Saat memasuki ruang operasi, saya melihat beberapa pasien lain yang akan masuk sesuai dengan ruang dan tindakannya. Baik dokter dan perawat yang bertugas semuanya kompak!
Bahkan, sebelum tindakan asisten profesor dokter spesialis bedah mulut yang merawat masih sempat menceritakan bagaimana pengalamannya mencabut 7 akar gigi. Begitupun dengan seorang perawat yang masih sempat menceritakan pengalamannya operasi kelenjar getah bening.
Ketakutan-ketakutan yang dimiliki hilang seketika. Apalagi, tindakan kali ini dilakukan langsung oleh seorang profesor bedah mulut dan dibantu oleh seorang dokter spesialis bedah mulut.Â
D itengah hiruk pikuk suasana ruang operasi, ada 1 benda yang tidak boleh tertinggal pada saat tindakan. Yup, benda tersebut adalah hasil foto rontgen panoramic/CT Scan.Â
Foto ini digunakan untuk membantu dokter yang melakukan tindakan untuk mengetahui posisi pasti di mana gigi bungsu terletak. Sialnya, saat itu saya lupa membawa hasil rontgen panoramic.Â
Untungnya, database tersimpan dengan baik dan bisa diprintkan kembali.
Sakit Gigi Lebih Sakit daripada Patah Hati! Ini yang Saya Rasakan hingga H+14 Operasi
Selama 22 tahun ini, saya belum pernah merasakan sakit gigi. Bahkan ketika divonis impaksi pun gigi saya tidak sakit. Justru yang sering mengalami sakit adalah kepala.
Masuk diruang operasi dengan segala persiapan hingga sadar, saya dipindahkan ke ruang rawat sekitar pukul 19.00. Saat keluar ruang operasi di setengah sadar itu, langit sudah gelap.Â
Belum kuat sadar sepenuhnya karena pengaruh obat bius saya pun tidur kembali. Di beberapa jam pasca operasi saya terus diminta untuk mengigit kasa. Darah masih keluar dari gusi karena baru beberapa jam tindakan.Â
Entah jam berapa, saya tidak mengingat dengan pasti. Mungkin di sekitar jam 8 atau setengah 9 malam, dokter spesialis bedah mulut yang menjadi asisten dalam tindakan kali ini melakukan kunjungan kamar.