Sudah pede bakal diterima kerja, nyatanya mesti gagal pada tes medical check up. Sebagian besar perusahaan masih mewajibkan rangkaian tes kesehatan sebagai syarat diterima kerja.
Selain untuk meminimalisir dampak penularan pada penyakit menular, kandidat dengan permasalahan kesehatan dinilai lebih rentan tidak mencapai performa penilaian kinerja.
Padahal belum tentu mereka yang memiliki permasalahan kesehatan tidak dapat memberikan performa terbaik. Tidak semua pasien dengan indikasi medis tertentu tidak dapat bekerja dengan prima.
Misalnya, pada pasien dengan indikasi medis TBC Kelenjar yang telah mengalami pengobatan intensif berjalan pada bulan ke-6. Jenis TBC ini tidak menular seperti TBC Paru.Â
Bahkan pada kondisi tertentu pasien TBC Paru yang rutin meminum OAT (Obat Anti Tuberkulosis) Â sudah tidak lagi menularkan penyakit ini lewat udara.Â
Namun, nyatanya kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan yang layak masih sulit diakses apalagi jika berlokasi di kantor. Sejak diberlakukannya pembatasan sosial berskala besar (PSBB), kini sistem kerja tidak lagi hanya dilakukan di kantor.Â
Kebijakan work from home (WFH) dinilai jadi salah satu upaya untuk memutus mata rantai penularan covid-19. Lantas apa korelasinya kebijakan sistem kerja work from home (WFH) dengan pekerja yang memiliki masalahan kesehatan?
WFH, Menjangkau Kandidat Potensial yang Lebih Luas
Pada pasien dengan indikasi medis tertentu yang memiliki tanda-tanda vital normal dan mendapat rekomendasi dari dokter yang merawat dapat bekerja kembali dengan sistem kerja work from home.
Sistem kerja ini tidak mengharuskan pekerja datang untuk ke kantor. Sehingga kemungkinan untuk menularkan kepada rekan kerja jauh lebih tidak mungkin.Â
Pada sistem kerja yang dilakukan dari rumah ini juga, sistem kerja yang lebih fleksibel lebih ramah dan mudah dilakukan bagi pekerja dengan masalah kesehatan.Â
Pasalnya, jika bekerja dari kantor dan mereka memiliki jadwal kontrol dengan dokter terdapat serangkaian aturan untuk mengurus izin.
Sedangkan, jika bekerja dari rumah pekerja dapat mengatur waktu mereka antara bekerja dengan aktivitas lainnya. Sehingga, produktivitas dan layanan kesehatan keduanya dapat diakses dengan baik.Â
Selain itu, sistem kerja work from home (WFH) juga memungkinkan menjangkau kandidat potensial lain yang lebih luas. Misalnya, masih banyak perusahaan yang memiliki pra syarat melamar dengan usia tertentu.
Padahal, umumnya di usia 30-an ke atas banyak orang sudah menikah dan memiliki anak, apalagi perempuan. Sebuah dilema tentunya, apakah harus mengurus anak di rumah di tengah himpitan ekonomi atau bekerja keluar dari rumah.
Sistem kerja dari rumah dapat menjadi solusi dan memberikan keuntungan bersama. Misalnya, pada pengusaha yang memiliki budget operasional transportasi karyawan dapat dipangkas untuk ranah bisnis lainnya.
Selain itu, jika kantor masih menyewa dan ternyata memang sudah tidak dibutuhkan karena adanya sistem ini. Budget untuk hal ini pun dapat dipangkas dan dipertajam untuk arah bisnis lainnya.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H