Menggunakan kembali barang bekas layak pakai tentunya baik untuk mengurangi pencemaran lingkungan. Lantas, mengapa sekarang thrifting dilarang?Â
Padahal kurang lebih konsep yang ditawarakan dari kegiatan ini adalah menggunakan kembali pakaian bekas layak pakai. Mengutip dari kompas.com, menurut Deputi Bidang UKM KemenkopUKM Hanung Harimba Rachman pakaian bekas yang masuk adalah sampah negara lain.Â
Hal ini disebabkan karena barang yang masuk memang tidak layak pakai. Selain itu, masuknya pun dinilai illegal dan tidak sesuai prosedur yang ada.Â
Lantas, bagaimana dengan limbah fesyen yang makin hari kian menumpuk? Thrifting bukanlah satu-satunya solusi. Menekan keinginan konsumsi berlebih dan kesadaran diri adalah tonggak utama untuk meminimalisir limbah pakaian.Â
Dilarang thrifting adalah salah satu upaya yang sejatinya bukan hanya untuk meningkatkan daya saing UMKM Lokal. Seharusnya sebagai pembeli kian sadar dan cermat dalam memilih penggunaan pakaian jangka panjang.Â
Limbah fesyen kian meningkat karena cepatnya perubahan permintaan pasar. Sadar bahwa membatasi konsumsi sebuah barang yang tidak dibutuhkan dapat menekan penawaran yang diberikan oleh pasar.Â
Inovasi Fesyen Lokal dan Tantangan Kesepakatan Harga Pasar
ekonomi industri tekstil lokal melalui kebijakan dilarang thrifting belum mampu menjadi sepenuhnya solusi. Masih ada PR besar bagi para pengrajin tekstil lokal, yaitu menciptakan produk dalam negeri sesuai trend fesyen sosial media dan kesepakatan harga pasar.
PemulihanPengrajin mesti update dengan kebutuhan dan model pakaian yang memang benar dibutuhkan. Namun, pengrajin juga mesti cermat dalam memperhatikan dan memperhitungkan modal dan keuntungan yang diharapkan.
Pasalnya, oknum nakal bakal tetap ada dan selalu menjadi ancaman bak penyelamat bagi pembeli yang menginginkan barang murah branded.Â