Mohon tunggu...
Eka Putri Charissa
Eka Putri Charissa Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Student at Universitas Airlangga

Selanjutnya

Tutup

Politik

Tingginya Utang Negara yang Tidak Dapat Menanggulangi Kesejahteraan (SDG 8)

28 Agustus 2023   01:25 Diperbarui: 28 Agustus 2023   01:37 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tingginya utang negara merupakan ancaman serius terhadap pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), terutama SDG 8 yang memprioritaskan pertumbuhan ekonomi inklusif dan pekerjaan layak. Utang yang tak terkendali bisa mengakibatkan pembayaran bunga besar, mengurangi dana untuk pembangunan dan kesejahteraan. Ini berdampak pada SDG 8 karena mengalihkan dana dari lapangan kerja produktif. 

Utang juga ganggu stabilitas ekonomi, mempengaruhi investasi, dan pertumbuhan. Pemerintah terhambat dalam mengatasi ketidaksetaraan dan akses pendidikan serta kesehatan oleh utang besar. Solusi melibatkan kebijakan fiskal bijaksana, pendapatan yang lebih baik, transparansi, diversifikasi pendanaan, pengelolaan utang efektif, dan pertumbuhan inklusif.

Utang tinggi disebabkan oleh defisit anggaran, krisis ekonomi, ketidakseimbangan fiskal, bunga tinggi, korupsi, ketergantungan utang luar negeri, ketidakstabilan global, dan krisis kesehatan. Untuk mengatasi hal ini, diperlukan pendekatan komprehensif: kebijakan fiskal cerdas, pendapatan lebih baik, transparansi, diversifikasi sumber dana, pengelolaan utang efektif, pertumbuhan inklusif, keterampilan tenaga kerja, investasi infrastruktur, kerjasama internasional, dan edukasi keuangan masyarakat. Solusi ini membutuhkan komitmen jangka panjang untuk menghindari hambatan terhadap pencapaian SDG 8.

Tingginya utang negara adalah ancaman serius terhadap pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), terutama SDG 8 yang berfokus pada pertumbuhan ekonomi inklusif dan pekerjaan yang layak. Utang yang tidak terkendali dapat menyebabkan pembayaran bunga yang besar, mengurangi dana yang seharusnya dialokasikan untuk pembangunan dan kesejahteraan sosial. Ini dapat mengganggu upaya pemerintah dalam menciptakan lapangan kerja produktif dan layak, yang esensial dalam pencapaian SDG 8.

Selain itu, utang yang tidak terkendali dapat mengganggu stabilitas ekonomi negara. Beban pembayaran utang yang tinggi dapat menyebabkan tekanan pada nilai tukar mata uang, inflasi, dan suku bunga. Ketidakstabilan ini dapat menghambat investasi, pertumbuhan ekonomi, dan penciptaan lapangan kerja baru, yang semuanya krusial dalam upaya mencapai SDG 8 (Satrianto, 2016).
Tingginya utang juga dapat membatasi kemampuan pemerintah untuk mengatasi ketidaksetaraan ekonomi dan sosial. Upaya untuk memberikan akses yang lebih baik terhadap pendidikan, kesehatan, dan perlindungan sosial dapat terhambat oleh keterbatasan anggaran akibat pembayaran utang yang besar. Hal ini dapat menghambat kemajuan menuju pencapaian SDG 8 yang menekankan pada inklusi sosial dan pertumbuhan ekonomi yang inklusif.

Tingginya utang negara juga dapat mendorong pemerintah untuk menerapkan kebijakan penghematan anggaran, yang pada akhirnya dapat berdampak negatif pada layanan publik dan infrastruktur. Hal ini dapat mempengaruhi produktivitas ekonomi dan peluang kerja, menghambat perkembangan menuju SDG 8 (Rangkuty & Sari, 2019).

Untuk mengatasi tantangan ini, pemerintah perlu mengelola utang dengan bijaksana dan transparan. Strategi pengelolaan utang yang baik mencakup restrukturisasi utang, diversifikasi sumber pendanaan, dan pengembangan kebijakan fiskal berkelanjutan. Kolaborasi dengan lembaga keuangan internasional juga dapat membantu negara mengatasi masalah utang.

Dalam menghadapi masalah utang yang tidak dapat menanggulangi kesejahteraan (SDG 8), diperlukan pendekatan komprehensif yang melibatkan berbagai tindakan strategis. Solusi termasuk pengembangan kebijakan fiskal yang bijaksana, peningkatan pendapatan, transparansi dan akuntabilitas, diversifikasi sumber pendanaan, pengelolaan utang yang efektif, promosi pertumbuhan ekonomi inklusif, peningkatan keterampilan tenaga kerja, investasi dalam infrastruktur, kerjasama internasional, dan pendidikan keuangan masyarakat (Kuswantoro, 2017).
 
 
Referensi
Kuswantoro, M. (2017). Analisis Pengaruh Inflasi, Kurs, Utang Luar Negeri Dan Ekspor Terhadap Cadangan Devisa Indonesia. Tirtayasa Ekonomika, 12(1), 146--168.
Rangkuty, D. M., & Sari, M. M. (2019). Analisis Utang Luar Negeri dan Inflasi Indonesia. Ekonomikawan: Jurnal Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan, 19(1), 57--66.
Satrianto, A. (2016). Analisis Determinan Defisit Anggaran dan Utang Luar Negeri di Indonesia. Jurnal Kajian Ekonomi, 4(7).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun