Mohon tunggu...
Eka Sulistiyowati
Eka Sulistiyowati Mohon Tunggu... Administrasi - karyawan

aku tahu rezekiku takkan diambil orang lain, karenanya hatiku tenang. aku tahu amal-amalku takkan dikerjakan orang lain, karenanya kusibukkan diri dengan beramal

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Desember Biru

5 Desember 2018   15:24 Diperbarui: 5 Desember 2018   15:42 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hujan ini, Desember ini.

Ah, mengapa haru biru Desember selalu berulang?

Dikala pikiranku menerawang tentang keberadaanmu.

Entah bagian bumi mana yang menculikmu.

Hingga sekalipun rindu aku tak mampu bertemu denganmu.

 

Kutatap hujan yang turun begitu derasnya dari kaca kantorku. Entah mengapa aku enggan untuk pulang. Meskipun seharusnya kata 'pulang' adalah hal terindah yang dirasakan oleh lelaki yang baru menikah sepertiku. Seolah semuanya ini mnyesakkan hatiku. Aku tidak menginginkannya, aku hanya membutuhkannya. Perempuan yang tiga bulan ini selalu setia menemaniku, menggandeng tanganku, melayaniku, menyambutku, tersenyum padaku, memelukku. Ah, apa kiranya hati perempuan itu terbuat dari baja. Tidakkah dirinya melihat mimik mukaku yang tak pernah bahagia di sampingnya.

"Mas Harris belum pulang?" tanya sekretarisku. Perempuan cantik bermata cokelat berambut sebahu.

"Malas" jawabku.

Lalu sore hingga malam itu seperti biasa kunikmati berdua bersama sekretarisku.

"Mengapa  Mas Harris terlihat sedih ketika jam pulang kantor tiba, dan selalu menghabiskan malam di kantor hingga larut. Tidakkah istri Mas Harris menunggu?"

"Biarkan saja dirinya menunggu"

"Apa dia tidak cemburu kepadaku?"

Aku menatap perempuan bermata cokelat yang selalu menarik perhatian laki-laki di kantor, tapi tidak untukku,"Dia mungkin cemburu, tapi tidak padamu"

Perempuan di hadapanku mengernyitkan dahi, "Mas Harris boleh cerita apapun padaku"

Aku menggeleng pelan, "Biarlah dia---wanita yang kucintai dari tahun ke tahun ini tetap hidup di pikiranku"

"Mas Harris mencintai perempuan lain?"

"Ya, aku selalu merindukannya"

"Tapi Mas Harris sudah menikah, seharusnya..."

Kuteguk teh hangat buatan sekretarisku, "Aku hanya ingin membingkainya dalam kenangan. Entah mengapa ..."

Kubiarkan kata-kataku menggantung begitu saja. Selalu begitu...aku tidak pernah sanggup menceritakan tentang perempuan yang amat istimewa di hatiku. Perempuan yang telah tujuh tahun menghilang dari pandanganku. Yang membuatku nyaris gila mencarinya. Entah apa ini yang disebut perjuangan cinta? Tapi aku tidak pernah menyesal telah mengenal dan mencintainya.

===

Tujuh tahun yang lalu di Bulan Desember.

"Ganesha" kata perempuan itu seraya tersenyum manis ke arahku.

"Maaf sudah merepotkan Mbak Ganesha" kataku, "Oh ya namaku Harris"

"Iya, aku tahu. Mas Harris ini jago fisika kan ya"

"Memang aku kuliah di jurusan fisika tapi bukan berarti jago"

"Tapi kata Manajer Bimbel tadi Mas Harris ini tentor pilihan"

"Eh Ganesha masih kuliahkah?"

"Baru lulus sebulan lalu sih Mas"

"Jurusan?"

"Jangan tertawa ya Mas"

"Memangnya kenapa tertawa"

"Aku kuliah jurusan Mesin"

"Mesin jahit?" godaku

"Tuh kan..."

"Memangnya serius?"

"Iya"

Aku menatapnya, selalu menyenangkan berbocara dengan perempuan satu ini. Pemikirannya unik, parasnya menawan dibalut dengan busana sederhana. Dirinya selalu ceria. Aku seolah melihat cahaya matahari pagi di tatapannya, hangat.

Sejak perkenalan kami di sebuah lembaga bimbingan belajar itu aku selalu mengikuti langkahnya. Hingga langkah kami tertuju di ibukota Indonesia, Jakarta. Di hiruk pikuk suasana Jakarta kulihat dirinya menikmatinya. Bahkan dirinya selalu menyempatkan diri menyapaku lewat pesan singkat yang dikirimnya.

Suatu ketika satu pesan singkat membuatku terdiam seribu bahasa. Undangan pernikahannya dengan lelaki yang merupakan senior di kantornya. Mungkin memang terkesan terlambat kuungkapkan rasa sukaku padanya. Tapi menerima begitu saja tentang pernikahannya adalah suatu hal yang mustahil bagiku. Aku masih mengharapkannya.

Bulan itu, Desember kelabu ketika hujan mengguyur deras ibukota Jakarta. Kembali kudengar kabar tentangnya. Tentang bayi kecil yang dia sebut malaikat. Iya, mata bayi itu mirip dengan matanya, terasa hangat. Dia mengatakan bahwa betapa dirinya bahagia memiliki malaikat kecil itu meskipun dia --tidak mencintai suaminya.

Ingin sekali aku menemuinya namun setelah pesan singkat tersebut tidak lagi kujumpai pesan-pesan lagi dan nomer ponselnya pun sudah tidak aktif. Aku bingung harus mencarinya kemana, aku putus ada. Setiap kali kulihat nama Ganesha di mesin pencari Google aku berharap itu adalah dirinya. Aku berharap itu adalah Ganesha yang kucintai, yang kurindukan. Namun semua pencarianku nihil.

Tujuh tahun berlalu, musim hujan berganti dari tahun ke tahun. Desember yang ketujuh akupun belum menemukannya. Entah di belahan bumi manakah dirinya berteduh. Aku rindu.

Rinai hujan ini selalu mengingatkanku akan cintaku yang hilang...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun