempuan yang kini bersuamikan seorang lelaki sederhana. Â Dikaruniai dua orang puteri yang begitu sempurna, Â begitu menurut Bram.Â
Novel keduanya menceritakan dirinya yang ternyata masih menginginkan Rena, Â mengharapkan perempuan itu memaafkan kesalahannya dan mau menerimanya kembali.Â
Ponselnya berdering. Tampak sebuah nama tak asing di layarnya.Â
"Siang Bro... " sahutnya.Â
"Eh Bram, Â ini aku Leo"
"Kamu sudah ketemu dia? "