"Ry, kamu melamun?" Liz menepuk bahuku pelan, seraya menunjuk kearah signature dish putri kebanggaannya.
"Pa, tolong ambil foto steak yang baru kubuat ini dong ... setelah itu cicipi dan kasi ulasan di wallku juga ya," pinta Hana dengan memelas, dia tahu kemampuan fotografiku bisa diandalkan. Aku menelan saliva, bayangan potongan demi potongan tubuh manusia kembali menyergapku. Lidah itu ... hati dan paru ... yaa Tuhaaan, aku ingat persis bola mata yang dicungkil paksa di depan biji mataku. Perutku kembali bergejolak, sanggupkah aku mencicipi sajian putri kesayangan istriku? Bau amis darah entah dari mana menyergapku, cincangan daging paha menari-nari di pelupuk mataku. Sayup kudengar suara gadis yang telah kuanggap darah dagingku sendiri itu memanggil berulang-ulang namaku ...
Sesaat semua tampak gelap, lalu merah darah memenuhi ruang pandangku ... kemudian menghitam ... semakin kelam, aku tak ingat lagi apapun setelah itu. Sungguh ini bukan sandiwara, aku benar-benar mengalami peristiwa demi peristiwa yang memualkan itu selama masa kecilku, salahkah aku kehilangan selera makanku hingga kini? Honey please, dont blame me!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H