Mohon tunggu...
Eka Sarmila
Eka Sarmila Mohon Tunggu... Mahasiswa - Long Life Learner

Halo! Perkenalkan saya Eka. Menulis adalah cara saya untuk bertukar cerita kepada orang lain pada jangkauan yang lebih luas.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Starter Pack untuk Minimalisir Dampak Buruknya Kualitas Udara Jakarta

13 Agustus 2023   17:16 Diperbarui: 14 Agustus 2023   14:42 912
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto. Kompas.com/Garry Lotulung

Siapa yang mengira akhir-akhir ini Jakarta diselimuti kabut? Ternyata, kumpulan benda putih yang melayang di udara tersebut adalah polutan yang sangat berbahaya bagi kesehatan.

Mengutip dari laman KOMPAS.com, per Minggu (13/08/2023), indeks kualitas udara Jakarta mencapai 172, dengan polutan utama PM 2,5 serta konsentrasinya 96,8 mikrogram permeter kubik. 

Tingginya angka pencemaran udara ini menimbulkan ragam gejala bagi mereka yang memiliki sensitivitas tinggi. Misalnya, pada orang dengan riwayat rhinitis alergi seperti saya. Pencemaran udara ini memicu gejala seperti bersin berulang, mata merah, hingga kulit yang terasa gatal.

Apalagi pada beberapa hari lalu, saya perlu bolak-balik Jakarta Barat-Jakarta Timur untuk memenuhi pemberkasan Yudisium. Berjalan menggunakan sepeda motor sungguh terasa sekali dampaknya. 

Selain itu, bagi Anda yang merasakan gejala seperti batuk dan pilek bahkan sesak. Ini jadi bukti bahwa kualitas udara kita memang perlu untuk segera dicarikan solusi permasalahannya. 

Imbauan WFH, Kendaraan Listrik, hingga Moda Transportasi Umum, akankah jadi solusinya?

Foto. Freepik.com
Foto. Freepik.com
Dampak jangka pendek terutama pada orang dengan riwayat rhinitis alergi, kualitas udara yang memburuk hanya menimbulkan bersin, mata merah, gatal, dan gangguan saluran pernapasan.

Pertanyaan, hingga kapan kondisi ini harus dimaklumi? Padahal bahaya besar jauh mengintai. Misalnya, mengutip dari KOMPAS.com, menurut pernyataan Prof. Agus Dwi Susanto pakar pulmonologi dan respirasi Universitas Indonesia, setiap peningkatan 10 mikrogram akan meningkatkan risiko serangan jantung sebesar 4,5%.

Tentunya, ini jadi PR bersama yang perlu dicarikan solusinya. Misalnya, Kementrain Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia (KLHK) mengajukan imbuan untuk WFH yang diserahkan kepada para pengusaha.

Bekerja dari rumah jadi pilihan, dengan harapan mampu meredam asap kendaraan. Sehingga, emisi karbon yang dikeluarkan diharapkan jauh lebih sedikit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun