Mohon tunggu...
Humaniora Pilihan

Seorang Nenek yang Sangat Bersemangat Tanpa Mengenal Usia

8 Januari 2017   18:57 Diperbarui: 8 Januari 2017   19:07 1090
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menjadi seorang Ibu adalah tugas utama untuk semua Wanita, mendidik anak mulai dari “Nol”sampai bisa mencapai apa yang di inginkan oleh anak itu, atau biasa di kenaldengan kata “Sukses”. Perjuangannya, pengorbanannya, kasih sayang nya, perhatiannya,tiada yang mampu meragukannya, tiada yang mampu yang menandinginya.

Salah satu yang membuat saya terinspirasi yang membuat saya berani mengulik tentang semangat perjuangan seorang nenek yang tinggal di salah satu daerah Perumnas Tangerang, seorang nenek yang tinggal bersama salah satu anak laki-lakinya dan seorang cucu yang sudah bersama neneknya dari  berumur 3Bulan, cucu nya yang akrab disapa“Martini”

Nenek yang telah merawat, menjaga martini dari umur tiga bulan ketika orang tua martini ini berpisah dan martini di asuh oleh ayah dan nenek nya, mereka lah yang telah menjaga martini hingga meranjak dewasa, tapi di sisi lain setelah perceraian itu terjadi ayah dari martini memiliki kekurangan sedikit mental dan ayahnya hanya bekerja seadanya seperti memulung botol bekas setelah itu hasilnya akandi jual. 

Martini cucu kesayangan nenek ini sangat berharga bagi nenek, kemana pun sang nenek pergitak pernah meninggalkan martini, ya maksud nya martini selalu diajak kemanapun nenek pergi, martini seorang wanita yang memiliki paras cantik yang sudah meranjak dewasa tetapi martini  memiliki keterbatasan mental, walaupun sang cucu memiliki keterbatasan tidak ada yang berkurang dari rasa sayang seorang nenek untuk cucunya.

Seorang nenek yang tak kenal mengeluh yang memiliki semangat luar biasa, nenek yang sudah menjaga dan merawat cucunya. Oh iya, martini juga sekolah lho martini sekolah di salah satu sekolah yang bisa di bilang hampir keseluruhan adalah  anak yang mempunyai keterbatasan mental, martini sekolah tidak berangkat sendirian, sang nenek lah yang tiap hari mengantarkan martini sekolah di pagihari, saat pergi ke sekolah nenek dan martini menggunakan angkutan umum untuk pergi ke sekolah yang jarak nya lumayan jauh. 

Sesampainya tiba di sekolah bel pun berbunyi menandakan bahwa siswa harus masuk kelas masing masing, saat martini masuk kelasnya neneknya tidak langsung bergegas untuk pulang bahkan neneknya menunggu martini hingga bel pulang berbunyi. Pada saat siang hari bel pun bebunyi saatnya murid murid pulang, saatnya martini dan nenek bergegas pulang dengan menggunakan angkutan umum untuk tiba di rumahnya.

Saat nenek dan martini sampai dirumah tak ada yang bersantai santai dirumah, nenek dan martini pun langsung bergegas menuju pasar untuk berjualan bunga dengan lapak yang sangat sederhana, nenek yang di usia nya yang seharusnya beristirahat dirumah ini tetap saja masih mencari mata pencarian nya dengan berjualan dipasar untuk kehidupan sehari hari nya dan biaya sekolah martini dan untuk mencukupi kesehariannya  bersama martini.

Nenek ini berjualan di pasar tidak sendirian, sang cucu lah yang menemani nenek nya berjualan di pasar, walaupun terkadang martini di pasar banyak minta ini itu tepatnya minta jajan terus ke neneknya tapi nenek ini selalu memberikan uang untuk cucu nya jajan, martini bisa menghabiskan uang 20.000 bahkan lebih untuk sehari, jika tidak di turutin kemauan si martini bisa saja martini mengamuk dan marah-marah kepada neneknya, wajar aja martini memiliki keterbatasan mental sama dengan ayahnya martini, jika kemauan sang ayah tidak di turutin sang ayahpun bisa marah-marah kepada nenek nya martini.

Pernah sekali sang ayah meminta uang tetapi nenek tidak memberikan nya karena saat itu sang nenek tidak memiliki uang dan akhirnya sang ayah pun membuat keributan dipasar dagangan nenek itu, alhasil hampir semua dagangannya di rusak dan dibuang-buang oleh ayah nya martini, nenek tidak bisa berbuat apa-apa hanya diam yang bisa di lakukan nenek, hanya bisa pasrah saat dagangannya di buang-buang oleh ayahnya martini tepatnya salah satu anak nya nenek.

Saat sibuk berjualan nenek satu ini tidak pernah meninggalkan kewajibannya bagi seorang muslim yaitu sholat, saat adzan berkumandang nenek langsung pergi kerumah untuk menjalankan ibadah sholatnya, tidak menutup lapaknya tetapi nenek menitipkannya kepada pedangang sebelah. 

Untuk berjualan di pasar sang nenek membuka lapak nya tiap hari dan di hari libur pun masih membuka untuk mencari mata pencarian nya untuk kehidupan sehari-hari, nenek biasa membuka lapaknya untuk hari biasa buka di siang hari setelah mengantarkan martini kesekolah, untuk di hari libur nenek membuka lapaknya dipagi hari karena tidak ada kegiatan untuk mengantarkan cucu nya ke sekolah.

Nenek berjualan bunga di pasar dengan lapak yang sangat sederhana, untuk masalah harga tidak begitu mahal bahkan bisa dibilang murah untuk Bunga dengan ukuran kantong plastik yang sedang dan di isi bunga hanya dijual kisaran Rp.5000 saja,tak terbayang dari berjualan bunga yang begitu murah nenek masih bisa bertahan hidup dengan anak dan cucu nya. 

 Dibalik kehidupan nenek yang hanya berjualan bunga ternyata menyimpan kebahagiaan yang luar biasa, nenek ini yang telah akrab di sapa orang lain yaitu “Bu Haji”,nenek ini telah melaksanakan rukun islam yang ke-5 dalam hidupnya.

Nenek atau yang sudah akrab di panggil bu haji ini ternyata tidak hanya mempunyai anak satu saja yaitu ayah nya martini, tetapi nenek itu juga mempunyai tiga anak lagi yang sudah membanggakan sang nenek ini, tiga anak yang cerdas inilah menjadi kebanggaan nenek sendiri karena anak nya telah menjadi orang yang sukses yang sudah menjadi salah satu anggota komisi di Indonesia.

Tidak hanya itu saja nenek masih mempunyai anak yang membanggakan salah satunya yang sudah sukses menjadi atasan di salah satu bank di Indonesia dan satu anak laki-lakinya lagi menjadi guru negeri di salah satu sekolah Tangerang. 

Nenek yang sudah mempunyai anak sukses tetapi masih mau berjualan Bunga di pasar. Nenek yang mandiri yang tidak ingin menyusahkan anak-anak nya.

Seorang nenek tua yang lemah nan rentan yang mencoba bertahan hidup dengan penuh kemandirian dan kejujuraan tanpa mau meminta belas kasihan orang lain diantara orang orang yang mampu dan berkecukupan yang selalu berkeluh kesah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun