"Saya terima nikah dan kawinnya Hannah Shalihah binti Nur Effendi dengan emas tersebut dibayar tunai?" ucap Erik dengan tegas.Â
"Ayo Hannah" ucap ibuku seraya menuntunku ke ruangan tempat Erik dan ayahku berada.Â
Ijab kabul, Â perjanjian agung di hadapan Tuhan telah terlaksana. Â Aku merasa lega dan bersyukur acara pernikahan sederhana ini berlangsung tanpa kendala.Â
Sejenak kutatap paras suamiku yang pias. Apakah dirinya sedang tidak enak badan hari ini, Â entahlah. Â Mungkin dirinya hanya terlalu capek mempersiapkan segala keperluan pernikahan kami ini.Â
Erik mengulurkan tangan kanannya,  aku mencium tangan kanannya. Suasana  begitu khusyuk dan haru.  Aku kini telah berstatus sebagai istri.  Dan bagiku,  Erik adalah lelaki sholeh yang sempurna.Â
===
Lima tahun berlalu.Â
Haikal dan Hafidzah duduk di pangkuanku. Â Buah hati kami yang masih balita tampak tak begitu mengerti apa yang tengah terjadi.Â
Sore kemarin Erik merasai tubuhnya panas dingjn,  asmanya kambuh. Parasnya begitu pucat  hingga tak kusadari air mata kerap menetes di pipiku.Â
"Ya Rabb, Â lindungilah suamiku" doaku dalam hati.Â
Hingga pagi tadi Erik masih berada di ruang ICU. Â Haikal yang berusia tiga setengah tahun tak henti-hentinya bertanya mengapa ayahnya tidak mengajaknya sholat isya berjamaah seperti malam malam sebelumnya.Â